Sukses

Misi 'Mustahil' Petani Sigi Beri Harapan Bangsa Lepas dari Belenggu Impor Bawang Putih

Panen perdana bawang putih di Desa Dombu, Sigi, Selasa (4/8/2020), menguak cerita perjuangan kelompok tani setempat yang dihadapkan kondisi lahan yang sulit dan segala keterbatasan demi kontribusi dalam target sembada bawang putih nasional.

Liputan6.com, Sigi - Panen perdana bawang putih di Desa Dombu, Sigi, Selasa (4/8/2020), menguak cerita perjuangan kelompok tani setempat yang dihadapkan kondisi lahan yang sulit dan segala keterbatasan demi memberikan kontribusi pencapaian target sembada bawang putih nasional.

Pagi itu, Selasa (4/8/2020) menjadi hari bahagia bagi Peter dan 21 anggota Kelompok Tani Selaras Alam di Desa Dombu, Kecamatan Marawola Barat, Kabupaten Sigi. Untuk pertama kalinya, bawang putih hasil garapan mereka dipanen.

Kehadiran perwakilan Pemprov Sulteng, Pemkab Sigi, dan kecamatan untuk memanen bawang putih di lahan mereka itu juga membuat bangga. Meski harus diakui, lahan panen bawang putih tersebut hanya seluas setengah hektare.

Usai panen, dari lahan di puncak gunung itu aroma menyengat khas bawang putih menyebar ke mana-mana. Aroma itu, menurut Kadis Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Sigi, Mulyadi, adalah tanda kualitas yang baik.

"Salah satunya adalah baunya yang menyengat. Kita sendiri hari ini merasakannya. Ternyata hasil panen petani di Dombu tidak kalah dari bawang putih impor," ujar Mulyadi memberi pujiannya saat dialog bersama petani Desa Dombu setelah panen perdana, Selasa (4/8/2020).  

Bagi Kelompok Tani Selaras Alam dengan Peter selaku koordinator, menanam hingga menumbuhkan bawang putih di desa mereka selain merupakan hal baru, juga dianggap suatu kemustahilan yang akhirnya menjadi kenyataan. Pasalnya, kondisi lahan garapan berada di gunung dengan kemiringan curam, komposisi lahannya pun didominasi pasir dan kerikil, sedangkan air hanya didapat dengan menadah hujan akibat belum adanya pipanisasi pengairan dari sumber air ke lahan mereka.

Belum lagi peralatan tradisional untuk menggarap ladang hingga membuat bedeng-bedeng tanah yang hanya mengandalkan pacul dan linggis. Pupuk kandang untuk menyuburkan tanah pun harus mereka ambil dengan turun gunung ke lembah. Tidak ada peternakan di Desa itu untuk menyediakan pupuk.

"Dulunya lahan ini untuk kacang merah. Bulan April kami mulai mengolah tanah ini untuk bawang putih. Di sini awalnya sebenarnya tidak layak untuk bawang putih karena isinya banyak batu,” cerita Peter, Selasa (4/8/2020).

Dihadapan pejabat yang hadir kesah itu dibagi peter. Keberhasilan panen itu disebutnya mengukuhkan tekad warga desa untuk mengembangkan komoditi tersebut demi kesejahteraan mereka yang selama ini mayoritas masih bertani secara nomaden.

"Hasil panen perdana ini akan jadi benih untuk musim tanam selanjutnya yang akan kami mulai bulan Desember. Kami berterimakasih juga untuk para penyuluh yang juga kerja keras membina kami," kata dia di depan pejabat Pemprov Sulteng dan Pemkab Sigi.

Simak video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jalan Panjang Bawang Putih Mengubah Kultur Bertani di Dombu

Kebahagiaan serupa dirasakan Ivan Jagu. Dia adalah koordinator penyuluh pertanian yang sejak tahun 2010 menjadi teman bertani warga di desa itu. Dia bilang, sebelumnya, pola bertani nomaden atau berpindah-pindah justru mengganggu keseimbangan alam. Sumber air berkurang, bahkan jadi pemicu longsor di titik-titik curam yang terus dirambah untuk lahan tani sehingga mengurangi kekuatan tanah.

"Petani di sana masih nomaden dan tradisional. Bawang putih jadi solusi karena mengharuskan mereka menetap untuk merawat. Makanya butuh pendampingan untuk kemajuan," kata Ivan di Desa Dombu, Selasa (4/8/2020).

