Sukses

Makin Beringas, Pekanbaru Butuh Rambu Peringatan Bahaya Buaya

Kasus terakhir kuli tual sagu diserang buaya hingga hilang beberapa hari. Saat ditemukan jasadnya sudah tidak utuh lagi.

Liputan6.com, Pekanbaru - Sebagian besar sungai di Riau dinyatakan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau masih menjadi habitat buaya. Tak jarang satwa dari zaman purbakala ini muncul ke permukaan, bahkan menyerang warga yang beraktivitas di sungai hingga menelan korban jiwa.

Kasus terbaru terjadi di Desa Mekar Sari, Kabupaten Kepulauan Meranti. Kuli tual sagu diserang hingga hilang beberapa hari, lalu ditemukan jasadnya sudah tidak utuh. Belum lagi, kasus beberapa bulan lalu di Kabupaten Rokan Hilir dan Kuantan Singingi.

Meski banyak penyerangan, tapi pemerintah setempat tidak juga memasang rambu-rambu sebagai tanda ada buaya yang membahayakan di sungai. Begitu juga rambu untuk peringatan bagi warga supaya mengurangi aktivitasnya di sungai.

Hal ini menjadi perhatian bagi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau. Pemerintah setempat diminta memasang rambu sabagai antisipasi supaya tidak banyak korban lagi.

"Tidak perlu menunggu BBKSDA memasang, pemerintah daerah misalnya camat dan desa bisa memasang karena biayanya tidak mahal," sebut Kepala Bidang I BBKSDA Riau Mulyo Hutomo kepada Liputan6.com di Pekanbaru, Kamis (1/11/2018) siang.

Baru-baru ini, Hutomo menyebut pihaknya sudah memasang rambu-rambu tanda ada buaya di Kabupaten Kuantan Singingi. Hal itu dilakukan setelah adanya tiga kali penyerangan warga oleh buaya di sungai.

Pemerintah daerah lainnya, seperti Kota Pekanbaru, tambah Hutomo, sudah saatnya memasang rambu di Sungai Siak. Apalagi di sungai terdalam di Sumatera ini sudah beberapa kali dilaporkan muncul buaya.

"Lurah dan camat bisa memasang, sebelum ada korban," kata Hutomo.

Untuk Kabupaten Kepulauan Meranti, Hutomo menyebut sungai-sungai di sana sudah dalam kategori wajib dipasang tanda peringatan. Pasalnya, di daerah ini paling sering terjadi serangan yang menyebabkan korban jiwa.

"Meranti sudah wajib, nanti dikordinasikan sama pemerintah setempat," katanya.

Menurut Hutomo, buaya yang menyerang warga Kepulauan Meranti beberapa hari lalu diduga jenis muara. Buaya ini biasanya lebih ganas dari jenis lainnya karena tidak hanya memangsa ikan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Empat Sungai Habitat Buaya

Lebih jauh Hutomo menerangkan, di Riau ada empat sungai besar utama yang menjadi habitat buaya, yaitu Sungai Rokan, Siak, Kampar, dan Indragiri. Ada dua jenis buaya yang mendiaminya, yaitu muara dan senyulong.

Buaya muara biasanya hidup dan berkembang di muara-muara sungai dan semakin ke hulu populasinya semakin kecil. Sementara buaya jenis senyulong mendominasi bagian hulu sungai.

"Yang di Sungai Siak itu buaya senyulong. Cirinya adalah mulutnya panjang dan lebih kecil dari buaya muara. Kalau di Meranti, itu muara," kata Hutomo.

Hutomo menyatakan, konflik manusia dengan buaya tergolong sulit diatasi. Proses evakuasi buaya juga tidak mudah karena kemunculannya yang susah ditebak.

Ia mengatakan, sifat alami buaya sangat jarang menjadikan manusia sebagai sasaran. Kebiasaan manusia lah yang menurut dia kerap memicu serangan buaya.

"Dalam pemantauan kami serangan buaya terjadi secara insidentil, biasanya karena masyarakat tidak menyadari wilayah perairan tersebut habitat buaya," katanya. 

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.