Sukses

Meski Dilanda Corona, Warga Pakistan Tetap ke Pasar dan Masjid Saat Ramadan

Pakistan, pada Sabtu 25 April 2020, merayakan hari pertama bulan suci Ramadan dengan berbondong-bondong ke masjid dan pasar.

Liputan6.com, Islamabad - Pakistan, pada Sabtu 25 April 2020, merayakan hari pertama bulan suci Ramadan dengan berbondong-bondong ke masjid dan pasar, mengabaikan saran untuk tetap di rumah ketika kasus virus corona meningkat.

Perdana Menteri Imran Khan berada di bawah tekanan untuk penanganan krisis virus corona, setelah menyebabkan kebingungan dengan mengatakan Pakistan tidak mampu memberlakukan jenis pembatasan atau lockdown yang terlihat di negara-negara lain.

Pemerintahannya juga menyerah pada tekanan kelompok agama, memungkinkan salat setiap hari dan tarawih di masjid-masjid selama Ramadan, meskipun dengan beberapa langkah perlindungan di tempat, demikian seperti dikutip dari Gulf News, Minggu (26/4/2020).

Dalam bentuk pembangkangan terhadap kepemimpinan Khan, militer Pakistan yang kuat pada Jumat 24 April mendesak orang-orang untuk berdoa di rumah selama pandemi virus corona, memperingatkan "15 hari ke depan adalah penting".

Tetapi saran itu sebagian besar diabaikan atau diremehkan di sebagian besar negara, rumah bagi sekitar 215 juta orang yang sering tinggal di tempat-tempat yang sempit selama lintas generasi.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Keramaian Massa Saat Ramadan

Di Rawalpindi, kota garnisun yang berbatasan dengan Islamabad, ribuan pembeli memadati pasar-pasar populer, beberapa tanpa mengenakan alat pelindung, untuk membeli makanan untuk makan malam berbuka puasa yang merayakan akhir puasa setiap hari.

Pemandangan serupa terjadi di kota barat laut Peshawar dan di kota timur Lahore.

Muneeb Khan, 27, mengatakan dia sudah muak dengan mengenakan masker dan sarung tangan.

"Berapa lama kita akan memakainya? Saya bosan, sekarang tergantung pada suasana hati saya, kadang-kadang saya memakainya dan kadang tidak," katanya kepada AFP ketika ia berbelanja di apotek.

Di masjid-masjid Islamabad, para jamaah jauh lebih sedikit dari biasanya di hari pertama Ramadan, tetapi di tempat lain pedoman pembatasan sosial dan larangan jamaah yang berusia tua diabaikan secara luas.

Zafar Mirza, penasihat khusus perdana menteri untuk kesehatan, mengecam orang-orang yang tetap ke pasar dan memohon agar orang-orang tetap di rumah.

"Ini bertentangan dengan pedoman dan arahan pemerintah," katanya kepada wartawan.

"Pakistan sedang melewati fase yang sangat penting dan jika kita tidak mengambil tindakan pencegahan, penyakit ini akan melonjak dengan sangat cepat."

Asosiasi dokter setempat telah berulang kali meminta pemerintah untuk memberlakukan kuncian komprehensif ketika tekanan tumbuh pada sistem kesehatan negara yang sudah berjuang.

Sejauh ini, Pakistan telah mencatat lebih dari 12.000 infeksi COVID-19 yang dikonfirmasi dan 256 kematian - tetapi dengan tes terbatas, angka sebenarnya diyakini jauh lebih tinggi.

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO telah memperingatkan bahwa tanpa intervensi yang efektif, kasus-kasus Pakistan dapat melonjak hingga 200.000 kasus pada pertengahan Juli.

"Dampak terhadap ekonomi bisa sangat menghancurkan, menggandakan jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan. Kita harus bertindak dalam solidaritas, dengan pendekatan yang terkoordinasi dan koheren," kata Sekjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, di Twitter.

Asad Umar, yang memimpin satuan tugas virus corona nasional Pakistan mengatakan kepada wartawan bahwa pihak berwenang telah menyetujui "smart lockdown" yang bertujuan mengetes orang, kemudian melacak atau mengkarantina mereka yang positif.

"Ramadan adalah bulan yang menentukan," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.