Sukses

Nasihat Hasto PDIP Cegah Potensi Konflik di Pilkada 2020

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, potensi konflik di Pilkada 2020 tetap ada meskipun dalam situasi di tengah pandemi Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, potensi konflik di Pilkada 2020 tetap ada meskipun dalam situasi di tengah pandemi Covid-19.

Hal ini disampaikannya dalam dalam webinar Universitas Pertahanan dalam rangka puncak perayaan Hari Perdamaian Dunia, Senin (21/9/2020).

Menurut dia, potensi konflik bukan hanya ada di Pilkada 2020. Namun, sudah lama bersumber dari perubahan sistem demokrasi Indonesia. Menurut dia, saat ini sistem demokrasi Indonesia didorong menjadi lebih liberal pasca amandemen UUD 1945.

"Demokrasi Indonesia didorong menjadi liberal dipengaruhi oleh sejumlah lembaga internasional saat itu," kata Hasto.

Dia mengungkapkan, demi mencegah konflik itu terjadi, maka semua pihak harus menjujung nilai-nilai Pancasila di dalam Pilkada 2020.

"Saya mengusulkan sejumlah langkah yang utamanya mendorong kembali ke semangat dasar pendirian NKRI, termasuk nilai-nilai Pancasila," jelas Hasto.

Dia menjelaskan, politik Indonesia berubah diawali dengan krisis ekonomi 1997/1998. Mengutip buku Handbook of Political Management, terlihat jelas ada perubahan politik global yang dimotori oleh International Monetary Fund (IMF) saat itu. Masuknya demokrasi ala Amerika Serikat, tentu membawa dampak negatif, dan dirinya menawari sebuah solusi.

Hasto menawarkan, solusi berupa konsolidasi demokrasi, konsolidasi ideologi, hingga konsolidasi politik melalui budaya tertib hukum. Dia meyakini konsolidasi demokrasi dilakukan demi membangun kapabilitas nasional untuk mewujudkan daulat politik, berdikari ekonomi, dan berkepribadian dibidang kebudayaan.

"Konsolidasi ideologi dilakukan dengan memastikan Pancasila sebagai the way of life, dan perwujudan UUD 1945 khususnya pasal 33 di bidang ekonomi, hingga melawan gerakan penyeragaman budaya," jelas Hasto.

Menyangkut pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi Covid-19, menurut dia, sudah seharusnya tetap terlaksana, dengan kuncinya menerapkan aturan dan disiplin yang ketat.

"Bagaimana dengan Pilkada di tengah pandemi? Kuncinya adalah disiplin nasional. Disiplin menggunakan masker, cuci tangan dan menjaga jarak. PDI Perjuangan sudah mengusulkan kepada KPU, kampanye massa itu benar-benar dibatasi 50 orang dengan ketat. Kami mengeluarkan instruksi bagi anggota partai yang melanggar protokol Covid-19 kami akan berikan sanksi," kata Hasto.

 

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Politisasi Penanganan Covid-19

Sementara itu, Rektor Universitas Pertahanan Laksamana Madya (Laksdya) Amarulla Octavian, mengatakan, pilkada menjadi isu yang rentan karena pengalaman munculnya konflik di masa lalu. Baik di antara masyarakat dengan masyarakat, maupun masyarakat dengan pemangku kepentingan. 

"Terlebih pilkada kali ini terjadi di tengah pandemi covid. Potensi itu terlebih terkait politisasi penanganan dampak covid-19. Dampaknya seringkali lintas sektoral dan merugikan banyak pihak," kata Amarula.

Lebih lanjut, Laksamana Madya Amarulla menyatakan pihaknya berharap, terkait pelaksanaan pilkada serentak ini, penyelenggara pemilu, pemerintah, dan masyarakat, harus memahami betul batasan menyeluruh. "Sehingga pilkada bisa dilaksanakan dengan baik dan di saat yang sama menjaga kesehatan bersama," ungkap dia.

Dalam webinar yang sama, Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Moch. Afifudin menilai, Pilkada di saat wabah seperti saat ini tidaklah mudah. Di satu sisi lembaga penyelenggara pemilu harus melakukan berbagai kegiatan mulai dari sosialisasi hingga pengawasan lapangan, namun di sisi lain bahaya kesehatan akibat virus corona tetap terbuka. 

"Jadi prasyarat dilaksanakannya pilkada ini adalah jika protokol kesehatan diterapkan, baik penyelenggara, pemilih, maupun peserta," kata Afifudin.

Untuk potensi konflik, Bawaslu sudah mengingatkan potensi kekecewaan para bakal calon maupun pendukung yang gagal ditetapkan oleh KPUD setempat di dalam waktu dekat. Potensi masalah selanjutnya adalah daftar pemilih tidak akurat. Misalnya ada yang datang ke TPS, tapi tak pernah mengecek namanya di daftar pemilih. Idealnya, sejak awal sudah jelas berapa jumlah pemilih dan surat suara disiapkan. 

"Kalau banyak orang yang harusnya masuk sebagai pemilih, tapi tidak masuk daftar pemilih, ini pasti berpotensi menimbulkan konflik," imbuh dia.

Sementara, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Andriana Elisabeth, masalah-masalah terkait penanganan pandemi di suatu wilayah yang melaksanakan pilkada harus segera diselesaikan. Pandemi covid-19 juga punya masalah terkait persoalan pemotongan anggaran, data korban, hingga masyarakat yang tidak paham keberadaan covid-19. 

"Ini juga akan mengganggu proses Pilkada kalau masyarakat tidak diberi pemahaman bagaimana bahayanya covid-19," tutur Andriana.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.