Sukses

Kasman Singodimedjo, Jejak Perjuangan Keberagaman

Kasman Singodimedjo menjadi kunci meluluhkan para tokoh Islam untuk menghilangkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Ia juga pernah menjadi Komandan PETA (Pembela Tanah Air).

Liputan6.com, Semarang - Persatuan Indonesia seakan tengah dikoyak akhir-akhir ini. Perhelatan politik menjadi penyebab. Sepertinya sulit mencari politikus yang benar-benar setia pada cita-cita.

Kasman Singodimejo bisa menjadi suatu inspirasi. Dengan gigih dan memanfaatkan kemampuan melobi serta pengetahuannya, Kasman sukses menjaga persatuan. Langkah yang paling fundamental adalah menghapuskan tujuh kata yang berpotensi memecah umat dalam Piagam Jakarta, sebelum akhirnya disepakati menjadi Pancasila.

Dalam buku Hidup Itu Berjuang, Kasman Singodimedjo 75 Tahun ditulis bahwa Kasman Singodimedjo lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 25 Februari 1904. Ayahnya bernama H Singodimedjo, pernah menjabat sebagai penghulu, carik (sekretaris desa), dan Polisi Pamong Praja di Lampung Tengah.

Pendidikan awal ditempunya di sekolah desa di Purworejo. Selanjutnya, dia masuk Holland Indische School (HIS) di Kwitang, Jakarta. Ia pindah ke HIS Kutoarjo, kemudian ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Magelang.

Sejarawan Semarang Djawahir Muhammad yang tengah sakit bercerita bahwa saat Kasman Singodimedjo di STOVIA, ia mulai berorganisasi dengan bergabung dalam Jong Java.

"Kasman juga aktif dalam perjuangan pergerakan nasional, terutama di Bogor yang sekarang markasnya menjadi Museum Perjuangan Bogor," kata Djawahir Muhammad kepda Liputan6.com, Kamis (8/11/2018).

Kasman juga pernah ditangkap dan ditahan kolonial karena aktivitas politiknya di tahun 1940. Saat Jepang berkuasa Kasman menjadi Komandan Pembela Tanah Air (Peta). Dia juga ikut mengamankan rapat umum di Lapangan Ikada.

Jasa Kasman paling terlihat adalah saat menjelang pengesahan UUD 1945. Saat itu, terjadi permasalahan terkait tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang akan menjadi Pembukaan UUD 1945.

"Perwakilan kawasan Indonesia Timur keberatan terhadap tujuh kata 'dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.' Kasman Singodimedjo mampu menjembatani, suasananya sangat panas saat itu," kata Djawahir.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Selalu Semangat

Romo Paroki Yohanes Rasul Kutoarjo Kabupaten Purworejo, Widyo Lestari MSC juga menyebutkan bahwa sebenarnya persatuan Indonesia selalu terancam oleh politik. Persoalan pembukaan UUD 45 yang memuat tujuh kata itu, jelas berpotensi perpecahan. Dan itu adalah masalah politik.

"Tapi Pak Kasman mampu melobi Ki Bagus Hadikusumo yang gigih mempertahankan tujuh kata itu," kata Romo Widyo.

Kasman dikenal sebagai pemimpin, politikus, pejuang, dan juga ahli hukum. Ia orator ulung, sehingga nama Singodimejo sering diplesetkan menjadi Singa di mana-mana.

"Pak Kasman ini meski sudah jadi pejabat, selalu hadir dalam tiap undangan asal tak bertabrakan dengan acara lain. Enggak pernah rewel apalagi soal transportasi. Naik truk, mbonceng sepeda motor, dan lain-lain," kata Romo Widyo.

Romo Widyo juga Djawahir Muhammad berharap, keteladanan Kasman di panggung politik yang menghormati keberagaman dapat menginspirasi. Apalagi tahun politik seperti sekarang.

"Banyak ribut soal receh, remeh. Enggak substansial," kata Djawahir.

Mayjen TNI (Purn.) Prof.Dr.Mr. H.R. Kasman Singodimedjo akhirnya mendapat gelar sebagai pahlawan nasional yang diumumkan Presiden Joko Widodo. Kasman meninggal dunia 25 Oktober 1982 pada usia 78 tahun.

Simak video menarik berikut : 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.