Sukses

Ini Hukum Batalkan Puasa Ramadan Bagi Tenaga Medis Covid-19

Asupan gizi perlu dijaga dan dikonsumsi para tenaga medis secara teratur. Terlebih pada saat yang bersamaan mereka juga harus menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan.

Liputan6.com, Jakarta Tenaga medis dan perawat rumah sakit yang menangani pasien Covid-19 tidak memiliki jaminan bebas dari penularan meski telah menerapkan secara disiplin protokol keselamatan Covid-19.

Karenanya asupan gizi yang memadai perlu dijaga dan dikonsumsi para tenaga medis secara teratur. Terlebih pada saat yang bersamaan mereka juga harus menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan ini. 

Dalam pandangan fiqih, seperti dikutip dari nu.or.id, para tenaga medis ini sebenarnya tidak termasuk yang dibolehkan untuk berbuka puasa. Mereka yang dibolehkan untuk berbuka puasa adalah pasien atau orang sakit dan orang yang menempuh perjalanan.

Mereka dapat berbuka puasa bila aktivitasnya dalam menjalankan tugas mengharuskan untuk menjaga asupan gizi dan makanan yang memadai serta teratur. Hal ini dimaksudkan agar meningkatkan daya ketahanan tubuh dari Covid-19.

Misalnya saat dalam situasi darurat, yaitu menyelamatkan nyawa orang lain. Asupan gizi tersebut dibutuhkan untuk membantu ketahanan tubuh mereka di tengah langkah penyelamatan jiwa pasien.

قالوا لو رأى الصائم في رمضان مشرفا على الغرق ونحوه ولم يمكنه تخليصه الا بالفظر ليتقوى فأفطر لذلك جاز بل هو واجب عليه ويلزمه القضاء وفى الفدية وجهان مشهوران (أصحهما) باتفاقهم لزومها كالمرضع (والثاني) لا يلزمه كالمسافر والمريض والله تعالي اعلم

Artinya, "Mereka mengatakan, jika orang yang berpuasa di bulan Ramadan melihat seseorang hampir tenggelam dan (bahaya mengancam) lainnya–yang tidak mungkin untuk melakukan penyelamatannya tanpa berbuka puasa agar fisik kuat–, maka ia boleh berbuka puasa karena itu boleh baginya. Bahkan pembatalan puasa itu wajib baginya. Ia kemudian wajib mengqadhanya.

Adapun terkait fidyah, ada dua pendapat yang masyhur. Pendapat yang ashah menyatakan kewajiban fidyah seperti orang menyusui yang membatalkan puasa. Pendapat kedua, tidak wajib fidyah seperti musafir dan orang sakit. Wallahu a’lam," (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah: 2010 M], juz VI, halaman 293). 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Konsekuensi Hukumnya

Sementara, terkait konsekuensi hukumnya, tenaga kesehatan dan perawat pasien Covid-19 yang membatalkan puasanya di bulan Ramadan harus mengganti (qadha) puasa di luar Ramadan sejumlah hari yang ditinggalkan.

فرع لو رأى مشرفا على الهلاك بغرق أو غيره وافتقر في تخليصه الفطر فله ذلك ويلزمه القضاء وتلزمه الفدية على الأصح أيضا كالمرضع

Artinya, "Satu cabang masalah. Jika seseorang (yang berpuasa di bulan Ramadan) melihat seseorang hampir binasa karena tenggelam atau sebab (bahaya mengancam yang) lainnya–sementara dalam upaya penyelamatannya membutuhkan berbuka puasa–, maka ia boleh berbuka puasa dan ia wajib mengqadhanya. Ia juga wajib membayar fidyah menurut qaul yang ashah seperti orang menyusui (yang membatalkan puasa)," (Lihat Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz II, halaman 267).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.