Sukses

Wanti KPK Terhadap Pengacara Lukas Enembe Disoal Oleh Kelompok Pembela Adovakat

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat mewanti tim kuasa hukum Lukas Enembe, bahwa pihaknya tak segan menjerat dengan sangkaan obstruction of justice.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat mewanti tim kuasa hukum Lukas Enembe, bahwa pihaknya tak segan menjerat dengan sangkaan obstruction of justice. Hal itu dilakukan, jika yang bersangkutan terbukti sengaja merintangi proses penyidikan terhadap Lukas Enembe.

"Pengacara bisa dikenakan pasal 21 sepanjang kemudian nanti memang ada kesengajaan dalam proses yang sedang KPK lakukan itu kemudian menghalangi proses penyidikan. Tapi itu butuh analisis lebih lanjut," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin 26 September 2022.

Ali menambahkan, tindakan pengacara Lukas Enembe bisa saja disangka dengan Pasal 221 KUHP atau pun Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 kepada para pihak yang diduga menghalang-halangi suatu proses hukum (obstruction of justice).

Menanggapi hal itu, Koordinator Advokat Perekat Nusantara, Petrus Salentinus, menilai apa yang dilakukan pengacara Lukas Enembe bukan usaha mengalangi atau merintangi penyidikan. Melainkan, semata dilakukan demi menjalankan profesi membela sang klien.

"Artinya tindakan Advokat Roy Rening dkk (Pengacara Lukas Enembe) yang dipandang KPK sebagai memenuhi unsur pasal 21 UU Tipikor, di mata Advokat hal itu sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang oleh KPK," ujar Petrus dalam keterangan tertulis diterima, Jumat (30/9/2022).

Petrus menyarankan, ketimbang mempersangkakan pengacara, KPK seharusnya dapat melakukan kewenangan upaya paksa terhadap tersangka jika yang bersangkutan terus mangkir dari pemanggilan. Bukan seolah mengancaman terhadap profesi advokat.

"KPK memiliki kewenangan lebih besar untuk melakukan upaya paksa tanpa harus mengancam profesi Advokat. Tidak boleh sampai kepada memberlakukan pasal 21 UU Tipikor terhadap Advokat," tegas Petrus.

Petrus berharap, KPK tidak salah dalam melihat profesi advokat. Artinya, ketika advokat berseberangan terhadap penegak hukum maka tidak mendapat peringatan seperti ancaman pasal Obstruction of Justice.

"UU Advokat memberikan hak imunitas kepada seorang Advokat dan mengotorisasi kekuasaannya untuk beroposisi terhadap penegak hukum pada setiap tingkat pemeriksaan," jelas Anggota Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Butuh Waktu Beri Pemahaman ke Masyarakat Papua

Petrus menilai apa yang dilakukan pengacara Lukas Enembe bukanlah memamgkirkan kliennya. Dia melihat ada kultur setempat yang harus dijaga demi memberi pemahaman terhadap masyarakat Papua tentang gubernurnya yang diduga tersandung rasuah.

"Diperlukan waktu dengan cara menunda pemeriksaan, untuk membangun pemahaman kepada warga simpatisanya. Lukas Enembe tidak saja sebagai Gubernur akan tetapi juga sebagai Kepala Suku dan itu budaya yang harus dihargai," tutur Petrus.

Petrus juga meyakini, Lukas Enembe dalam kondisi kesehatan yang kurang baik sehingga dapat menjadi pertimbangan untuk belum melakukan jemput paksa.

"Terdapat fakta bahwa Lukas Enembe dalam kondisi tidak sehat, jadi perlu dipertimbangkan terutama aspek psikologis dan sosiologisnya," Petrus menutup.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.