Liputan6.com, Jakarta Belakangan ini kendaraan listrik semakin santer dibahas oleh berbagai kalangan. Apalagi pemerintah Indonesia juga kian gencar mengenalkannya, khususnya mobil listrik, agar banyak masyarakat yang tertarik dan beralih untuk menggunakannya. Bahkan, kini proses kepemilikannya cenderung lebih mudah dibandingkan mobil konvensional, sehingga tak sedikit orang akhirnya yang penasaran buat mencoba hingga memilikinya.
Berbeda dengan mobil konvensional yang menggunakan bahan bakar bensin, mobil listrik merupakan kendaraan yang sepenuhnya atau sebagiannya digerakkan oleh motor menggunakan listrik pada baterai. Adapun baterainya ini dapat diisi ulang. Oleh karena tak menggunakan bahan bakar fosil, kendaraan listrik ini pun dianggap lebih ramah lingkungan. Supaya lebih bisa memantapkan hati sebelum memutuskan beli, pahami dulu beberapa hal penting seputar mobil listrik berikut ini.
Perkembangan Kendaraan Listrik yang Potensial
Mobil listrik pertama kali diproduksi pada tahun 1880-an. Kendaraan listrik ini mulai begitu populer di akhir abad ke-19 dan awal-awal abad ke-20. Hanya saja, sejalan dengan munculnya perkembangan dan inovasi mesin pembakaran internal atau internal combustion engine (ICE) yang terus dilakukan, bikin popularitas mobil listrik ini sempat menurun.
Terlebih kala itu produksi massal kendaraan berbahan bahkan bensin tengah gencar dilakukan. Hal ini belum ditambah dengan harganya yang lebih murah, sehingga kian bikin pamor mobil listrik kian meredup dan perlahan ditinggalkan. Adanya perkembangan teknologi penyimpanan energi khususnya teknologi baterai, membuat penggunaan kendaraan listrik belakangan ini menjadi populer lagi.
Dari situ kemudian muncullah istilah electro mobility atau e-mobility. Istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan pengembangan transportasi bertenaga listrik untuk beralih dari penggunaan bahan fosil, sekaligus untuk mengurangi emisi gas karbon. Nah, keunggulan utama dari e-mobility ini terdapat pada efisiensi yang sangat tinggi dengan emisi karbon yang rendah.
Lebih lanjut, kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) sangat memungkinkan dijadikan salah satu alternatif untuk mengelola energi yang berkelanjutan. Terlebih kendaraan ini menggunakan aliran listrik 100% dengan baterai elektrik yang perlu diisi ulang lagi setiap kali habis. Di samping, electric vehicle, e-mobility ini juga ada kendaraan hybrid dan plug in hybrid juga. Perbedaan ketiganya terdapat pada tingkat efisiensi kendaraan dari emisi CO2 yang dihasilkan.
Secara umum kendaraan hybrid menggunakan mesin konvensional yang tak memiliki plug in charging pada mobilnya. Kendaraan ini juga masih menggunakan bahan bakar petrol pada umumnya. Adapun untuk listrik yang dihasilkan dari kendaraan hybrid ini berasal dari passive charging pada mesin konvensional. Jumlah emisi karbon yang dihasilkan kendaraan hybrid ini berkisar antara 70-80 gram/km.
Sementara untuk kendaraan plug in hybrid dirancang dengan mengombinasikan mesin konvensional dengan small electric motor dan small high voltage battery. Meski sudah menggunakan baterai eletrik, kendaraan ini masih menggunakan bahan bakar petrol. Adapun jumlah emisi karbon CO2 yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan kendaraan hybrid, yaitu sekitar 40-50 gram/km.
Seiring perkembangannya, kini ada inovasi terbaru yang memadukan electric vehicle dan hybrid yang disebut sebagai plug-in hybrid electric vehicle (PHEV). Kendaraan dengan teknologi PHEV ini memiliki dua sumber tenaga, yaitu bahan bakar petrol dan listrik. Bedanya dengan hybrid biasanya, PHEV dapat asupan daya baterai lewat pengisian daya yang dihubungkan langsung ke sumber listrik layaknya electric vehicle. Tak sampai di situ, teknologi tersebut masih menggunakan mesin konvensional. Menariknya, kedua sumber tenaga tersebut bisa bekerja secara beriringan dalam kondisi tertentu, sehingga bisa menghasilkan tenaga lebih besar.
