Sukses

Citroen Menganggap Kehadiran Mobil Listrik Bisa Jadi Ancaman Serius

Di tengah derasnya kehadiran mobil listrik yang terus diluncurkan oleh masing-masing produsen otomotif, rupanya tidak selamanya memberikan dampak baik.

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah derasnya kehadiran mobil listrik yang terus diluncurkan oleh masing-masing produsen otomotif, rupanya tidak selamanya memberikan dampak baik.

Setidaknya, menurut Head Citroen Eropa, Arnaud Ribault, kehadiran kendaraan ramah lingkungan akan menjadi ancaman yang nyata bagi kelangsungan beberapa model.

Mengutip pernyataan Arnaud Ribault seperti dilansir Carscoops, ia menjelaskan bahwa ancaman tersebut tidak hanya memiliki dampak buruk pada Citroen, namun juga untuk pabrikan lain.

"Ini benar-benar ancaman bahwa elektrifikasi telah meningkatkan harga mobil, sehingga orang tidak mampu membeli mobil lagi. Ini adalah ancaman nyata, tidak hanya mengenai Citroen, jadi kami semakin sadar akan hal itu dan sedang mengerjakannya," jelas Arnaud Ribault.

Apa yang diungkapkan olehnya itu didasari setelah keputusan parlemen Uni Eropa, di mana saat ini mereka hanya mengizinkan penjualan kendaraan tanpa emisi di Eropa setelah 2035 mendatang.

Dalam keputusan tersebut, secara de facto, penjualan mobil konvensional yang menggunakan bensin atau diesel tidak lagi diperkenankan. Sebagai gantinya, mobil yang dinagakan harus berbasis elektrifikasi untuk mendukung misi netralitas karbon pada 2050 mendatang.

Sementara itu, di segmen elektrifikasi, Citroen juga telah memiliki jagoan yang bisa bersaing secara sehat dengan beberapa pabrikan lain. Mereka memiliki model di setiap segmen, di antaranya adalah e-C4, e-C4 X, e-Berlingo dan minivan e-SpaceTourer.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tesla Pecat 200 Karyawan yang Mengerjakan Proyek Autopilot

Pabrikan mobil listrik Tesla memecat alias putus hubungan kerja (PHK) sekitar 200 karyawan yang diperkerjakan setiap jam untuk bekerja di tim autopilot. Keputusan tersebut karena jenama asal Amerika Serikat tersebut menutup fasilitas di California, demikian dilansir Bloomberg, Jumat (1/7/2022).

Keputusan ini bertentangan dengan apa yang dikatakan CEO Elon Musk, pekan lalu yang menguraikan rencana untuk memotong 10 persen dari staf yang digaji, tetapi meningkatkan pekerjaan per jam.

Tim di kantor San Mateo diberi tugas mengevaluasi data kendaraan pelanggan yang terkait dengan fitur bantuan pengemudi autopilot dan melakukan apa yang disebut pelabelan data.

Sebelum memberhentikan 200 karyawan, fasilitas tertutup Tesla memiliki 350 orang karyawan dan beberapa di antaranya sudah dipindahkan ke fasilitas terdekat dalam beberapa pekan terakhir. Tesla yang telah berkembang menjadi sekitar 100 ribu karyawan secara global saat membangun pabrik baru di Austin dan Berlin, kini memangkas tenaga kerjanya.

3 dari 3 halaman

infografis journal

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.