Sukses

Waketum Gerindra: Demokrat Harus Berkaca, Siapa yang Sering Terima Kardus

Menurut dia, julukan jenderal kardus tidak tepat dialamatkan kepada Prabowo.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Pouyono geram dengan kicauan Andi Arief yang menyatakan bahwa Prabowo Subianto adalah jenderal kardus. Menurut dia, julukan jenderal kardus tidak tepat dialamatkan kepada Prabowo.

"Jenderal kardus itu, jenderal yang mimpin partai yang kadernya suka ngumpulin duit hasil korupsi di dalam kardus. Bukan Prabowo. Prabowo kader partainya tidak boleh ngumpulin duit berkardus-kardus hasil korupsi. Jadi, jelas-kan jenderal kardus itu, jelas siapa dia," ucap Arief kepada Liputan6.com, Rabu, 8 Agustus 2018.

Arief Pouyono mengatakan, Demokrat harus berkaca karena partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut yang sering terima "kardus".

"Wah, dia mah salah. Gini loh, kalau jenderal kardus itu jenderal yang mimpin partai politik sering terima kardus. Kalau Prabowo itu jenderal yang suka keluar duit," kata Arief.

Dia lantas menyindir kasus korupsi yang banyak membelit kader Demokrat, terutama dalam kasus korupsi wisma atlet di Hambalang.

"Bukti Anas, Nazarudin, Angelina, dan yang sudah almarhum, terus mantan Menteri ESDM (Jero Wacik). Kan, koruptor semua, sampai harusnya anaknya ini diperiksa kasus Hambalang, karena diduga menerima kardus Hambalang," tegas Pouyono.

Dia juga membantah tudingan Andi yang menyebut Prabowo lebih memilih uang ketimbang kemaslahatan masyarakat.

"Itu salah enggak ada mahar, bukan mahar enggak ada gitu loh. Salah," ujarnya.

Dia juga belum memastikan apakah koalisi Demokrat dan PKS bakal kandas. "Kita enggak tahu," ucapnya.

Menurut dia, Gerindra partai yang realistis yang lebih mempertimbangkan kader potensial dibandingkan Kogasma Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Ya, kita sih harus realistis. Kalau yang diajukan dia yang pasti kita enggak mau," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tudingan Andi Arief

 

Politikus Partai Demokrat Andi Arief menyebut Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai Jenderal Kardus. Adanya mahar politik Rp 500 miliar menjadi alasan geramnya Partai Demokrat terhadap Prabowo.

Andi meyakini Prabowo telah melakukan politik transaksional sebesar Rp 500 miliar agar Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menjadi calon wakil presidennya. "Saya Andi Arief tidak pernah membuat isu dalam karier politik saya," kata dia saat menjawab keabsahan kabar mahar tersebut di Rumah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jalan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (9/8/2018).

Andi menegaskan, sebutan Jenderal Kardus pantas melekat pada Prabowo lantaran langkahnya yang tak cakap dalam memperhitungkan harmonisasi koalisi.

"Pertama, Demokrat itu dalam posisi diajak oleh Jenderal Prabowo untuk berkoalisi. Diajak ya, kita tidak pernah menawarkan siapa-siapa walau Pak Prabowo menawarkan AHY untuk jadi wakilnya," tegas Andi.

"Tapi hari ini kami mendengar justru sebaliknya. Ada politik transaksional yang sangat mengejutkan. Itu membuat saya menyebutnya jadi jenderal kardus, jenderal yang enggak mau mikir," tegas dia lagi.

Andi Arief secara gamblang menuding Prabowo menerima lobi-lobi politik, di luar sepengetahuan Partai Demokrat. Karenanya, secara pribadi Andi merasa partainya telah diselingkuhi oleh sang jenderal.

"Kami memberi syarat kepada Pak Prabowo agar dihitung matang untuk mencapai kemenangan. Kami tidak pernah bertemu dengan partai mana pun, kecuali PAN dan PKS. Kita tidak pernah berselingkuh," jelas dia.

Kendati demikian, Andi masih menyambut baik iktikad Prabowo yang mau menyambangi Ketum Demokrat SBY. Hal itu disebut Andi masih dalam koridor dukungan penuh partainya menjadikan Prabowo calon presiden.

"Kami sebetulnya ingin mendorong Pak Prabowo utuk menjadi presiden. Orang yang didorong itu harus punya komitmen yang kuat. Jadi, saat ini kami masih bersama Pak Prabowo. Saya kira itu saja," pungkas Andi Arief.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.