Sukses

Ancaman Virus Corona Terhadap Industri Otomotif Dunia

Selain menewaskan ratusan nyawa manusia, virus corona berdampak besar terhadap industri otomotif global. Tengok saja Hyundai, produsen mobil terbesar kelima di dunia ini terpaksa menghentikan sementara jalur produksi di dalam negeri gara-gara kekurangan suku cadang

Liputan6.com, Jakarta - Selain menewaskan ratusan nyawa manusia, virus corona berdampak besar terhadap industri otomotif global. Tengok saja Hyundai, produsen mobil terbesar kelima di dunia ini terpaksa menghentikan sementara jalur produksi di dalam negeri gara-gara kekurangan suku cadang dari Tiongkok.

Cina menjadi penting, lantaran menjadi salah satu sentralisasi suku cadang mobil di dunia. Penutupan pabrik Hyundai menjadi gambaran gangguan yang jauh lebih serius dalam jaringan kompleks. Terutama dalam hal komponen dan bahan-bahan penting bagi para pembuat mobil. "Keputusan ini disebabkan oleh gangguan dalam pasokan suku cadang akibat virus Corona di Cina," tulis rilis resmi Hyundai di website perusahaan.

Terlepas dari perang dagang Presiden Trump (Amerika Serikat), perekonomian global tetap sangat saling terkait dan saling bergantung. Rantai pasokan suku cadang seperti yang dibutuhkan dari Cina, bikin perusahaan tidak perlu membuang uang untuk gudang besar. Sistemnya efisien, tetapi juga rentan. Kali ini Corona sedang “menginfeksi” rantai pasokan dengan cara yang belum pernah diuji sebelumnya.

Imbas Global

Produsen mobil sangat rentan terhadap gangguan aliran barang, karena industrinya bersifat global. Dan mobil adalah produk yang kompleks dengan banyak bagian presisi. Cakupan kerugian sukar diukur, lantaran tidak ada yang tahu berapa lama keadaan darurat virus corona ini berlangsung. Juga seberapa buruk hal itu bakal terjadi.

Sejauh ini, penutupan pabrik belum banyak memengaruhi produksi mobil di Amerika Utara. Hampir semua kendaraan di sana mengimpor beberapa komponen Cina. Namun banyak pabrikan memiliki inventori suku cadang untuk menggunakan atau mengambil pengiriman baru. Bahkan ada yang setop impor barang Cina sebelum wabah, ungkap Dan Hearsch, direktur pelaksana praktik otomotif dan industri AlixPartners.

"Hampir semua pabrikan berencana untuk berhenti selama seminggu. Tetapi belum ada yang berencana untuk setop selama satu bulan. Jujur, para produsen mengkhawatirkan menipisnya persediaan suku cadang. Pertanyaannya: berapa lama akan berlangsung? Jika menjadi enam minggu, delapan minggu, 10 minggu, itu masalah nyata," imbuh Dan Hearsch.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pabrik Ditutup karena Virus

Di Cina, banyak pabrik mobil telah ditutup karena virus. Termasuk fasilitas produksi yang dijalankan oleh Hyundai, Tesla, Ford dan Nissan. Perusahaan seperti Volkswagen, Daimler dan Continental – pemasok elektronik serta komponen asal Jerman – berencana membuka kembali pabrik mereka. Rencananya minggu depan jika mengantongi izin dari pemerintah.

"Rantai pasokan bakal berjalan penuh, saat produksi dimulai. Dan jadwal pengiriman yang direncanakan kepada pelanggan tetap tidak berubah," terang Volkswagen dalam sebuah pernyataan resmi. Ford, yang memiliki dua perusahaan patungan di Cina, juga berencana melanjutkan produksi awal minggu depan.

Kondisi penutupan bisa berlangsung lebih dari pekan depan, jika penularan virus makin merajalela dan jumlah kematian meningkat. "Terlalu dini untuk mengomentari dampaknya. Butuh berminggu-minggu untuk memahami implikasi dari wabah ini,” ujar Jim Hackett, Chief Executive Ford.

Pada saat yang bersamaan pula, biaya tambahan dan merosotnya penjualan menghantam industri. Pada tahun lalu, penjualan di Amerika Serikat, Eropa dan Cina anjlok karena ketegangan perdagangan. Industri juga sedang berinvestasi besar pada mobil listrik yang mengadopsi teknologi automonous. Makin berat bebannya.

 

3 dari 3 halaman

Ketergantungan

Virus ini juga menunjukkan, betapa banyak produsen mobil bergantung pada Cina untuk produksi dan penjualan. Cina telah menjadi pasar mobil terbesar dan paling dinamis sejauh ini. Tetapi sebetulnya, sebelum Corona menyerang, penjualan mobil di Cina sudah tertekan gara-gara ekonomi slowing down. Pabrikan mobil Jerman sangat sensitif terhadap apa yang terjadi di Tiongkok. "Masalah terbesar di Wuhan adalah tidak ada yang membeli mobil. Dan Jerman memiliki portofolio risiko terbesar di Cina," ungkap Ferdinand Dudenhöffer, pengamat indutsri otomotif dari Universitas Duisburg-Essen.

Juru bicara Renault, Rié Yamane, mengatakan dalam sebuah surat elektronik. "Pada tahap ini kami tidak terkena dampak yang berarti. Tapi tim divisi rantai pasokan sedang mempelajari masalah ini dengan seksama." Di lain pihak, Hyundai juga sedang mempertimbangkan ragam langkah untuk meminimalkan gangguan operasinya. Termasuk mencari pemasok alternatif dari negara lain.

Hyundai dan perusahaan afiliasinya, Kia, memproduksi 7,2 juta unit mobil tahun lalu. Mereka mengantongi jaringan pabrik di seluruh dunia, termasuk di Rusia, Turki, Republik Ceko dan Montgomery, Alabama. Ini yang mungkin dapat menebus kehilangan produksi di Korea Selatan.

Namun mesti diingat, semakin banyak pabrik di Cina yang tetap tutup, risiko kekurangan yang ditanggung produsen otomotif makin besar. Suku cadang mobil yang sering diimpor dari Tiongkok adalah sistem suspensi termasuk peredam kejut, roda dan komponen elektronik. Mobil-mobil yang diproduksi di Cina juga diekspor ke Amerika Serikat. Itulah gambaran hambatan rantai pasokan, yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Sumber: Oto.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini