Sukses

Asa Warga Banyumas Berbagi Mata Air di Tengah Keruhnya Sungai Prukut

Salah satu opsi mengatasi dampak krisis air bersih akibat proyek PLTP Baturraden adalah memanfaatkan Tuk Siluman.

Liputan6.com, Banyumas - Akhir Oktober 2018 ini, Banyumas, Jawa Tengah, memasuki musim penghujan. Layaknya awal musim, hujan masih sporadis dengan intensitas ringan hingga sedang.

Akan tetapi, ternyata hujan itu telah menyebabkan Sungai Prukut dan sejumah sungai lain yang berhulu di lereng Gunung Slamet berubah keruh. Dugaannya akibat proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi atau PLTP Baturraden. Air pun tak lagi bisa digunakan sebagai sumber air bersih.

Salah satunya terjadi di Desa Panembangan Kecamatan Cilongok. Akibatnya, warga Kelimpungan.

Padahal, curah hujan yang minim juga belum cukup untuk membuat sumur warga terisi. Kemarau panjang telah membuat mata air di sumur warga benar-benar kerontang.

Ketua Paguyuban Air Bersih Desa Panembangan, Kartun mengatakan, keruhnya sungai Prukut akibat proyek PLTP Baturraden membuat warga tak lagi bisa menggunakan air sungai untuk suplai air bersih. Di sisi lain, sumur warga juga kering.

Kemarau panjang juga menyebabkan sumber air bersih warga mata air atau Tuk Sudem di Desa Sambirata berdebit kecil. Debit mata air ini tak cukup untuk memenuhi kebutuhan 1.000 an pelanggan yang tersebar di Desa Panembangan, Sikidang, Pernasidi, dan Kalipancur.

Dan pengelola air bersih memberlakukan sistem bergilir. Itu pun tetap tidak bisa menjangkau keseluruhan pelanggan.

Tuk Sudem dimanfaatkan sebagai sumber air bersih usai Sungai Prukut keruh terdampak eksplorasi PLTP Baturraden. Mata air ini adalah kompensasi dari PT SAE, sebagai pelaksana proyek geothermal ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Antara Tuk Sudem dengan Tuk Siluman

Pada kemarau lalu, paguyuban air bersih sempat kembali menggunakan Sungai Prukut dari saluran lawas. Akan tetapi, seturut musim hujan, air Sungai Prukut tak lagi layak digunakan.

"Jadi suplai untuk air bersih untuk masyarakat kekurangan. Sedangkan air Sungai Prukut sudah tidak digunakan untuk minum," katanya kepada Liputan6.com, Jumat malam, 26 Oktober 2018.

Ia juga heran, mata air yang biasanya tak pernah sampai telat kini banyak yang mati atau berkurang debitnya secara drastis. Sebagian kalangan menduga, material banjir besar setahun lampau menyebabkan pori tanah tertutup dan menyebabkan mata air terganggu.

Dugaan itu menguat lantaran sumber air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) pun terganggu. Pelanggan PDAM juga mengeluh tak teraliri air lantaran kecilnya debit.

"Yang sumber PDAM itu kan, yang di Karangtengah itu banyak sekali sumbernya. Itu sampai kekurangan," dia menjelaskan.

Melihat kondisi ini, Kartun berharap pemerintah maupun PT SAE mengantisipasi kejadian serupa di masa mendatang dengan menyiapkan sumber air bersih yang lebih besar dan tentu tak terdampak proyek PLTP Baturraden.

Salah satu opsi untuk mengatasi dampak krisis air bersih akibat proyek PLTP Baturraden yang paling mungkin dilakukan adalah dengan memanfaatkan Tuk Siluman, di wilayah Karangtengah, yang berdekatan dengan Curug Cipendok. Melihat debitnya, dia yakin mata air ini cukup untuk memenuhi kebutuhan warga, walau pun dilanda kemarau panjang seperti saat ini.

Dia pun yakin, warga Karangtengah akan legowo mempersilakan mata air ini digunakan untuk kepentingan saudara-saudaranya di desa-desa lain yang kekurangan air bersih. Lagi pula, mata air ini pun berada di kawasan Perhutani meski secara administratif merupakan pangkuan Karangtengah.

"Saya dulu pun sempat heran, kok yang jadi kompensasi Tuk Sudem. Karena lebih kecil dan rawan kekurangan saat kemarau panjang," dia menjelaskan.

3 dari 3 halaman

Kompensasi yang Disiapkan Pelaksana Proyek PLTP Baturraden

Juru Bicara PT SAE, Riyanto Yusuf mengatakan, saat ini tengah mendata dampak apa saja yang terjadi usai hujan deras awal pekan lalu. PT SAE juga tengah menelusuri penyebab utama keruhnya sejumlah sungai tersebut.

Meski begitu, dia menduga keruhnya aliran sungai disebabkan oleh sisa sedimentasi dari ekplorasi awal berupa pembukaan lahan untuk membangun jalan. Tanah dan material lain terbawa hingga tengah hutan atau aliran-aliran air.

Saat turun hujan deras, sedimen itu kembali hanyut terbawa aliran sungai hingga ke wilayah permukiman penduduk di wilayah hilir dan menyebabkan air keruh.

"Sekarang kan aktivitas di atas itu kan pembuatan jalan sebenarnya sudah tidak ada ya, Mas. Sudah tidak ada pekerjaan konstruksi," jelasnya.

Menurut dia, saat ini PT SAE tak lagi membangun jalan atau infrastruktur lain yang berpotensi berdampak keruhnya sungai. Kegiatan saat ini adalah pengeboran di Well Pad F, setelah pengeboran di Well Pad H dihentikan.

"Jadi untuk infrastrukturnya kita hanya maintenance saja," dia mengungkapkan.

Dia pun mengakui, air keruh menyebabkan warga tak bisa menggunakan aliran sungai. Sebab itu, PT SAE mengirimkan bantuan air bersih ke wilayah terdampak.

"Kita sedang pendataan, terus kita memberikan bantuan air bersih, truk tangki air bersih suplai untuk masyarakat," ujarnya.

Menurut Riyanto, hingga saat ini PT SAE belum menerima aduan resmi dari masyarakat mengenai dampak air keruh yang menjadi sumber air utama kolam dan aktivitas ekonomi lainnya.

Namun begitu, PT SAE akan mendata dampak ke masyarakat dan bakal memberikan kompensasi. Itu termasuk sawah penduduk yang kini berkurang kesuburannya akibat tertimpa material pasir.

"Kalau yang sawah belum. Datanya belum masuk," ucapnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.