Advertisement
Hambatan dan Kekurangan Kendaraan Listrik
Bukan saja punya keuntungan yang potensial, electric vehicle juga memiliki hambatan dan kekurangan yang juga perlu diketahui. Seperti diketahui hingga pada tahun 2011, harga mobil listrik masih jauh lebih mahal, bilamana dibandingkan dengan mobil bermesin pembakaran biasa maupun kendaraan listrik hybrid. Hal ini karena harga baterai ion litium yang cenderung mahal. Walau demikian, belakangan ini harga baterai mulai turun, karena sudah diproduksi dalam jumlah besar.
Hal lainnya yang menghambat perkembangan electric vehicle ini adalah ketersediaan fasilitas stasiun pengisian untuk mobil listrik yang masih sedikit. Alasan inilah yang juga bikin pengguna masih ragu-ragu untuk membeli mobil listrik, karena khawatir baterai kendaraannya habis duluan sebelum sampai di tujuan.
Menanggapi hal ini, beberapa negara pun mulai berbondong-bondong menerbitkan aturan atau regulasi hingga memberikan insentif yang memudahkan para pengguna mobil listrik. Tujuannya tentu saja untuk meningkatkan penjualan mobil listrik. Dengan begitu, pembiayaan teknologi kendaraan satu ini dapat terpenuhi, sehingga digadang dapat membuat harga baterai dan komponen mobil yang lebih efisien.
Sebut saja pemerintah Amerika Serikat, diketahui telah memberikan dana hibah sebesar US$2,4 miliar untuk pengembangan mobil listrik dan baterai. Sementara pemerintah Cina menyediakan dana sebesar US$15 miliar untuk memulai industri mobil listrik di negaranya. Selain itu, beberapa pemerintah lokal maupun nasional di banyak negara lainnya juga berlomba-lomba menerbitkan kredit pajak, subsidi hingga insentif lainnya, sehingga harga mobil listrik dan plug-in bisa lebih terjangkau bagi masyarakatnya.
Kehadiran Kendaraan Listrik di Indonesia
Di Indonesia sendiri, mobil listrik juga mendapatkan perhatian serius. Bahkan, demi menekan harganya, pada 1 April 2012 pemerintah mengucurkan Rp100 miliar untuk riset mobil listrik. Pada 10 Juni 2013, pemerintah menegaskan jika kendaraan listrik bebas pajak. Di tahun yang sama perusahaan asal Swedia bernama Zbee resmi membuat pabrik kendaraan listrik yang berlokasi di Banyuwangi, Jawa Timur dengan nama PT Lundin Industry. Â
Pabrik tersebut memiliki target produksi minimal 100 ribu unit per tahun. Pamornya yang kian merebak di mana-mana, bikin mobil listrik ini menarik banyak minat orang Indonesia untuk memilikinya. Tak sedikit masyarakat yang sadar jika kendaraan ini juga mampu mengurangi polusi udara maupun iklim. Akan tetapi keputusan tersebut tak kunjung membulat, karena masih minimnya infrastruktur pengisian daya, jangkauan kendaraan serta harga yang masih relatif tak murah juga.
Tentunya, ketersediaan sarana pengisian bahan bakar kendaraan listrik ini perlu segera dicarikan solusinya terutama oleh pemerintah, jika ingin masyarakatnya berbondong-bondong beralih menggunakan kendaraan tersebut. Bagaimanapun penggunaan mobil listrik dapat dijadikan sebagai salah satu langkah bijak dalam mengurangi pencemaran udara yang semakin tak terkontrol dewasa ini.
Paling baru, pemerintah akan memberikan pemotongan pajak penambahan nilai (PPN) mobil listrik dari 11% menjadi 1% saja. Selain itu, setiap pembelian mobil listrik yang diproduksi di Indonesia akan disubsidi Rp80 juta. Sementara untuk motor listrik subsidinya Rp7 juta. Dengan aturan terbaru tersebut, pemerintah Indonesia berharap pangsa pasar kendaraan listrik dapat naik hingga mencapai 10%.
Advertisement
Jenis Mobil Listrik yang Dipasarkan di Indonesia
Adapun jenis mobil listrik yang dipasarkan di Indonesia ada beberapa macam. Mobil-mobil tersebut dapat dipilih sesuai kebutuhan. Pertama ada battery electric vehicle (BEV). Kendaraan satu ini benar-benar tak menggunakan bahan bakar sama sekali. Moda penggeraknya bergantung penuh pada daya baterai lithium-ion. Energi diisi ulang dengan mengandalkan saluran listrik dari beberapa stasiun isi ulang maupun sistem isi ulang yang dapat dibangun sendiri di rumah. Penggunaan baterai penuh ini yang bikin BEV menjadi sangat mahal.
