Sukses

APJATI: Pekerja Migram Tidak Boleh Kehilangan Hak Politik Pada Pemilu 2019

Kecilnya jumlah pekerja migran Indonesia yang masuk dalam daftar pemilih sementara (DPS) Pemilu 2019, patut menjadi alarm bagi semua pihak.

Liputan6.com, Jakarta Pemilu Legislatif dan Presiden/Wakil Presiden 2019 harus menjadi momentum peningkatan perhatian pemerintah terhadap pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri, terutama mengenai jaminan perlindungan dan kesejahteraan para pekerja migran. Kecilnya jumlah PMI yang masuk dalam daftar pemilih sementara (DPS) Pemilu 2019, patut menjadi alarm bagi semua pihak untuk meningkatkan perhatian kepada PMI di luar negeri.

Demikian disampaikan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) Ayub Basalamah kepada media, di Jakarta, Jum’at (13/07/18).

Lebih lanjut Ayub menjelaskan, menurut data DPS Pemilu 2019 yang dipublikasikan KPU, jumlah pemilih terdaftar dari luar negeri hanya 1.281.597 orang terdiri dari 666.160 pemilih laki-laki dan 615.437 pemilih perempuan. Padahal, menurut data yang dipublikasikan Bank Dunia, sampai akhir tahun 2017, jumlah PMI yang bekerja di luar negeri hampir mencapai 9 juta orang.

“Saya tidak tahu kenapa pemilih dari luar negeri yang terdaftar di DPS hanya sedikit sekali. Apakah karena daya jangkau apparat pemerintah yang terbatas untuk melakukan pendataan, atau karena teman-teman PMI sendiri yang enggan berpartisipasi dalam Pemilu mendatang karena merasa negara kurang perhataian. Jika yang kedua ini yang terjadi, maka ini warning buat kita semua untuk bisa lebih memberikan perhatian kepada temen-teman PMI," kata Ayub.

Menurut hitungan APJATI, lanjut Ayub, apabila 9 juta PMI Bersama keluarganya di Indonesia tergerak mengikuti Pemilu, sedikitnya akan menyumbangkan 30 juta suara. Jumlah yang sangat signifikan untuk mempengaruhi hasil Pemilu 2019 nanti. Karena itu, Ayub meminta dua hal kepada pemerintah.

“Pertama saya minta agar KPU dan Kemendagri meningkatkan upaya pendataan pemilih dari PMI di luar negeri, agar tidak ada satu pun PMI yang kehilangan hak politiknya dalam Pemilu mendatang. Kedua, pemerintah perlu memperhatikan perubahan-perubahan aturan ketenagakerjaan di negara-negara yang menjadi tujuan PMI bekerja, kemudian menyesuaikan tata kelola perlindungan dan penempatannya, sehingga peluang kerja di luar negeri makin menjadi andalan untuk menyejahterakan rakyat kita," tegas Ayub.

Ayub menambahkan, satu tahun terakhir dirinya telah berkeliling ke negara-negara yang menjadi tujuan PMI bekerja, baik di kawasan Timur Tengah maupun Asia Pasifik. Banyak perubahan telah terjadi di negara-negara tersebut, dimana perubahan regulasi ketenagakerjaan secara umum semakin menghargai hak-hak pekerja. Disamping itu, pasar kerja di luar negeri terbuka sedemikian luas untuk diisi PMI.

“Dalam pertemuan-pertemuan saya dengan PMI di banyak negara, secara umum mereka menilai pemerintah di bawah Presiden Jokowi memiliki konsern terhadap PMI. Diantaranya dengan disahkannya UU 18 tahun 2017 tentang PMI. Tentu mereka ingin agar praktek perlindungan yang diatur UU tersebut, benar-benar ditegakkan," terang Ayub. 

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini