Sukses

KPK: Pemberian Hadiah ke Pacar Penyelenggara Negara Bisa Dipidana

Ghufron menerangkan pelarangan penerimaan gratifikasi diatur dalam Pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyebut pemberian hadiah kepada teman dekat yang merupakan penyelenggara negara bisa masuk dalam kategori gratifikasi. Menurut Ghufron, pemberian gratifikasi masuk ranah pidana.

"Kalau kemudian ternyata pacar anda adalah bupati, mertua anda adalah dirjen, adalah menteri, itu yang kemudian sudah diliputi aspek hukum gratifikasi, maka gratifikasi kepada penyelenggara negara kemudian dianggap sebagai suap jika tidak dilaporkan," ujar Ghufron dalam webinar, Selasa (30/11/2021).

Ghufron menerangkan pelarangan penerimaan gratifikasi diatur dalam Pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pasal tersebut menerangkan pemberian hadiah masuk dalam ranah pidana jika pemberian berhubungan dengan jabatan.

Dalam pasal tersebut menyatakan penerima gratifikasi dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tak Harus Berbentuk Uang

Menurut Ghufron, gratifikasi tidak hanya berbentuk uang saja. Melainkan bisa saja berbentuk barang, diskon, pinjaman tampa bunga, maupun fasilitas lainnya. Ghufron menegaskan, setiap penyelenggara negara yang menerima hal tersebut, maka wajib melaporkannya kepada KPK selama 30 hari kerja.

Ghufron mengatakan, setelah pelaporan, maka KPK akan menentukan apakah pemberian tersebut masuk dalam gratifikasi yang bertentangan dengan kewajibannya atau tidak. Meski demikian, KPK menerima argumen dari penerima apabila pemberian tersebut tidak masuk kategori suap.

"Jika suap, maka kami kemudian tetapkan sebagai gratifikasi yang dirampas negara dan hasil rampasannya disetorkan kepada negara," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.