Sukses

Suhu Arab Saudi Lebih Dingin Saat Puasa Ramadan 2018

Tahun ini awal Ramadan bertepatan dengan musim semi sehingga cuaca lebih dingin.

Liputan6.com, Jeddah - Muslim di Arab Saudi memulai hari pertama puasa Ramadan 2018 pada Kamis 17 Mei lalu. Cuaca di sana dilaporkan sedikit lebih dingin pada awal bulan suci ini, daripada beberapa tahun sebelumnya -- setidaknya pada pagi dan malam hari.

Menurut Dr. Khalid Al-Zaaq, anggota Uni Arab untuk Ilmu Astronomi dan Luar Angkasa, periode Ramadan paling panas telah berakhir.

"Saudi terakhir berpuasa Ramadan dalam cuaca panas pada musim panas 2014," kata astronom terkenal itu seperti dikutip dari Arab News, Jumat (18/5/2018). 

"Sejak itu, suhu mulai berangsur-angsur turun dan terasa lebih rendah mulai 2015," imbuh Al-Zaaq. 

Sementara itu, menurut Dr. Abdullah Al-Misnid, profesor geografi di Qassim University, orang-orang Saudi mengalami Ramadan yang panas dari September 2007 hingga Juni 2015. Saat itu suhu mencapai 40 derajat Celsius dan 43 derajat Celsius.

Suhu tertinggi yang tercatat di Arab Saudi selama 45 tahun terakhir adalah 53 derajat Celsius, berada di Al-Ahsa dan Al-Kharj selama musim panas 2015.

Namun, suhu di Arab Saudi berbeda dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Suhu musim panas rata-rata di kota-kota pesisir Mekah dan Jeddah mungkin hanya 37 derajat Celsius, tetapi daerah-daerah pesisir pantai mungkin jauh lebih lembap daripada kota-kota pedalaman di negara itu.

Awal Musim Semi

Tahun ini awal Ramadan bertepatan dengan musim semi. Saat Arab Saudi biasanya dilanda  badai pasir, mulai dari katagori ringan, berdebu hingga jarak pandang rendah sedang atau berat dan angin yang mengerikan.

Suhu minimum di Riyadh tercatat 33 derajat Celcius.

Situasi Ramadan yang dingin mengingatkan kita pada musim puasa Ramadan yang lebih dingin pada 1988 hingga 1997.

Al-Zaaq mengatakan kepada Arab News bahwa pada tahun 1988, sejumlah wilayah di dekat Kerajaan mengalami suhu yang sangat rendah.

"Namun, bagian utara negara itu menyaksikan suhu terendah yang tercatat pada tahun 1992. Pada tahun itu merkuri turun ke level kritis," jelas Al-Zaaq.

Di sisi lain, ia menambahkan, suhu tertinggi di Kerajaan itu tercatat pada 1986, 2007, dan 2012.

"Gelombang panas seperti itu berulang sekali setiap empat tahun, dan ini normal."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Cuaca Lebih Dingin

Al-Zaaq menunjukkan bahwa Ramadan tahun ini datang di akhir musim panas. Kondisi ini akan berlangsung selama tiga tahun ke depan.

Pada 2023, Ramadan akan jatuh di akhir musim dingin. Dia mengatakan bahwa tujuh tahun dari sekarang, Ramadan akan berlangsung pada awal musim dingin dan akan terus terjadi selama sembilan tahun.

Salih Farhah, seorang pegawai sektor pemerintah berusia 46 tahun, mengatakan orang-orang biasa bersukacita ketika mengetahui bahwa Ramadan akan berada di musim dingin. Sebab hari lebih pendek dan suhu lebih dingin sehingga menjalani puasa lebih mudah.

Farhah menambahkan bahwa ibunya sangat disiplin ketika menyangkut masalah agama, dan dia tidak akan mengizinkannya minum air putih saat Ramadan pada siang hari kecuali ketika khawatir putranya akan jatuh pingsan.

"Saya ingat ketika berusia 9 atau 10 tahun di lingkungan Al-Hindawiyah, almarhumah ibu saya meminta agar tidak makan atau minum pada siang hari Ramadan. Suatu hari dia menyadari bahwa saya dehidrasi. Dengan penuh kasih, ia mengizinkan saya minum seteguk," kata Farhah.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini