Liputan6.com, Yogyakarta - Warung Ayam Goreng Mbah Cemplung terkenal di Yogyakarta. Warung ini telah menjadi legenda setelah masakan ayam gorengnya diberi label nikmat oleh para pemburu kuliner.
Sejak dekade 1970-an ayam goreng ala Mbah Cemplung ini telah memiliki tempat di hati penikmat kuliner ayam goreng. Bahkan, ayam goreng ala Mbah Cemplung ini tak jarang menginspirasi warung makan ayam goreng lainnya di Yogyakarta.
Heru, warga Condong Catur, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengaku terinspirasi membuka warung ayam goreng sederhana di wilayahnya. Walaupun rasa tidak seperti Mbah Cemplung, ide membuat ayam goreng sendiri itu datang dari warung terkenal tersebut. Ia pun memulai membuat ayam goreng dan dijual di sekitar.
"Mungkin warung ayam goreng yang besar itu juga idenya dari Mbah Cemplung. Ya, kalau rasa tetap bedah," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (15/8/2017).
Baca Juga
Adapun Warung Ayam Goreng Mbah Cemplung ini berada di Sendang Semanggi, Sembungan, Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu pengelola warung, Tri Widayat, menjelaskan Mbah Cemplung yang menjadi pelopor dan kreator ayam nikmat ini bukanlah nenek kandung atau saudaranya.
Waktu itu, menurut dia, Mbah Cemplung yang memiliki nama asli Mbah Rejo pergi ke Semarang. Setelah pulang dari Semarang, ia memutuskan pulang ke Yogya dan mencari tempat untuk jualan.
Tempat itu tidak jauh dari rumahnya, yaitu tempat ziarah di Sendang Semanggi. Mbah Rejo sendiri berasal dari Kampung Cemplung dekat dengan Pabrik Gula Madukismo, Kasihan, Bantul. Karena itulah, namanya Mbah Cemplung alias simbah dari Cemplung.
"Kan banyak pengunjungnya, dia jualan minuman dan kacang rempeyek. Terus nambah ayam dua tiga ekor," tutur Tri Widayat yang akrab disapa Dayat tersebut.
Advertisement
Menurut dia, perbedaan mendasar dari ayam goreng ala Mbah Cemplung adalah dari segi citra rasa. Rasa inilah yang membuat ratusan penikmat kuliner setiap hari datang ke warungnya kini. Rincinya, rasa asin gurih yang membuat ayam gorengnya diterima semua kalangan. Mulai dari anak kecil hingga kalangan lanjut usia atau lansia.
"Istimewanya beda dari lain itu ambilnya ayam yang gede-gede di atas 1,5 kilogram sampai dua kilogram ayam Jawa asli kampung liar," kata Tri.
Rasa ayam goreng Mbah Cemplung pun agak berbeda dengan ayam goreng lain. "Kalau Jogja kan manis, kita asin gurih. Cenderung diterima oleh semua orang," katanya.
Dayat mengaku, setiap hari setidaknya ada seratus ekor ayam yang dijualnya. Jumlah itu sudah termasuk dengan jumlah ayam yang dijual di satu warung cabangnya di Madukismo.
Jumlah itu bahkan bisa meningkat tiga kali lipat seiring hari libur panjang atau akhir pekan. Ia mengambil langsung dari petani dan warga sekitar untuk ayam yang digoreng.
"Rebus ya dua kali. Hari ini kita motong, direbus, diinapkan satu malam. Besok pagi, baru siap jual, jadi rasanya sampai dalam," ujarnya.
Dayat mengatakan pula, pilihan ayam Jawa liar yang dijualnya demi menjaga cita rasa. Sebab, jika ayam yang dibelinya bukanlah ayam Jawa liar, maka akan terlihat saat direbus.
"Kalau diperhatikan ada bedanya. Kalau ayam Jawa super itu terlalu empuk," kata dia.
Setiap hari, imbuh Dayat, ia berjualan menu ayam goreng dengan minuman khas Bantul, seperti wedang uwuh, sarsaparila hingga minuman umumnya. Adapun Warung Ayam Goreng Mbah Cemplung bisa dikunjungi mulai pukul 08.00 hingga 19.00 WIB. Khusus Senin dan Selasa, warung makan ayam goreng itu hanya buka hingga pukul 17.00 WIB.
"Harga per porsi dari Rp 20 ribu hingga Rp 40 ribu. Kalau utuh (daging satu ekor ayam) Rp 110 ribu hingga Rp 180 ribu," ujarnya.