Sukses

Pakar Siber: Peretasan Sistem TI KPU Berpeluang Ubah Hasil Pilkada

Terkait adanya dugaan data yang bocor, dia mengingatkan KPU pada tahun ini ada agenda pilkada serentak yang penahapannya sempat mengalami penundaan.

Liputan6.com, Jakarta - Para pakar keamanan siber dari Communication and Informatian System Security Research Center (CISSReC) Dr. Pratama Persadha mempertanyakan pengamanan sistem teknologi informasi (TI) KPU  terkait dengan kabar bocornya data 2,3 juta pemilih, sebagaimana info dari akun Twitter @underthebreach.

"Saya pernah ada di dalamnya. Ketika itu sebagai Ketua Tim Lembaga Sandi Negara (sekarang Badan Siber dan Sandi Negara/BSSN) Pengamanan Teknologi Informasi (TI) KPU pada Pemilu 2014," aku Pratama dilansir Antara. 

Terkait adanya dugaan data yang bocor, dia mengingatkan KPU pada tahun ini ada agenda pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang penahapannya sempat mengalami penundaan.

Semula pilkada serentak di 270 kepala daerah (9 provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten) dijadwalkan 23 September. Kemudian ditunda hingga 9 Desember 2020 gegara pandemik Coronavirus Disease 2019. 

Oleh karena itu, Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC ini mewanti-wanti KPU jangan sampai menjadi isu tersendiri bagi penyelenggara pemilihan umum ini.

Setiap gelaran pemilu/pilkada, Pratama mengaku khawatir KPU selalu mendapat ancaman untuk diretas. Padahal, selama ini sistem TI KPU selalu dijadikan rujukan saat hitung cepat hasil pemilu maupun pilkada.

Pratama juga melihat ada kemungkinan data yang disebar sebelumnya sudah ada di publik, karena data Pemilu 2014 sudah lama tersebar di forum internet.

"Seluruh data daftar pemilih tetap (DPT) ternyata juga di-share ke beberapa pemangku kepentingan KPU. Akan tetapi, kalau melihat isi folder DPT DIY yang ikut dipublis, sepertinya ada kemungkinan memang si peretas bisa masuk ke sistem TI KPU atau sistem TI pemangku kepentingan KPU yang juga memiliki data ini," paparnya. 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Audit Digital Forensic

Untuk memastikannya, pakar keamanan siber ini memandang perlu segera melakukan audit keamanan informasi atau audit digital forensic ke sistem TI KPU untuk menjawab isu kebocoran data ini.

Audit ini juga bisa menemukan sebab dan celah kebocoran sistem kalau memang ada.

"Kalau pelaku bisa masuk ke server KPU, ada kemungkinan tidak hanya DPT yang mereka ambil, tetapi juga bisa mengakses hasil perhitungan pemilu," ungkap Pratama. 

Secara teknis, kalau peretas bisa mencuri data, ada kemungkinan juga bisa mengubah data. Sangat bahaya sekali apabila hasil pemungutan suara pemilu diubah angkanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.