Sukses

Menelusuri Jejak Islam di Kampung Saudagar Batik Solo

Menelusuri sejarah Islam di Kota Solo, maka menarik untuk melihat masjid tertua di kota tersebut.

Liputan6.com, Solo - Kedudukan Solo dalam penyebaran agama Islam di Nusantara memiliki peranan penting.  Melalui Kerajaan Mataram, agama Islam dapat tersebar di wilayah Solo dan sekitarnya. Menarik untuk melihat sejarah dari tempat ibadah pertama di kota ini.

Masjid Laweyan merupakan masjid tertua di Kota Solo. Masjid itu terletak di kampung saudagar batik, Laweyan, Solo. Masjid berdiri sejak 1546 silam saat kerajaan Pajang berkibar di Tanah Jawa.

Bangunan masjid sangat unik, lantaran cikal bakal dari tempat ibadah ini adalah pura (tempat ibadah agama Hindu). Melongok masjid Laweyan tak akan lepas dengan sejarah saat itu. Di mana masih ada sisa peninggalan Kerajaan Majapahit.

"Meski masjid ini awalnya bangunan pura, tapi sisa bangunan itu sudah tidak ditemukan lagi. Karena beberapa kali sudah dilakukan pemugaran. Di masjid ini masih ada kentongan besar berusia ratusan tahun, tetapi sudah tidak digunakan lagi. Hingga kini sisa bangunan bersejarah ini adalah 12 tiang utama masjid dari kayu jati, " jelas pengurus Masjid Laweyan, Adiyanto kepada Liputan6.com, Selasa (15/7/2014).

Dituturkan Adiyanto, masjid ini diprakarsai Ki Ageng Henis. Sosok ini merupakan penasihat spiritual Kerajaan Pajang. Ia adalah keturunan Raja Majaphit dari silsilah Raja Brawijaya-Pangeran Lembu Peteng-Ki Ageng Getas Pandawa dan Ki Ageng Selo.

"Nah, keturunan Ki Ageng Henis ini lah yang nantinya menjadi raja-raja di Keraton Kasunan Surakarta dan Keraton Yogyakarta, " ujar Adiyanto.

Sejarah masjid tertua ini berawal dari persahabatan antara Ki Ageng Henis dan Pandita Hindu. Lambat laun, Pandita ini tertarik untuk mempelajari Islam. Lantas pemangku ini memantapkan diri memeluk agama Islam mengikuti Ki Ageng Henis.

"Kemudia pura dari Pandita Hindu itu diserahkan kepada Ki Ageng Henis untuk diubah menjadi langgar (musala). Dalam perkembangannya, langgar ini menjadi masjid, " jelas Adiyanto.

Keunikan lain dari bangunan ini adalah sisi arsitekturnya. Bentuk bangunan ini mirip dengan kelenteng Jawa. Masjid ini memiliki tiga lorong jalur masuk di depan muka. "Tiga lorong ini menyimbolkan tiga jalan menuju kehidupan, yakni Islam, Iman, dan Ihsan," katanya.

Keunikan lain dari masjid ini adalah keberadaan makam Ki Ageng Henis yang menyatu dengan kompleks masjid. Selain itu, ada juga mata air sumur di sekitar masjid. Sumur itu diyakini muncul dari injakan kaki Sunan Kalijaga. Air itu juga diyakini tidak pernah kering meski musim kemarau.

"Kompleks ini sering menjadi tempat ziarah, " tukas Adiyanto.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.