Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang Rp 100 miliar terkait kasus dugaan korupsi yang dilakukan PT Merial Esa.
PT Merial Esa merupakan tersangka korporasi dalam kasus dugaan korupsi terkait pembahasan dan pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) dalam APBN-P pada 2016 untuk Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Baca Juga
"Tim penyidik dalam proses penyidikan ini, telah menyita uang sekitar Rp 100 miliar yang berada di beberapa rekening bank yang diduga terkait dengan perkara," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (3/1/2022).
Advertisement
Ali mengatakan uang tersebut masih dalam penyitaan tim penyidik. Nantinya lembaga antirasuah akan menyerahkan uang itu ke kas negara sebagai bagian dari pemulihan keuangan negara.
"Diharapkan uang yang disita tersebut bisa dijadikan sebagai bagian dari aset recovery dari tindak pidana dimaksud," kata Ali.
Diketahui, tim penyidik telah merampungkan PT Merial Esa. PT Merial Esa diduga secara bersama-sama memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait proses pembahasan dan pengesahan anggaran dalam APBN‎-P tahun 2016 untuk Bakamla.
Â
* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Dugaan Suap
Komisaris PT Merial Esa Erwin Sya'af Arief, yang juga terjerat pada perkara tersebut diduga berkomunikasi dengan Anggota Komisi I‎ DPR RI Fayakhun Andriadi agar mengupayakan proyek satelit monitoring di Bakamla masuk APBN-P 2016.
Erwin menjanjikan fee tambahan untuk Fayakhun Andriadi jika meloloskan permintaannya. Total komitmen fee dalam proyek ini, yaitu 7 persen dan 1 persen di antaranya untuk Fayakhun Andriadi.
Sebagai realisasi commitment fee, Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah memberikan uang kepada Fayakhun Andriadi sebesar USD 911.480 atau setara sekitar Rp 12 miliar. Uang itu dikirim secara bertahap sebanyak empat kali melalui rekening di Singapura dan Guang Zhou China.
Advertisement
PT Merial Esa disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 ‎Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Advertisement