Sukses

Pemberlakuan PSBB Digugat ke MK

Dua orang advokat mengajukan pengujian UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan karena pemerintah memilih memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Liputan6.com, Jakarta - Dua orang advokat mengajukan pengujian UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan karena pemerintah memilih memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Dalam permohonan yang dikutip dari laman resmi Mahkamah Konstitusi, Runik Erwanto serta Singgih Tomi Gumilang sebagai pemohon mengaku dirugikan karena penerbangan dibatasi sementara persidangan kasus konkret tetap berjalan selama PSBB. 

Keduanya, sedang menangani perkara di Jakarta dan Bali, tetapi terhalang tidak tersedianya penerbangan dari domisili keduanya menuju tempat sidang karena pemberlakuan PSBB.

Pemohon mendalilkan Pasal 55 Ayat (1) UU Karantina Kesehatan mengandung ketidakpastian hukum serta pemberlakuan PSBB melenceng dari UU tersebut.

"Yang terjadi sekarang adalah pemerintah memberlakukan PSBB, tetapi praktiknya adalah lockdown," kata pemohon dalam permohonan seperti dikutip dari Antara.

Menurut dua advokat itu, peraturan perundang-undangan tidak mengatur pelarangan orang keluar masuk daerah yang ditetapkan melakukan PSBB. Namun, pelarangan orang keluar masuk suatu daerah diatur dalam penerapan karantina wilayah.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bantuan Hanya Menanggung Orang Miskin

Selain itu, para pemohon menilai pemenuhan kebutuhan hidup dasar untuk semua orang yang dikhawatirkan pemerintah apabila diterapkan karantina wilayah, perlu diubah hanya orang miskin sehingga tanggungan pemerintah pusat lebih sedikit.

Selanjutnya pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 55 ayat (1) UU Karantina Kesehatan sepanjang kata orang bertentangan dengan UUD NRI 1945 serta menggantinya dengan orang miskin.

"Menurut para pemohon kata orang dalam Pasal 55 ayat 1 tidak mengandung kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," ujar pemohon.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.