Sukses

Kesaksian Sopir Ambulans Pengantar Ibu Hamil Korban Penutupan Jalan di Sikka

Proses lobi untuk membuka portal oleh dua petugas medis yang memakan waktu dua jam itu, membuat kondisi ibu hamil dan bayi yang dikandungnya mulai melemah.

Liputan6.com, Kupang - Pemasangan portal di setiap desa sebagai upaya pencegahan penularan virus corona atau covid-19 menelan korban jiwa. Ambulans yang dinaiki ibu hamil, Marselina Muda, asal Larantuka, Kabupaten Flores Timur yang hendak dirujuk ke RSUD TC Hillers Maumere tertahan di Desa Hikong, Kabupaten Sikka. Akibatnya, bayi ibu empat anak ini tak tertolong.

Ironisnya, aksi pemasangan portal itu dipimpin kepala desa Hikong, Agustinus A Darus, Sabtu (23/5/2020). Menurut Agustinus, pemasangan portal itu sebagai buntut kekecewaan warga setempat atas aturan wajib kantongi surat keterangan rapid test bagi warga di luar Flotim.

Di tengah duka menyelimuti keluarga korban, sang sopir ambulans, Sis Derosari pun menceritakan kejadian sebenarnya. Ia menuturkan, mobil yang dikemudikannya itu tiba di perbatasan Flotim-Sikka persis di desa Hikong sekitar pukul 5.30 Wita. Saat itu, hujan mulai mengguyur deras. Karena jalan dipasang portal, ia bersama dua bidan turun menemui warga.

Mereka pun melakukan lobi agar diberi jalan karena membawa pasien gawat darurat. Di situ ada kepala desa Hikong dan sekretaris dinas perhubungan Sikka. Mereka ngotot mobil dari Flotim tak boleh lewat. Setelah satu jam melakukan pendekatan, mereka pun dijinkan melintas.

Meski sudah dikasih izin melintas, tetapi mobil ambulans belum bisa berjalan karena pemasangan portal itu menyebabkan macet panjang. Semuanya mulai panik akan kondisi ibu hamil dan anak dalam kandungan.

"Di depan banyak kendaraan, sementara posisi mobil kami paling belakang. Selain portal, ada juga bambu yang ditancapkan paku, sehingga butuh lama untuk bongkar semua," ungkapnya, Senin (25/5/2020).

Setelah lolos dari kerumunan warga, ia melaju dengan harapan tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Sesekali ia menoleh ke belakang mobil. Ibu hamil itu mulai pendarahan.

"Saya berdoa dalam hati, semoga tidak terjadi apa-apa terhadap ibu dan anak ini. Setelah tiba di rumah sakit, dokter mulai melakukan pemeriksaan. Hasilnya, detak jantung bayi melemah. Bayinya meninggal dunia," ujarnya.

Sementara salah satu keluarga korban mengaku kecewa terhadap aksi pemasangan portal oleh warga desa Hikong. Menurut dia, jika akses jalan tak ditutup, bayi saudaranya pasti tertolong.

Dia mengatakan, proses lobi oleh dua petugas medis yang memakan waktu dua jam itu, membuat kondisi ibu hamil mulai melemah akibat pendarahan hebat.

Saat pemeriksaan dokter, detak jantung bayi mulai melemah. Bayi malang itu pun tak tertolong. Namun, di saat malang itu, Tuhan menunjukkan kuasanya. Bayi yang sudah meninggal dunia itu keluar dengan sendirinya dari rahim ibunya yang sedang kesakitan, tanpa ada tindakan operasi.

"Mungkin dia tidak mau bikin susah mamanya. Ini sungguh kuasa Tuhan," ungkapnya.

Ia berharap Pemda Flotim segera membenah diri dari pengadaan fasilitas atau alat kesehatan hingga tenaga dokter ahli, agar ke depan tak ada lagi ibu hamil yang harus dirujuk ke kabupaten lain.

"Jika tidak ada pembenahan, maka risiko kematian ibu dan anak semakin besar," dia menegaskan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Puncak Kekecewaan

Desa Hikong merupakan desa yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Flores Timur. Masyarakat di desa ini sering melakukan perjalanan ke Boru untuk belanja di pasar. Jarak Hikong dan Boru sekitar 10 kilometer.

Kepala Desa Hikong Agustinus A Datus mengaku, aksi pemasangan portal itu berawal dari adanya pengaduan warganya yang tidak bisa ke Boru Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flotim karena tidak mengantongi surat keterangan rapid tes.

Dia sendiri mengalami perlakuan itu ketika hendak mengambil uang pada ATM BRI di Boru. Tanpa mengantongi surat keterangan rapid test, dia pun tidak diizinkan ke Boru.

Lebih mengecewakan lagi, kata dia, larangan bagi warga masyarakat Hikong dan pelaku ekonomi, disertai stigma sebagai pembawa virus corona.

"Warga dari Sikka tidak boleh masuk ke Flotim. Alasannya karena kita ini sebagai pembawa corona di wilayah mereka," ujarnya.

Larangan dan stigma tersebut, kata dia, bukan saja dia dengar dari pengaduan masyarakat dan pelaku ekonomi, tapi dia mendengarnya langsung dari Satgas Covid Flotim yang bertugas di Boru.

Terhadap larangan dan stigma tersebut, ia bersama warga masyarakat Hikong spontan bereaksi menutup badan jalan negara.

Dia beralasan reaksi spontan itu sifatnya mendukung kebijakan Satgas Covid Flotim. Dengan demikian, lanjut dia, pelaku perjalanan dari Flotim pun tidak perlu masuk ke wilayah administrasi Kabupaten Sikka, sehingga tidak terpapar virus corona.

Kasus kematian bayi ini kemudian dikait-kaitkan dengan penutupan badan jalan di Hikong. Pasalnya, ambulans yang membawa ibu hamil tidak bisa menempuh perjalanan normal akibat tertahan antrean panjang di Hikong.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.