Dari sisi ekonomi, cara bertani itu dinilainya tidak banyak berdampak ke petani. Sebab tanaman yang ditanam seperti kacang merah, kemiri, kentang, dan jagung bukan jenis komoditas spesifik yang punya peluang besar untuk bersaing di pasaran, bahkan untuk kebutuhan Kabupaten Sigi maupun provinsi. Hal ini karena tanaman serupa juga banyak dikembangkan di dataran rendah Sigi.

"Kami beri motivasi untuk mengubah pola dan jenis tanaman. Kalau komoditi biasa yang dikembangkan pasti sulit bersaing. Harus ada komoditi spesifik dari sini (Desa Dombu)," katanya.

Peluang mengubah kondisi petani di desa terpencil itu pun muncul. Program pengembangan bawang putih untuk sembada nasional yang dicanangkan Kementerian Pertanian sejak tahun 2017 jadi harapan. Apalagi Sulawesi Tengah jadi salah satu provinsi pengembangan komoditas itu.

Sigi kemudian ditetapkan menjadi salah satu daerah pengembangannya, dengan Kecamatan Marawola Barat sebagai lokasinya. Salah satunya yang sedang digarap di Desa Dombu, dengan lahan percobaan setengah hektare milik kelompok Tani Selaras Alam. Lahan ini mulai digarap petani sejak April 2020.

Pendekatan ekstra harus dilakukan dia dan para penyuluh lainnya kepada petani untuk mau ambil bagian dalam program itu. Kultur dan latar belakang sosial masyarakat setempat kala itu jadi tantangan mereka.

"Belum ada sebelumnya pendamping yang intens menemani petani di sana, baru tahun 2010 kami masuk. Selain terpencil, petani di sana juga homogen dengan rata-rata pendidikan yang rendah, bahkan di antaranya buta huruf," Ivan menceritakan.

Bagi Ivan dan para penyuluh pertanian di desa itu keberhasilan panen perdana tanaman prioritas nasional tersebut memberi kepercayan diri bagi para petani untuk bangkit dari kondisi sebelumnya.

"Panen itu jadi bukti, tidak bisa mengembangkan sektor pertanian karena keterbelakangan dan SDM rendah hanya stigma yang selama ini mereka terima," dia menegaskan.

3 dari 3 halaman

Kontribusi Petani Lokal untuk Lepas dari Belenggu Impor

Apresiasi keberhasilan Petani Dombu juga datang dari Pihak Dinas Pertanian baik Provinsi Sulawesi Tengah maupun Kabupaten Sigi.

Kabid Hortikultura Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi Tengah, Muhidin menyebut upaya petani itu memunculkan optimisme sembada bawang putih dimulai dari tingkat provinsi yang berimbas secara nasional. Apa pun bisa dicapai apalagi jika ditambah intervensi pemerintah, baik segi teknologi pertanian, maupun peningkatan SDM melalui pendampingan yang intens kepada petani.

"Secara nasional tahun 2019, 95 persen kita masih impor bawang putih. Padahal, dengan panen di Dombu ini, kita bisa," kata Muhidin usai ikut panen perdana di Desa Dombu.

Muhidin juga memastikan luasan lahan kawasan pengembangan bawang putih khusus di Desa Dombu akan ditambah mulai Januari 2021 menjadi 65 hektare.

Sementara itu, Kadis Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Sigi, Mulyadi mengungkapkan pengembangan bawang putih di daerah itu jadi salah satu prioritas yang diharapkan bisa meningkatkan ekonomi petani dan daerah.

Sebabnya, Sigi yang hingga tahun 2020 ini masih masuk kategori daerah tertinggal, mengandalkan pertanian dan perkebunan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

"Sigi tidak punya pertambangan dan laut. Kita sangat bertumpu pada pertanian dan perkebunan. Bawang putih salah satunya karena potensi pasarnya yang besar," Kadis Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Sigi, Mulyadi mengungkapkan.

Mulyadi bilang tahun 2020 ini 100 hektare disiapkan khusus untuk pengembangan tanaman itu di Kecamatan Marawola Barat yang dinilai potensial karena berada di daerah ketinggian. Selain Desa Dombu, desa lain di kecamatan itu yang mulai mengembangkan bawang putih yakni Desa Soi dan Lewara.

Harapannya, bisa turut menekan ketergantungan pada impor yang pada tahun 2019 mencapai 465 ribu ton berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.