Kedua, ada hybrid electric vehicle (HEV). Mobil ini digerakkan dengan dua sistem, yaitu gabungan motor listrik dan bahan bakar. Berbeda dengan BEV, mobil listrik ini tak memerlukan isi ulang listrik atau stasiun pengisi ulang. Apabila daya baterainya habis, maka akan diisi kembali dengan memanfaatkan energi yang didapatkan dari bahan bakar. Secara konsumsi energi, mobil ini tetap efisien dan hemat, lantaran membagikan pekerjaan pada dua sumber energi. Urusan mobilitas mengandalkan energi dari bahan bakar, sedangkan fungsi AC, audio dan lampu memanfaatkan daya dari baterai.
Ketiga adalah plug-in electric vehicle (PHEV) yang sistem kerjanya juga memadukan energi dari beterai motor listrik dan bahan bakar. Jika baterai HEV diisi dengan energi dari bahan bakar pada mobil, maka mobil PHEV juga bisa diisi dayanya dengan seperti BEV. Kombinasi sistem energi pada PHEV juga memungkinkan terjadinya konektor ke sumber listrik dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lain. Misalnya, sumber energi dari PHEV ini dapat difungsikan sebagai genset untuk mengaliri listrik rumah dalam kondisi darurat.
Adapun yang keempat adalah full cell electric vehicle (FCEV). Jenis mobil listrik satu ini mendapatkan sumber energinya bukan dari bahan bakar maupun baterai, melainkan hidrogen atau yang lebih dikenal sebagai cell. Di dalam cell, hidrogen dan oksigen mengalami reaksi kimia yang kemudian menghasilkan energi listrik cukup besar untuk menggerakkan mobil. FCEV menjadi inovasi kendaraan listrik yang paling baru, sehingga masih belum banyak pabrikan yang memproduksinya. Namun, tak menutup kemungkinan ke depan FCEV ini justru yang bakal diproduksi massal.
Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum di Indonesia
Mengingat jumlah pengguna mobil listrik di tanah air sudah cukup banyak, kini menemukan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di Indonesia pun tidaklah susah. Mulai di Senayan City, Jakarta; AEON Mall, Serpong; Tangerang City Mall; PLN Kantor Pusat; PLN UID Jaya, DKI Jakarta; PLN UID Jawa Barat; PLN UID Bali; PLN UID Jawa Tengah dan DIY; PLN UIW Nusa Tenggara Barat, PLN UIW S2JB untuk wilayah Sumatera, PLN UIW Suluttenggo untuk wilayah Sulawesi, serta PLN ULP Embong Wungu, Surabaya.
Selanjutnya, ada pula 1 unit SPKLU di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta; 7 unit SPKLU di SPBU Pertamina Jakarta; 3 unit SPKLU di kantor BPPT Thamrin, Serpong dan kantor PT LEN Bandung. Ada juga 4 unit SPKLU di Rest Area Jakarta-Surabaya, tepatnya di SPKLU Rest Area KM 207 A Palikanci, SPKLU Rest Area 379 Batang, serta 2 SPKLU masing-masing di Rest Area KM 519 A dan B Sragen.
Di samping itu, ada 20 unit stasiun pengisian khusus di diler resmi, di mana pembagiannya hingga saat ini ada 17 unit di diler resmi Mitsubishi, 3 unit di diler resmi BMW dan 1 unit di diler resmi Mercedes-Benz. Ada pula 15 unit stasiun pengisian khusus di Pool Taksi Blue Bird. Di Jakarta, 5 titik lokasi dengan 6 unit SPKLU milik Starvo. Masih ada lagi 1 titik lokasi dengan 1 unit SPKLU di BCA Banten
Ada dua macam pengisian daya baterai mobil listrik, yaitu on-board charger dan off-board charger. Bedanya, on-board charger untuk mobil listrik yang sudah terpasang charger-nya di dalam mobil, sementara off-board charger untuk yang charger-nya terpisah atau tak menjadi satu dengan sistem pengisian baterai dalam mobil listrik.
Adapun cara untuk mengisi daya mobil listrik di SPKLU di Indonesia terutama milik PLN bisa dengan instal aplikasi Charge.IN. Cari SPKLU terdekat, kemudian colokkan gun sesuai tipe mobil listrik. Tempelkan kartu NFC mobil listrik pada tempat pengisian untuk autentikasi. Scan QR Code, lalu masukkan berapa kWh yang akan diisikan ke mobil listrik. Nanti, akan muncul berapa biaya yang harus dibayar. Tunggu hingga dayanya penuh. Dengan memahami hal-hal penting tersebut, niscaya bisa lebih siap dalam menentukan mana mobil listrik yang ingin dibeli sebagai kendaraan idaman baru.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Advertisement