Sukses

Famtrip Kemenparekraf Ungkap Keunikan UMKM Wale Gonofu dan Indahnya Padies Kimuwu

Kemenparekraf mengangkat kerajinan tangan yang memiliki nilai jual tinggi, baik karena fungsi maupun proses pembuatannya yang membutuhkan ketrampilan khusus.

Liputan6.com, Jakarta Familiarization Trip (Famtrip) TA/TO Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) di Manado-Likupang, Sulawesi Utara, 8-12 Juni 2022, juga menampilkan keunikan UMKM Wale Gonofu dan keindahan Padies Kimuwu.

Kali ini, Kemenparekraf mengangkat kerajinan tangan lokal yang memiliki nilai jual tinggi, baik karena fungsi maupun proses pembuatannya yang membutuhkan ketrampilan khusus.

Seperti kerajinan sabut kelapa yang dihasilkan pasangan Ambrosius Montolalu dan Dyah Sri Utami. Dengan merek Wale Gonofu, keduanya membuat beragam kerajinan tangan yang mayoritas berasal dari sabut kelapa, termasuk memanfaatkan batok dan kayu kelapa.

Ambrosius Montolalu dan Dyah Sri Utami memiliki Workshop dan gallery Wale Gonofu di Desa Pinenek, Jaga 1, Likupang Timur, Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Tidak kurang dari 40 jenis produk kerajinan hasil tangan Ambrosius Montolalu dan Dyah Sri Utami ditampilkan di sini.

"Wale Gonofu dalam bahasa lokal Minahasa artinya rumah sabut kelapa. Menariknya yang memunculkan ide ini adalah istri, yang notabene dari Jawa," ungkap Ambrosius.

Kerajinan tangan yang diproduksi Wale Gonofu beragam, dari bunga, gantungan kunci, kalung, gelang, anting, notebook, sikat, hingga dekorasi seperti pohon natal. Barang-barang ini tak hanya dipasarkan di wilayah Sulawesi Utara, tetapi juga pernah ke luar negeri.

Wale Gonofu dirintis Ambrosius Montolalu dan Dyah Sri Utami pada tahun 2017. Produk-produk kerajinan tangan Wale Gonofu pada akhirnya mengisi toko-toko souvenir yang ada di Kota Manado. Dalam perkembangannya, toko-toko souvenir meminta untuk mereka memproduksi kerajinan tangan berukuran kecil. Bahkan sudah go internasional.

"Penjualan ke luar negeri lebih ke pertemanan dan ke pameran-pameran. Kami juga pernah ikut pameran di Italia. Kami tentu ingin bisa mengekspor sendiri produk-produk kami. Kami sangat senang sekali Kemenparekraf dan rombongan datang menengok kami. Membuat kami semakin bersemangat," kata Dyah.

President Federation of ASEAN Travel Association (FATA) Pauline Suharno, yang juga Direktur Elok Tour Jakarta dan Ketua Umum DPP Astindo, mengatakan sudah arahkan travel agent/tour operator anggota asosiasinya untuk memasukkan kunjungan ke desa wisata & UMKM lokal dalam paket-paket wisata yang ditawarkan ke customer.

"Jadi wisatawan yang datang bisa menikmati melihat pembuatannya. Setting kerajinan UMKM ini berada dalam atraksi desa. Pengunjung biar diajak interaksi dan membuat mereka betah di area desa. Ditambah lagi kemasan yang bagus dan rapih, wah, berkualitas dan keren. Kami akan dukung mempromosikan paket ini sebagai paket eduwisata yang memberikan kesempatan wisatawan untuk menambah wawasan sambil berwisata," katanya.

Dari Wale Gonofu, peserta Famtrip lalu melanjutkan perjalanan ke Padies Kimuwu, tempat wisata yang memadukan dua konsep dalam satu tempat yakni wisata alam dan budaya.

Pemilik yang juga juru bicara Padies Kimuwu Reinard Dimetri Johanes Wewengkang mengatakan, Padies artinya padi, sedangkan Kimuwu dalam bahasa Tombulu artinya bumbungan atau bukit. Dengan demikian Padies Kimuwu artinya bumbungan padi atau bukit.

Dari atas puncak bukit seluas 20 hektare ini, peserta Famtrip bisa menyaksikan indahnya pemandangan Kota Manado. Terlihat juga Gunung Klabat yang merupakan gunung tertinggi di Sulawesi Utara, Pulau Manado tua, Bunaken dan Siladen.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Indahnya Manado di Malam Hari

Selain itu, di sini terdapat dua situs budaya para leluhur Minahasa yakni Watu Marengke dan Watu Siow Kurur. Dari tulisan yang terdapat di kedua situs tersebut, diketahui bahwa tempat ini dahulu merupakan tempat berkumpul dan bermusyawarah para leluhur Minahasa dari sejumlah walak.

"Situs budaya Watu Marengke dipercaya sebagai tempat penghormatan kepada leluhur penghulu perang, Empung (leluhur) Totokai. Istilah marengke diambil dari gerakan tari tari merayakan kemenangan perang. Yaitu menunjuk pada kaki yang digerakkan naik-turun lalu diikuti oleh tubuh yang membentuk suatu gerakan," kata Reinard.

Masrura Ram Idjal Owner PT Jasa Pesta Wisata Bandung yang juga Kabid SDM dan Litbang DPP Asita memuji keindahan Padies.

"Padies menyuguhkan keindahan Kota Manado di malam hari. Memandang Kerlap kerlip Kota Manado dari ketinggian sambil menyantap hidangan lezat dari restoran ini dan disuguhi atraksi tari pedang adalah momen langka yang akan dikenang oleh wisatawan yang berkunjung kesini," katanya.

Dari Padies, wisatawan akan dimanjakan dengan pemandangan kota Manado dan Minahasa. Kata wanita yang biasa disapa Bu Haji itu, dari tempat ini, wisatawan bisa mencoba olahraga paralayang, berkeliling di atas udara menikmati indahnya pemandangan Kota Manado.

"Ini destinasi asik banget untuk bisa menjadi tempat istirahat. Kita bisa makan di sini dengan wisatawan. Destinasi yang punya cerita, membuat wisatawan itu akan bahagia dan penasaran. Dia akan merasakan experience tersendiri. Pariwisata itu memang tidak bisa bekerja sendirian, harus melibatkan banyak unsur. Bisnis, akademisi, komunitas, pemerintah dan juga bantuan media untuk publikasi membuat pariwisata Manado dan Likupang bisa bangkit kembali," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.