Sukses

Artidjo Alkostar, Perjalanan Karier dari Pengacara hingga Dewas KPK

Kabar wafatnya anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Artidjo Alkostar dibenarkan Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean.

Liputan6.com, Jakarta - Kabar duka kembali menyelimuti Indonesia, anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Artidjo Alkostar meninggal dunia. Hal tersebut dibenarkan oleh Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean.

"Saya baru dapat kabar beberapa menit lalu, sekarang saya mau menuju ke apartemen (kediaman Artidjo)," tutur Tumpak saat dikonfirmasi, Minggu (28/2/2021).

Tumpak pun belum mengetahui penyebab meninggalnya Artidjo Alkostar sebab masih dalam perjalanan menuju rumah duka di kawasan Kemayoran, Jakarta Utara.

Lantas, siapakah sebenarnya sosok Artidjo Alkostar? Mantan Hakim Agung itu resmi menjadi salah satu anggota Dewan Pengawas KPK usai membacakan sumpah dan janji pada Jumat, 20 Desember 20219 lalu di Istana Kepresidenan.

Tak sendiri, Artidjo Alkostar diangkat sebagai Dewas KPK bersama mantan Hakim MK Harjono, Peneliti LIPI Syamsuddin Haris, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang Albertina Ho, dan Wakil Ketua KPK periode 2003-2007 Tumpak Hatorangan Panggabean.

Artidjo Alkostar yang merupakan mantan Hakim Agung itu pensiun pada 22 Mei 2018 setelah genap berusia 70 tahun.

Artidjo Alkostar sudah 18 tahun menduduki posisi Hakim Agung sebelum akhirnya pensiun. Ia pun dikenal sebagai hakim yang keras pada koruptor.

Berikut profil singkat Artidjo Alkostar, anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meninggal dunia:

 

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Latar Belakang Pendidikan dan Karier

Artidjo Alkostar, pria kelahiran Situbondo, Jawa Timur pada 22 Mei 1948 itu menamatkan pendidikan SMA-nya di Asem Bagus, Situbondo. Kemudian, ia masuk Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia atau FH UII Yogyakarta.

Sejak lulus dari FH UII Yogyakarta pada 1976, Artidjo mengajar di kampus tersebut sampai saat ini.

Kemudian pada 1981, Artidjo menjadi wakil direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta sampai 1983. Kemudian pada 1983 sampai 1989, ia menjadi orang nomor satu di LBH Yogyakarta.

Lalu antara 1989 sampai 1991, Artidjo berada di New York mengikuti pelatihan untuk lawyer mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) di Columbia University, Amerika Serikat selama enam bulan.

Namun pada saat yang bersamaan, ia juga bekerja di Human Right Watch divisi Asia di New York selama dua tahun.

Pulang dari Negeri Paman Sam, Artidjo mendirikan kantor hukum yang bernama Artidjo Alkostar and Associates sampai 2000.

Karena pada 2000, Artidjo Alkostar harus menutup kantor hukumnya karena terpilih sebagai hakim agung hingga pensiun pada 2018.

 

3 dari 3 halaman

Rekam Jejak Artidjo

Selama menjadi Hakim Agung, Artidjo Alkostar telah menangani 19.708 berkas perkara. Dari sejumlah kasus, perkara korupsi mantan Presiden Soeharto adalah salah satu yang berkesan bagi Artidjo.

Artidjo merupakan sosok yang dikenal menakutkan bagi para koruptor. Ia pernah memperberat vonis mantan kader Demokrat, Angelina Sondakh. Vonis Angelina Sondakh dari 4 tahun penjara menjadi 12 tahun.

Artidjo juga memperberat hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbanigrum dari 7 tahun menjadi 14 tahun serta denda Rp 5 miliar, subsider satu tahun empat bulan kurungan.

Tak hanya itu, Artidjo juga memperberat hukuman para koruptor lainnya, seperti mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, mantan Ketua MK Akil Mochtar, mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, dan lain-lain.

Pada kasus Ratu Atut Chosiyah, Artidjo beserta hakim lainnya yakni Krisna Harahap, Surachmin, MS Lumme serta Mohamad Askin justru memperberat hukumannya dari empat tahun menjadi tujuh tahun penjara.

Kemudian pada April 2018, Artidjo memperberat hukuman terpidana kasus korupsi proyek e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong dari 8 tahun menjadi 11 tahun penjara.

Di kasus yang sama, hukuman Irman dan Sugiharto diperberat dari tujuh dan lima tahun penjara menjadi masing-masing 15 tahun penjara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.