Sukses

Polemik Larangan Berhijab Peserta Solo Menari

Meski sudah meralat surat edaran larangan penggunaan jilbab, standar yang ditetapkan sebagai peserta seakan memaksa penari tidak menggunakan jilbab.

Solo - Acara Solo Menari menuai kontroversi. Hal ini terkait dengan adanya Surat Edaran dari Pemerintah Kota Solo, Jawa Tengah, ke sekolah-sekolah yang menyatakan larangan penggunaan hijab bagi peserta yang akan mengikuti kegiatan itu.

Dalam Solo Menari 2018, akan ditampilkan Tari Gambyong dengan 5.000 penari di arena Car Free Day (CFD) Solo, Minggu, 29 April 2018. Agenda ini bertepatan dengan Hari Tari Dunia 29 April yang digarap Dinas Kebudayaan Solo.

Sejumlah pihak khususnya orangtua dan siswa di Solo mengeluhkan larangan mengenakan jilbab tersebut. Salah satu wali murid sebuah SMPN di Solo, Sri Endang Ningsih, mengatakan keponakannya sempat kecewa berat karena batal ikut acara Solo Menari di arena CFD. Hal ini lantaran ia tidak boleh memakai jilbab saat menari Gambyong nanti.

"Dia kan disuruh ikut Tari Gambyong itu dari sekolah. Tapi, setelah itu gurunya bilang sesuai aturan enggak boleh pakai kerudung. Ia akhirnya agak mutung. Harusnya aturannya jangan memaksa seperti itu, ini memberatkan dan melanggar privasi," ujarnya kepada Solopos.com, Rabu, 25 April 2018.

Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA/MA Kota Solo sempat mengeluarkan surat edaran terkait pengerahan siswa untuk kegiatan Solo Menari 2018 tertanggal 12 April 2018. Di SE pertama yang ditujukan Kepala SMA di Solo itu disebutkan sekolah diminta mengirimkan siswinya (tidak berhijab) untuk mengikuti agenda budaya dan wisata Solo ini.

Namun demikian, MKKS kemudian langsung meralat SE tersebut dengan menghapus kata-kata dalam kurung (tidak berhijab) hari itu juga. Meskipun begitu, pelarangan peserta berhijab ini seakan diperkuat dengan petunjuk teknis (juknis) dari Dinas Kebudayaan mengenai ketentuan peserta Tari Gambyong 5.000 penari.

Dalam ketentuan ini disebutkan standar minimal pakaian Gambyong antara lain menggunakan sanggul, kemben, selendang atau sampur, jarit lereng warna dasar cokelat, dan tidak menggunakan manset.

Baca berita menarik lainnya dari Solopos.com di sini.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Salah Komunikasi

Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Solo turut menyayangkan kebijakan Pemkot Solo terkait ketentuan peserta Solo Menari 2018. Anggota FPKS sekaligus Wakil Ketua DPRD Solo mengatakan meskipun SE itu sudah ditarik dan direvisi, di lapangan terdapat sekolah yang tetap melarang siswi berhijab turut serta dalam kegiatan Solo Menari.

Menurutnya, bahkan ada guru yang secara tegas melarang, sehingga siswi berhijab yang awalnya sudah akan mengikuti kegiatan tersebut harus mundur dan tidak jadi ikut serta dalam ajang budaya dan wisata tahunan Pemkot Solo ini.

"Pelarangan siswi berhijab dalam kegiatan Solo Menari ini adalah bentuk diskriminasi yang melanggar UUD 1945 Pasal 29 ayat (2) yang menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya bagi warga negara menjalankan keyakinan ajaran agamanya. Berhijab adalah bentuk keyakinan menjalankan agama dalam setiap kondisi dalam menari sekali pun," tuturnya.

Di sisi lain, perlu kebijaksanaan dari leading sector kegiatan Solo Menari, yakni Dinas Kebudayaan Kota Solo untuk membuat juknis yang mengakomodasi siswi berhijab agar bisa berpartisipasi dalam kegiatan Solo Menari tanpa melepaskan hijab.

"Kegiatan kolosal ini tidak sepenuhnya profesional yang memiliki standar pakaian tersendiri. Sebagai kegiatan kolosal yang bersifat massal, semestinya panitia lebih mengedepankan permakluman seperti modifikasi pakaian bagi peserta yang berhijab," paparnya.

Sementara itu, Ketua MKKS SMA/MA, Makmur Sugeng, menjelaskan SE itu dibuat berdasarkan hasil rapat koordinasi dengan penyelenggara atau panitia Solo Menari (Disbud). Meskipun begitu, SE itu sudah direvisi serta diklarifikasi perihal keterangan hanya siswa tidak berhijab yang boleh ikut menjadi peserta Tari Gambyong tersebut.

"Hal ini sudah kami luruskan dan hanya soal kesalahpahaman komunikasi saja. SE juga telah kami ralat saat itu juga. Dari sekolah-sekolah juga memberikan banyak masukan akan kebijakan ini," katanya.

Kepala Dinas Kebudayaan Solo, Kinkin Sultanul Hakim, menjelaskan tak pernah melarang peserta Solo Menari mengenakan hijab. Dalam hal ini Disbud ingin menampilkan Tari Gambyong pakem tradisional dalam peringatan Hari Tari Dunia. Maka dari itu, ketentuannya dibuat mengacu pada Tari Gambyong pakem, yakni penari memakai kemben dan bersanggul.

"Kami ingin menampilkan Tari Gambyong pakem dulu sehingga merujuknya dengan konsep tradisional. Ini bukan berarti mereka yang ikut acara ini tidak boleh berhijab. Target kami 50 persen dari peserta Tari Gambyong yang pakem, ini sudah terpenuhi," jelasnya.

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.