Sukses

Aksi Serba Hitam di Taman Cikapayang Bandung

Aksi serba hitam digelar sebagai simbol bahwa September tak lagi ceria. Banyak sejarah kelabu Indonesia terjadi di bulan ini.

Liputan6.com, Bandung - Sebanyak sembilan orang yang terdiri dari penggiat hukum, lingkungan dan aktivis menggelar aksi di Taman Cikapayang Bandung, Jumat, 22 September 2017. Dalam aksi ini mereka menggunakan jubah serba hitam dan membawa spanduk bertuliskan 'Gulita'.

Selain itu, massa juga membawa sejumlah poster bertuliskan 'Tuntaskan Penggantian Hak Rakyat Jatigede', 'Stop Perampasan Tanah Rakyat', 'Cabut Izin PLTU Batu Bara Cirebon', 'Stop Pelanggaran Hak Asasi Manusia' dan 'Stop Kriminalisasi Aktivis'.

Saat aksi berlangsung, massa yang terdiri dari Walhi Jabar, PHBI, AJI Bandung, Pembebasan dan mahasiswa itu tak ada yang berorasi. Mereka hanya berdiri di sekitar taman sambil membawa spanduk dan poster. Aktivitas masyarakat di sekitar taman pun tetap berlangsung seperti biasa.

Menurut koordinator kegiatan, Astro, aksi itu berkaitan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Dia menilai, September merupakan bulan kelam dalam sejarah Indonesia. Banyak kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM yang terjadi pada September.

Beberapa di antaranya kerusuhan Tanjung Priok, puluhan orang dibunuh karena dianggap subversif terhadap pemerintah. Pada 24 September 1999, pemerintah juga dinilai bertindak represif terhadap mahasiswa dan masyarakat yang menggelar protes, puluhan orang terbunuh, dan ratusan orang mengalami luka-luka. Tak ketinggalan, aktivis HAM Munir dibunuh pada September 2004.

Astro menyebut aksi serba hitam itu sebagai bentuk kampanye yang dinamakan 'Gulita'. Selain di Bandung, kampanye ini serentak dilaksanakan di beberapa kota seperti di Jawa Tengah, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jakarta, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat.

Dalam aksi ini mereka juga menuntut beberapa hal yakni:
Pertama, menuntut negara untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat/kejahatan kemanusiaan sehingga hal tersebut tidak menjadi hantu bagi bangsa Indonesia dan menjadi warisan kelam bagi generasi yang akan datang.

Kedua, menuntut negara untuk menyediakan sarana yang efektif dan efesien ketika terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia, saat ini mekanisme peradilan, mekanisme administratif dan legislatif seringkali mengabaikan prinsip-prinsip pelanggaran HAM.

Ketiga, memperkuat peran-peran lembaga negara yang mendorong pemajuan hak asasi manusia, demokrasi dan anti korupsi. Lembaga negara seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman, Komisi Pengawas Penegak Hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi masih ditempatkan seperti anak tiri yang hanya menjadi hiasan bagi negara.

Keempat, menjamin perlindungan terhadap orang-orang yang memperjuangkan dan melaksanakan hak asasinya. Banyak para penggiat hak asasi manusia, ataupun orang-orang memperjuangkan hak asasinya harus berujung pada kriminalisasi, intimidasi dan minimnya perlindungan.

Kelima, mendorong pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap arti penting hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik dengan cara memasukkan di dalam pendidikan formal, informasi yang objektif serta praktik kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.