Sukses

Fenomena Sunda Empire, Antara Frustasi Sosial dan Utopia

Awal 2020 ini, masyarakat dihebohkan oleh sekelompok orang yang mendirikan keraton atau kerajaan baru. Salah satunya, Sunda Empire

Liputan6.com, Bandung - Awal 2020 ini, masyarakat dihebohkan oleh ulah sekelompok orang yang mendirikan keraton atau kerajaan baru. Tak tanggung-tanggung, kelompok tersebut mengklaim dirinya sebagai perkumpulan yang mengatur pemerintahan dunia.

Kemunculan pertama soal Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah, yang mengklaim sebagai keraton penerus Kerajaan Majapahit yang akan menjadi penguasa di dunia.

Kemudian, kini muncul kelompok yang mengatasnamakan dirinya Sunda Empire-Earth Empire. Kelompok ini memprediksi pemerintahan dunia akan berakhir pada 15 Agustus 2020 mendatang

Kemunculan beberapa kelompok baru di Jawa Tengah dan Jawa Barat, ini dinilai merupakan bagian dari gerakan yang beberapa kali terjadi di Indonesia.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran Ahmad Buchori menyatakan munculnya kelompok Sunda Empire-Earth Empire bukan sesuatu yang baru.

Menurut dia, keberadaan perkumpulan yang mengklaim sebagai sistem pemerintahan dunia yang dikendalikan dari Bandung, Jawa Barat, itu merupakan cerminan dari krisis frustasi sosial yang sedang terjadi di masyarakat.

"Kalau menurut saya ini adalah fenomena krisis yang muncul karena kejenuhan atau kebuntuan sebagian warga yang mungkin mereka hilang orientasi ke depan," kata Buchori saat berbincang dengan Liputan6.com, Sabtu (18/1/2020).

Krisis yang dimaksud, kata dia, terjadi lantaran masyarakat mengalami berbagai desakan kehidupan baik dari sisi sosial maupun ekonomi.

Di saat desakan itu muncul, hadirlah seseorang yang dianggap sebagai sosok yang bisa membawa masyarakat keluar dari kesusahan. Sosok tersebut membawa janji-janji yang bisa membawa perubahan nasib masyarakat sehingga orang dengan dengan gampang menerima dan tidak berpikir kritis lagi.

"Jadi fenomena ini berangkat dari kisah peristiwa Ratu Adil. Bukan fenomena baru sebenarnya, bahkan di dunia ada gerakan milenarianisme, yang muncul setiap waktu tertentu. Gerakan ini menawarkan jalan keluar bagi kebuntuan zaman," ujar Buchori.

Sayangnya, narasi-narasi gerakan milenarianisme atau Ratu Adil tersebut, disukai sebagian besar masyarakat Indonesia. Ditambah kemunculan sosok yang diklaim sebagai pemimpin radikal itu mengiming-imingi janji surga. 

"Ketika ada orang yang tampil glamor mengaku sebagai keturunan raja dan menjanjikan harapan-harapan, mereka langsung tergiur," ujar Buchori.

Seperti diketahui, salah satu narasi yang menawarkan agar bergabung dengan kelompok Sunda Empire-Earth Empire bermula dari unggahan akun Facebook bernama Renny Khairani Miller yang diduga sebagai bagian dari perkumpulan tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pemerintah Harus Bertindak

"SUNDA EMPIRE-EARTH EMPIRE, Dalam menyambut Indonesia baru yg lebih makmur dan sejahtera, dgn system pemerintahan dunia yg dikendalikan di koordinat 0.0 di Bandung sebagai Mercusuar Dunia. Masa pemerintahan Dunia yg sekarang akan segera berakhir sampai dng tgl 15 Agustus 2020. Mari kita persiapkan diri kita utk menyongsong kehidupan yg lebih baik dan sejahtera. Agar kita tdk menjadi budak di negara sendiri dan hidup hanya untuk membayar tagihan yg terus naik dan biaya hidup yg terus melambung tinggi apalagi biaya pendidikan anak yg tdk gratis, setelah itu kita tua dan mati, terus pikniknya kapan???....." tulis Renny Khairani Miller.

Cuplikan pernyataan Sunda Empire-Earth Empire juga cukup mencengangkan. Di salah satu video yang diunggah pada 6 Juli 2019, seorang pria bernama HRH Rangga sebagai Gubernur Jenderal Nusantara mengatakan, Sunda Empire tidak ada hubungannya dengan Suku Sunda.

"Tapi ini adalah proses turun-temurun kekaisaran, dari dinasti ke dinasti, dan saat ini dinasti Sundakala," ujarnya.

