Sukses

Pilkada: Cegah Calon Borong Partai, Nasdem Usul Syarat Dukungan Dikurangi

Politikus Nasdem Saan Mustopa mengusulkan syarat dukungan partai politik mengusung calon dalam pilkada diturunkan menjadi 10 persen dari jumlah kursi di DPRD.

Liputan6.com, Jakarta Politikus Nasdem sekaligus Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa mengusulkan syarat dukungan partai politik mengusung calon dalam pilkada diturunkan menjadi 10 persen dari jumlah kursi di DPRD. Ini guna mencegah praktik borong dukungan dalam pilkada.

"Saya termasuk yang berpikir ke depan bisa saja syarat dukungan partai kepada seseorang untuk maju menjadi calon kepala daerah diturunkan, tidak 20 persen, tetapi cukup 10 persen," kata Saan dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk UU Pilkada dan Kekhawatiran Menguatnya Dinasti Politik di kompleks DPR RI, Jakarta, seperti dilansir dari Antara, Rabu (29/7/2020).

Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada mengatur, partai politik atau gabungan parpol dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Usulannya tersebut untuk menutup ruang konglomerasi dalam pilkada dengan memborong dukungan partai bagi seseorang maju sebagai calon kepala daerah.

Langkah itu, menurut dia, untuk memudahkan dan memberi peluang kepada orang-orang yang memiliki kualitas untuk tampil dalam kontestasi pilkada dan memberikan kesempatan bagi pemilih untuk mencari yang terbaik dari banyak pilihan calon pemimpinnya.

"Misalnya, di sebuah kabupaten/kota jumlah kursi DPRD adalah 50 kursi sehingga kalau syarat dukungan 10 persen, seorang dengan mendapatkan dukungan 5 kursi bisa ikut dalam pilkada," ujar Saan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pasar Gelap?

Menurut Saan, guna mendapatkan dukungan itu, prosesnya rumit karena harus mendatangi semua partai untuk mencukupinya dan terkadang ada biaya mahal karena ada "pasar gelap" sebelum mendapatkan dukungan dari sebuah partai.

Dia menjelaskan "pasar gelap" itu adalah cara seorang untuk mendapatkan dukungan. Hal itu tidak diatur dalam UU sehingga tidak aneh kalau banyak konglomerasi dalam proses memperoleh dukungan tersebut.

"Dalam dukungan itu ada istilah konglomerasi juga yang mendorong semua partai agar sebisa mungkin calon tunggal atau hanya dua pasang calon," kata Saan.

Undang-Undang Pilkada ke depannya, kata dia, harus memberikan ruang kepada pemilih untuk mencari alternatif calon pemimpin sehingga calon-calon potensial yang punya rekam bidang politik yang memadai dan komitmen tinggi serta kapabilitas untuk memimpin sebuah daerah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.