Sukses

HEADLINE: HUT ke-75 RI, Pandemi Covid-19 Jadi Momentum Kebangkitan Bangsa

Jokowi tidak ingin membiarkan krisis akibat pandemi Covid-19 ini membuat Indonesia mengalami kemunduran.

Liputan6.com, Jakarta - "Jangan sia-siakan pelajaran yang diberikan oleh krisis."

Kalimat tegas ini diucapkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat Sidang MPR, DPR dan DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat, 14 Agustus 2020, menjelang HUT ke-75 Republik Indonesia.

Jokowi tidak ingin membiarkan krisis ini membuat Indonesia mengalami kemunduran. "Justru momentum krisis ini harus kita bajak untuk melakukan lompatan kemajuan," ucap Jokowi.

Guna mencapai tujuan tersebut, mantan Gubernur DKI Jakarta ini mendorong masyarakat Indonesia untuk mengubah cara kerja dan rutinitas. Jokowi ingin agar seluruh pekerja mengeluarkan segala upaya lebih dari sebelumnya.

"Krisis ini telah memaksa kita untuk menggeser channel cara kerja. Dari cara-cara normal menjadi cara-cara ekstra-normal. Dari cara-cara biasa menjadi cara-cara luar biasa," sebut Jokowi.

Dari prosedur panjang dan berbelit menjadi smart short cut. Dari orientasi prosedur menjadi orientasi hasil.

"Pola pikir dan etos kerja kita harus berubah," Jokowi menandaskan.

Jokowi menyatakan, pada usia ke-75 tahun ini, Indonesia telah menjadi negara Upper Middle Income Country.

"25 tahun lagi, pada usia seabad Republik Indonesia, kita harus mencapai kemajuan yang besar, menjadikan Indonesia negara maju," ujar Jokowi.

Sepenggal pidato Presiden Jokowi tersebut menjadi cerminan, mantan Wali Kota Solo tersebut ingin Indonesia bangkit dari krisis. 

Pakar Komunikasi Politik Pangi Syarwi Chaniago menyebut, dalam pidatonya, Jokowi ingin memberikan optimisme, bangsa Indonesia bisa menjadi negara yang mandiri. Misalnya, dengan program food estate, Indonesia bisa memproduksi bahan pangan sendiri.

"Kita bisa datangkan beras dan sayur-sayuran dari tiap-tiap wilayah provinsi di Indonesia. Kita ini negara yang dalam kondisi krisis dapat memanfaatkan momentum itu," kata Pangi kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (14/8/2020).

Langkah Jokowi untuk membuat lompatan besar, kata Pangi, sangat tepat dalam meghadapi krisis dunia akibat Covid-19 ini.

"Saya pikir memang tiap pemimpin jika sedang menghadapi tantangan yang makin berat harus ada lompatan saat krisis. Beliau juga bilang kita tak boleh kalah dengan krisis dan justru dengan krisis akan lebih siap lagi," kata dia.

Optimisme untuk bangkit itulah, lanjut Pangi, harus dibangun oleh seorang pemimpin.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu menilai, dalam pidatonya tampak Jokowi memprioritaskan semua aspek untuk bangkit dari keterpurukan. 

"Tak hanya soal infrastruktur, tapi juga pandemi dan kesehatan. Artinya semua ini harus diselamatkan, dan negara yang terancam menghadapi resesi harus diselamatkan, penegakan hukum juga menjadi prioritas jadi ini penting," ujar dia.

Pangi menilai Indonesia adalah negara yang paling siap menghadapi krisis di bandingkan negara-negara di Asia. 

"Misalnya Singapura kan negara yang mengadalkan jasa dan tanpa negara lain sulit. Kalau Indonesia, kan dibanding negara-negara di Asia kan belum resesi tapi kita bisa bertahan dan ekonomi rakyat tumbuh, orang tetap bisa makan," kata dia.

Sementara, Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menyebut, Jokowi perlu memperbaiki timnya untuk mewujudkan kebangkitan bangsa.

Sebab, menurut dia, selama ini kabinetnya sangat gagap dalam menangani Covid-19 sehingga kebijakannya cenderung terbata-bata di hampir semua sektor. Baik di bidang pendidikan, kesehatan hingga ekonomi.

"Jadi sebetulnya Presiden harus memulai momentum itu sendiri ke dirinya. Caranya ya penyegaran kabinet adalah salah satunya. Momentum tadi itu mulai dari dirinya kalau dirinya memulai momentum itu, kelihatannya akan menyebar virus momentum itu ke seluruh rakyat," ujar kepada Liputan6.com.

 

Semangat Gotong Royong

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengatakan, optimisme yang dibangun Jokowi dalam pidatonya memerlukan semangat gotong royong untuk mewujudkan Indonesia bebas dari krisis. Semangat kebersamaan inilah, kata Trubus yang harus dihidupkan kembali.