"Ini terkait program pelaksanaan mengangkat proses teritorial di dalam nusantara ini, di dalamnya ada Indonesia dan di dalamnya adalah Bandung sebagai korp diplomatik dunia, bahwa pada tanggal 15 Agustus 2020 seluruh negara harus mendaftar ulang dan juga penyelesaian atas utang-utang kepada Bank Dunia," sambung pernyataan HRH Rangga.

Rangga menjelaskan tujuan Sunda Empire ini untuk menata kembali tatanan dunia untuk mencapai perdamaian dunia.

"Sunda Empire adalah tujuannya membangun terwujudnya kesejahteraan rakyat, manusia di alam jagad raya ini, kemudian membuat kedamaian dunia," katanya.

Kepala Pusat Studi Pembangunan dan Budaya di FISIP Unpad ini pun menyarankan pemerintah agar tidak menggunakan pendekatan keamanan dalam melihat fenomena kelompok Sunda Empire. Terkecuali bila perkumpulan tersebut terbukti melakukan tindakan kriminal.

"Kalau pengikutnya tertipu, itu baru perbuatan kriminal," ucap Buchori.

"Kelompok Sunda Empire itu kan ada perwira yang mengaku-ngaku sebagai keturunan raja. Narasi-narasi itulah yang yang disukai orang Indonesia," kata dia.

Buchori juga menyarankan pemerintah untuk mengatur strategi dan solusi untuk mengatasi fenomena Sunda Emperor atau kelompok sejenis.

"Untuk menyelesaikan masalah ini butuh kerja sama seluruh komponen yang ada di kita. Artinya  akademisi, pemerintah, media massa sebaiknya turut memberikan pencerdasan," ujarnya. 

Alih-alih fenomena berlarut, Buchori menyarankan pemecahan atas krisis di masyarakat. Terutamanya terkait kebutuhan saat ini yang harus terpenuhi.

"Harus dilihat dulu titik asalnya, masalahnya sebenarnya kan ada di sosial budaya. Apakah karena ekonomi, kurang percaya kepada pemerintah atau seperti apa ini yang seharusnya dilihat dulu duduk perkaranya," ucapnya.

3 dari 3 halaman

Patuhi Hukum Negara

Munculnya kelompok Sunda Empire juga ditanggapi oleh penganut kepercayaan lama di Jawa Barat. 

Bonie Nugraha Permana, salah seorang penghayat dan pengamat kebudayaan Sunda di Kota Bandung, menilai keberadaan Sunda Empire ahistoris.

"Kalau merujuk ke sejarah dalam konteks struktur kenegaraan, yang disebut tatanan dunia lama itu memang dikenal Imperium Sunda. Tapi itu terminologi yang diembuskan oleh aktivis-aktivis kesundaan yang muncul karena euforia dengan munculnya kebesaran Sunda zaman dahulu," ujar dia.

Bonie menjelaskan, di kalangan penghayat kepercayaan Sunda saja, hal-hal seperti itu sudah tidak pernah diangkat kembali. Sebab, terminologi yang dipakai dianggap sudah tidak relevan dengan zaman sekarang dan tidak mungkin diberlakukan lagi.

"Bahkan kami yang berada di wilayah praktis kebudayaan, menganggap hal-hal tersebut sebagai kegiatan yang dikhawatirkan mencoreng wajah eksistensi budaya lokal," ucapnya.

Sebagaimana diketahui, memang dalam sejarah ada Kerajaan Sunda yang merupakan kerajaan di Jawa Barat yang eksis berdiri pada kurun abad ke-10 hingga ke-16. Dilansir dari laman Kemendikbud, Kerajaan Sunda dapat dikatakan sebagai pengganti Kerajaan Tarumanagara.

Disebutkan pula, Kerajaan Sunda merupakan penghasil lada dengan kualitas bagus. Selain itu terdapat barang-barang komoditas lain yang sangat laku di pasaran.

Namun, dengan semakin terbatasnya aktivitas kemaritiman yang dilakukan menyebabkan Kerajaan Sunda runtuh.

Menurut Ketua Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) Kota Bandung ini, sejarah kebesaran Sunda zaman dulu memang perlu dilestarikan dalam cerita kepada anak cucu. Sebab terdapat nilai-nilai di balik sejarah Sunda yang bisa dijadikan acuan pada masa kini.

"Lantas, kita sikapi saja zaman sekarang dan yang akan datang sesuai apa yang diatur oleh para pemimpin kita dalam bernegara," kata Bonie.

"Sesuai salah satu ajaran Sunda bahwa kita harus Ngawulaning ka Ratu Raja, yang artinya menurutlah kepada pemimpin kita saat ini atau ikuti konsep kenegaraan yang berlaku di negara kita saat ini. Dalam konteks hukum, patuhilah hukum-hukum negara," katanya.

Simak video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.