Sukses

Sampaikan Pleidoi, Eks Pejabat Pajak Angin Prayitno Sebut KPK Tak Bisa Buktikan Aliran Uang

Syaefullah juga menilai ada yang janggal apabila penuntut umum mengaitkan perihal kedatangan Veronika Lindawati selaku kuasa wajib pajak sekaligus orang kepercayaan Bos Bank Panin, Mu'min Ali Gunawan, pada 24 Juli 2018 di DJP untuk negosiasi pajak.

Liputan6.com, Jakarta Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Angin Prayitno Aji menyebut jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa membuktikan dakwaan dan tuntutannya, dalam perkara dugaan suap pengurusan nilai pajak yang menjeratnya.

Argumen itu disampaikan Angin melalui kuasa hukumnya, Syaefullah Hamid, dalam agenda pembacaan pleidoi atau nota pembelaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (19/1/2022) malam.

"Bahwa penuntut umum tidak dapat membuktikan dakwaan dan tuntutannya terkait penerimaan uang dari PT GMP, PT Bank Pan Indonesia, dan PT Jhonlin Baratama," ujar Syaefullah dalam pleidoinya Angin.

Syaefullah menyebut, soal penerimaan uang dari PT. GMP melalui Yulmanizar yang sempat ditukar ke mata uang rupiah sebesar Rp 13,8 miliar tidak bisa dibuktikan di persidangan. Dia menyebut, berdasarkan catatan elektronik Money changer Dolarasia, Yulmanizar tidak pernah menukar mata uang rupiah sebesar RP 13,8 miliar tersebut. 

"Fakta ini dikuatkan dengan keterangan saksi Rianhur Sinurat yang mengatakan bahwa Yulmanizar yang menggunakan nama Deden Suhendar tidak pernah menukar uang sebesar 10 miliar ke atas dalam satu waktu," kata dia.

Syaefullah juga menilai ada yang janggal apabila penuntut umum mengaitkan perihal kedatangan Veronika Lindawati selaku kuasa wajib pajak sekaligus orang kepercayaan Bos Bank Panin, Mu'min Ali Gunawan, pada 24 Juli 2018 di DJP untuk negosiasi pajak.

Padahal, lanjut dia, nilai pajak telah ditetapkan sehari sebelumnya, yaitu tanggal 23 Juli 2018. Sehingga muncul pertanyaan bagaimana mungkin Veronika datang untuk menegosiasikan nilai pajak yang telah ditetapkan dan diterbitkan sebelum kedatangannya tersebut. 

"Sangat janggal jika penetapan SPHP tanggal 23 Juli 2018 adalah tindak lanjut dari kedatangan Veronika pada tanggal 24 Juli 2018," kata dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bantah Semua Tudingan

Syaefullah juga menyangkal anggapan penuntut umum soal penerimaan uang dari PT Bank Pan Indonesia. Disebutkan jika Angin menerima uang Rp 5 miliar yang diberikan dalam pertemuan tanggal 15 Oktober 2018 yang dihadiri oleh Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak.

Dia menyebut, penuntut umum beranggapan Veronika Lindawati menyerahkan uang Rp 5 miliar kepada Wawan Ridwan yang kemudian diteruskan kepada Angin. 

"Namun, melalui bukti form penerimaan tamu tanggal 15 Oktober 2018 yang ditandatangani oleh Yulmanizar dalam kolom pegawai yang ditemui. Hal ini membuktikan bahwa Yulmanizar yang menghadiri pertemuan tersebut," ujarnya.

"Fakta hukum ini diperkuat dengan keterangan Veronika Lindawati bahwa Yulmanizar dan Febrian lah yang menghadiri pertemuan tersebut, sedangkan Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak tidak mengikuti pertemuan tersebut," kata dia.

Syaefullah mengklaim dua keterangan sanggahan itu membuktikan bahwa Wawan tidak menghadiri pertemuan tersebut. Walhasil, tidak mungkin apabila Wawan Ridwan meneruskan uang tersebut kepada Angin.

Tuduhan lain yang dapat dibantah Syaefullah soal penerimaan dari PT Jhonlin Baratama (JB). Menurut Syaefullah, pada saat pemeriksaan PT JB, Angin tidak menjabat lagi sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.

"Mustahil Angin mencampuri pemeriksaan PT JB. Selain itu, Yulmanizar juga mencabut keterangan terkait dengan keterlibatan Angin dalam pemeriksaan PT JB dan penerimaan uang dari PT JB," kata dia.

Selain itu, Syaefullah juga menyebut Angin tidak pernah ketemu dengan tim pemeriksa untuk mencampuri pemeriksaan pajak. Bahkan, menurut Syaefullah, Angin tidak kenal dan tidak pernah bertemu dengan tim pemeriksa. 

"Angin juga tidak pernah memerintahkan penerimaan uang dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung. Seluruh fakta hukum ini terungkap di persidangan berdasarkan keterangan para saksi yang dihadirkan oleh penuntut umum," kata dia.

Sebelumnya, Angin dituntut 9 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Sementara Dadan Ramdhani, selaku mantan Kepala Subdirektorat Pemeriksaan Ditjen Pajak, dituntut pidana 6 tahun penjara denda Rp 350 juta subsider 5 bulan kurungan.

Jaksa juga menuntut kedua mantan pejabat Ditjen Pajak itu membayar uang pengganti Rp 3.375.000.000 dan SGD 1.095.000, dengan perhitungan nilai tukar rupiah pada tahun 2019.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.