"Kita bisa bangkit, menerima keadaan ini dengan syarat bagaimana membangun kebersamaan, public trust (kepercayaan publik)," kata Trubus kepada Liputan6.com.

Menurut Trubus, selama ini masyarakat merasa penanganan Covid-19 hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Padahal, kata dia, perlu ada sinergi dari masyarakat. 

"Jadi orang kaya membantu orang miskin, orang miskin juga harus bersinergi menjaga situasi kondusif. Jangan sedikit-sedikit demo, melakukan perlawanan. Ini harus dibantu oleh pemerintah dengan membuat kebijakan supaya saling bersinergi," kata dia.

Langkah Jokowi untuk membangun lumbung pangan, kata Trubus juga merupakan kebijakan yang tepat. Sebab, tak menutup kemungkinan akan terjadi krisis pangan. "Selama ini hasil data BPS yang tidak terdampak Covid-19 ada empat bidang yaitu pertanian, perkebunan, kehutanan dan IT," ujar Trubus.

Trubus mengatakan, dibanding Singapura dan Malaysia, sebenarnya Indonesia lebih unggul. Sebab memiliki lahan pertanian yang luas. Namun, selama ini tidak ditangani dengan baik sehingga lebih mengandalkan impor. 

"Kita tidak hanya menghadapi Covid-19 ada juga ancaman bencana alam sekarang sudah banyak daerah kebanjiran. Tempat lain ada bencana gunung meletus. Bagaimana ketersediaan pangan menjadi prioritas jangan sampai manjemen krisis tidak hanya krisis kesehatan tapi juga krisis alam," ujar dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Strategi Jokowi Bangkitkan Indonesia

Pada pidato yang disampaikan dalam sidang tahunan MPR, Jokowi menekankan pandemi Covid-19 yang menyebabkan krisis menjadi momentum untuk mengambil langkah yang besar agar dapat mengejar ketertinggalan.

Caranya, kata dia, dengan melakukan transformasi besar dan melaksanakan strategi yang besar. Jokowi mengatakan, Indonesia memiliki waktu 25 tahun lagi sebelum memasuki usia kemerdekaan satu abad.

Dia berharap, pada saat itu, keadaan Indonesia sudah jauh lebih baik. Oleh karena itu, inilah waktu yang tepat untuk membangun Indonesia sesuai yang dicita-citakan masyarakat.

"Target kita saat ini bukan hanya lepas dari pandemi, bukan hanya keluar dari krisis. Langkah kita adalah melakukan lompatan besar memanfaatkan momentum krisis yang saat ini sedang terjadi," ujar dia.

Jokowi pun mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk bersama pecahkan masalah fundamental yang tengah dihadapi.

"Saatnya kita bajak momentum krisis untuk melakukan lompatan-lompatan besar," kata dia.

Jokowi mengatakan, pandemi Covid-19 membuat pemerintah melakukan reformasi di berbagai sektor.

Bangun Food Estate

Di sektor ketahanan pangan, pemerintah tengah membangun food estate atau lumbung pangan di Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara.

"Food estate sedang dibangun untuk memperkuat cadangan pangan nasional, bukan hanya di hulu tetapi juga bergerak di hilir produk pangan industri," ujar Jokowi.

Menurut dia, food estate tersebut dibangun dengan menggunakan teknologi modern dan pemanfaatan kecanggihan digital. Pemerintah juga berencana membangun beberapa food estate di daerah-daerah lain.

"Bukan hanya untuk pasar domestik, tetapi juga untuk pasar internasional," ucapnya.

Jokowi menjelaskan food estate dibangun untuk menjamin kelancaran rantai pasokan makanan ke seluruh wilayah negeri. Dia memastikan efisiensi produksi pangan, peningkatan nilai tambah bagi petani, penguatan koperasi, dan metode korporasi petani akan terus ditingkatkan.

"Program ini merupakan sinergi antara pemerintah, pelaku swasta, dan masyarakat sebagai pemilik lahan maupun sebagai tenaga kerja," jelas Jokowi.

Adapun Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ditunjuk Jokowi memimpin proyek food estate di Kalimantan Tengah. Food estate yang dibangun tahun ini memiliki luas lahan 30.000 hektare. Luas ini akan ditambah lagi 148.000 hektare hingga dua tahun ke depan.

Perbaiki Regulasi yang Tumpang Tindih

Jokowi juga memerintahkan agar regulasi di Indonesia kembali di tata ulang. Pasalnya, dia menilai saat ini masih ada regulasi yang tumpang tindih yang justru menjebak semua pihak dalam menyelesaikan pekerjaan.

