Sukses

Sahar-khwani, Tradisi Menabuh Gendang Penanda Sahur di Kashmir

Mohammad Rafiq Wani, mulai berjalan sepanjang jalan Pampore dan membangunkan umat muslim di wilayah tersebut untuk sahur.

Liputan6.com, Kashmir - Selama bulan suci Ramadan, tradisi menabuh gendang penanda waktu sahur lekat dengan masyarakat Indonesia. Ternyata, hal yang sama juga populer di wilayah Kashmir, India.

Ketika kebanyakan warga Kashmir terlelap dalam tidur mereka, Mohammad Rafiq Wani, mulai berjalan sepanjang jalan Pampore. Hal itu ia lakukan sebagai penanda bahwa waktu sahur telah tiba.

Sahar-khwani atau panggilan sahur dengan menabuh gendang, merupakan tradisi ratusan tahun yang dilakukan oleh warga muslim setempat selama Ramadan.

Walaupun peringatan sahur telah diumumkan menggunakan pengeras suara dan banyak muslim menggunakan jam digital untuk membangunkan mereka, namun tradisi sahar-khwani masih tetap dijalankan.

Seperti dikutip dari BBC, Sabtu (2/7/2016), kebanyakan penabuh gendang adalah orang tidak mampu. Rafiq (39) tinggal di sebuah bangunan yang memiliki 2 kamar tidur beserta dengan istri, anak-anaknya, serta ibu dan saudara laki-lakinya.

Rafiq menjadi penabuh gendang sahur sejak 7 tahun yang lalu, menggantikan penabuh sebelumnya yang meninggal.

Setiap malam, pada pukul 02:00 dini hari, Rafiq bersama sepupunya berjalan mengelilingi kampung, sambil memukul gendang ia membangunkan orang-orang untuk sahur.

Mohammad Rafiq Wani, mulai berjalan sepanjang jalan Pampore dan membangunkan umat muslim di wilayah tersebut untuk sahur (BBC).

"Jalanan di kampung ini sepi di malam hari. Situasi politik di Kashmir begitu 'rapuh'. Kadang aku ketakutan saat akan keluar, tapi aku mengingat anak-anakku. Aku tak bisa melewatkan kesempatan mendapatkan uang untuk mereka," kata Rafiq.

"Lagi pula, orang-orang menjadi lebih dermawan selama Ramadan. Tahun lalu aku menghasilkan 15 ribu rupe atau sekitar Rp 3 juta selama Ramadan " ujar dia menambahkan.

Rafiq bukanlah satu-satunya orang yang bekerja sebagai penabuh gendang selama Ramadan. Seorang lainnya, Samad Lone (45), memiliki profesi yang sama.

Samad berasal dari daerah pusat Kota Srinagar dan telah membangunkan orang dengan gendangnya selama hampir 20 tahun.

Pria 45 tahun itu menyewa sebuah rumah dan tinggal bersama istri dan tiga orang putrinya.

Terkadang warga memberikan beras atau gula kepada penbur genderang (BBC)

"Aku sangat muda ketika memulai pekerjaan ini. Aku tumbuh besar di kota ini. Masyarakat kota ini telah mendukungku dalam senang dan susah," kata Samad.

"Pada tahun 1990-an, kakak laki-lakiku menjadi tentara dan tewas dalam pertempuran melawan prajurit India. Ayahku dibunuh, rumah kami bahkan dihancurkan. Kami terpaksa melarikan diri," kata dia.

Pada tahun-tahun pertama militansi di Kashmir, tradisi tabuh gendang selama Ramadan mendapatkan dampak yang kuat.

Banyak penabuh gendang berhenti dengan alasan keamanan. "Aku beberapa kali ditahan dan digeledah oleh pasukan India. Tapi situasi lebih baik sekarang," kata Samad.

Samad yang bekerja sebagai buruh dan selama Ramadan sebagai penjaga masjid mengatakan, ia menerima semua yang diberikan warga kepadanya, baik itu uang tunai atau benda lainnya.

"Beberapa warga memberikan beras dan gula. Tahun lalu aku mendapatkan enam kuintal beras. Ramadan membawa berkah," kata Samad sambil tersenyum.

**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.