"Regulasi yang tumpang tindih, yang merumitkan, yang menjebak semua pihak dalam risiko harus kita sudahi," kata Jokowi.

Menurut dia, ekosistem nasional untuk perluasan kesempatan kerja juga bergantung pada regulasi yang sederhana. Jokowi menyebut penataan regulasi dedikasikan untuk perekonomian nasional yang adil dan lapangan pekerjaan.

"Untuk kepentingan yang sudah bekerja, untuk kepentingan yang sedang mencari kerja, untuk mengentaskan kemiskinan, dengan menyediakan kesempatan kerja yang berkualitas seluas-luasnya," jelasnya.

Reformasi di Sektor Kesehatan

Presiden Jokowi juga memerintahkan agar dilakukan reformasi di sektor kesehatan. Misalnya, harus berorientasi pada pencegahan penyakit dan pola hidup sehat.

"Penguatan kapasitas SDM, pengembangan rumah sakit dan balai kesehatan, serta industri obat dan alkes harus diprioritaskan," ujar dia.

Selain itu, Jokowi juga mengatakan bahwa ketahanan dan kapasitas pelayanan kesehatan harus ditingkatkan secara besar-besaran, demikian juga dengan ketahanan pangan.

Reformasi di Bidang Pendidikan

Jokowi juga meminta agar ada reformasi di bidang pendidikan. Dia meminta, sistem pendidikan nasional mengedepankan sisi religiusitas.

"Sistem pendidikan nasional harus mengedepankan nilai-nilai Ketuhanan, yang berkarakter kuat dan berakhlak mulia," kata Jokowi.

Selain sisi religiusitas, sistem pendidikan nasional harus bisa menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul dan berinovasi. Terutama unggul dan berinovasi dalam dunia teknologi.

"Saya ingin semua platform teknologi harus mendukung transformasi kemajuan bangsa," tegasnya.

 

3 dari 3 halaman

Produk Lokal Bangkitkan Ekonomi Indonesia

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) DKI Sarman Simanjorang mengatakan, Indonesia bisa bangkit dari keterpurukan dampak Covid-19 dengan memberdayakan produk lokal atau dalam negeri.

"Momentum peringatan 75 tahun RI di masa pandemi ini harus melakukan langkah-langkah besar untuk bangkit, kita harus meningkatkan rasa kebangsaan dan nasionalisme kita dalam usia 75 tahun ini potensi dalam negeri kita mampu diberdayakan semaksimal mungkin untuk ekonomi kita," kata Sarman kepada Liputan6.com, Jumat (14/8/2020).

Menurutnya dalam waktu 1-2 tahun ke depan Indonesia belum bisa berharap pada ekspor dan investasi untuk mendorong kebangkitan ekonomi. Karena semua ini dampak ekonomi global pandemi Covid-19.

"Kita belum bisa berharap banyak terhadap investasi dan ekspor, karena masih wait and see semuanya, yang kita harapkan adalah pertumbuhan ekonomi dari sisi yang ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah," ujarnya.

Oleh karena itu Pemerintah harus bisa memupuk kemandirian ekonomi bangsa ini, diantaranya dengan mengedepankan produk UMKM agar menjadi produk unggulan yang dicintai bangsanya. Begitupun dengan sisi pariwisata, pemerintah harus menggalakkan destinasi wisata lokal sehingga perputaran uang tetap berada di Indonesia.

Sama halnya dengan penggunaan bahan baku pembangunan infrastruktur Indonesia masih mengimpor dari China, misalnya produk Baja China dinilai lebih murah dibanding baja Indonesia.

"Kita punya BUMN Krakatau steel coba dibayangkan kemarin itu kita lagi gencar-gencarnya membangun infrastruktur, seharusnya industri baja kita booming malah industri baja kita anjlok, karena ternyata infrastruktur banyak memakai baja dari China," ujarnya.

Sarman menilai pola pikir kita sebagai bangsa Indonesia harus diubah, dan pemerintah seharusnya memproteksi dan mengutamakan produk dalam negeri dalam hal apapun, sebisa mungkin kontraktor-kontraktor BUMN dan swasta menggunakan produk lokal dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasanya.

"Saya rasa ini momentum yang harus kita bangun kedepan, supaya kita betul-betul mampu mengurangi ketergantungan kita dengan produk asing ini termasuk bahan baku industri impor," katanya.

Saran Sarman, Pemerintah harus memiliki target untuk mengurangi penggunaan produk asing, misalnya di Kementerian Pertanian, kementerian perindustrian atau Kementerian Perdagangan.

"Walaupun kita belum mampu menyuplai 100 persen kebutuhan dalam negeri, setidaknya kita bisa mengutamakan produk lokal daripada harus impor," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.