Sukses

HEADLINE: Jakarta Terapkan PSBB Corona 10 April, Bagaimana Penerapannya?

Saat ini pemerintah provinsi tengah membahas aturan PSBB yang nantinya berupa peraturan gubernur (pergub).

Liputan6.com, Jakarta - DKI Jakarta memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) setelah Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyetujui pengajuan Gubernur Anies Baswedan. PSBB ini untuk mencegah penyebaran virus Corona Covid-19. 

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Pasal 2, syarat wilayah yang dapat melakukan PSBB adalah jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah.

Tentu Jakarta sudah memenuhi syarat tersebut. Sebab, Jakarta merupakan provinsi dengan jumlah kasus tertinggi di Indonesia. Jumlah kasus positif Corona Covid-19 di DKI pun terus bertambah.

Jumlah pasien positif Corona di DKI Jakarta per 7 April 2020 mencapai 1.395 kasus. Pasien sembuh sebanyak 69 orang, sementara yang meninggal 133 orang. Kemudian, yang masih mendapatkan perawatan 867 orang dan isolasi mandiri ada 326 orang.

Selain itu, jumlah yang masih menunggu hasil sebanyak 795 kasus yang telah diketahui tersebar di lima kota administrasi di Jakarta. Mulai dari Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara.

Pelaksanaan PSBB di DKI Jakarta sendiri akan dimulai pada 10 April 2020 dan berlaku selama 14 hari, sesuai surat keputusan Kementerian Kesehatan. Lamanya masa PSBB bisa diperpanjang melihat situasi dan kondisi.

Anies mengatakan, secara prinsip selama ini DKI Jakarta sudah melaksanakan pembatasan-pembatasan itu, mulai dari seruan bekerja di rumah, menghentikan belajar-mengajar di sekolah dan mengalihkan di rumah, kemudian menghentikan kegiatan ibadah di rumah ibadah dan menjadikannya di rumah, serta pembatasan transportasi.

"Semua sudah kita lakukan tiga minggu terakhir ini," kata Anies di Balai Kota, Selasa (7/4/2020).

Namun bedanya, pada 10 April 2020 nanti, warga Jakarta akan terikat pada aturan. Karena, akan disusun peraturan yang memiliki komponen penindakan.

"Kita harap pembatasan bisa ditaati dan pesan bagi semua bahwa ketaatan kita untuk membatasi akan pengaruhi kemampuan mengendalikan virus Corona," ujar Anies.

Pada penerapan PSBB, kata Anies, pada prinsipnya akan dilaksanakan seperti sebelumnya, yaitu kegiatan belajar dan bekerja di rumah, fasilitas umum ditutup baik milik pemerintah maupun swasta. Kemudian, kegiatan sosial budaya akan dibatasi. Meski demikian, kegiatan pernikahan akan dilaksanakan di kantor urusan agama sementara resepsi ditiadakan.

Anies juga akan membatasi operasional transportasi umum di Jakarta. Mulai jumlah penumpang hingga jam operasional.

"Jam operasinya dari jam 6 pagi hingga jam 6 sore. Ini berlaku untuk semua kendaraan umum yang beroperasi di Jakarta," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota, Jakarta, Selasa ( 7/4/2020).

Anies menambahkan, secara praktiknya, transportasi umum tersebut akan dikurangi 50 persen dari jumlah penumpangnya. Tiap armada tidak diperkenankan mengangkut penumpang secara penuh.

"(Penumpang) Bus dikurangi 50 persen. Misalnya satu bus 50 orang, maka tinggal 25 penumpang dalam bus. kita tidak mengizinkan penuh," ujar Anies.

Namun, Anies tak mengatur soal larangan kendaraan pribadi keluar-masuk DKI.

"Kendaraan pribadi tidak ada larangan, yang kita atur adalah kendaraan umum, tetapi harus ada phyisical distancing, artinya jumlah penumpang kendaraan dibatasi," ujar Anies, Selasa (7/4).

Untuk transportasi alternatif seperti ojek online hanya boleh beroperasi untuk jasa pengiriman. Sementara untuk mengangkut penumpang, Anies belum memberikan aturan dengan jelas. Sebab, kata dia, poin-poin aturan mengenai PSBB hingga kini masih dalam tahap penyelesaian.

"(Ojek online) untuk deliver barang confirm boleh, kendaraan roda empat bawa penumpang boleh," ujarnya.

Selain itu, Anies juga melarang warga berkumpul lebih dari lima orang.

"Saat PSBB dilaksanakan, tidak boleh ada kerumunan di atas 5 orang. Bagi yang melanggar, Pemprov akan menindak tegas," jelas Anies.

 

8 Sektor yang Tetap Bisa Berjalan

Dalam pelaksanaan PSBB, seluruh aktivitas perkantoran sebagai penggerak ekonomi ditiadakan, kecuali 8 sektor.

Pertama, sektor kesehatan. Anies menyebut tenaga kerja kesehatan diperbolehkan keluar rumah selama masa PSBB.

Kemudian, pihak atau kegiatan usaha yang memproduksi penunjang kesehatan seperti sabun, disinfektan dan lainnya diperbolehkan beraktivitas di luar rumah, tanpa mengesampingkan protokol tetap penyebaran virus.

"(Sektor) kesehatan misalnya tetap diizinkan untuk tetap berkegiatan dan ini bukan saja RS atau klinik. Ini termasuk industri kesehatan, seperti industri memproduksi sabun, usaha memproduksi disinfektan. Itu sangat relevan dengan situasi seperti sekarang, jadi tidak berhenti," kata Anies.

Sektor kedua yang dikecualikan berkegiatan di rumah adalah pangan, makanan dan minuman. Ketiga, sektor energi, seperti air, gas, listrik, stasiun pengisian bahan bakar.

Kemudian sektor keempat adalah komunikasi, baik jasa komunikasi, kelima adalah sektor keuangan dan perbankan, termasuk pasar modal.

"Itu semuanya berjalan seperti biasa," ucap Anies.

Selanjutnya, kegiatan logistik, seperti dstribusi barang. Ketujuh, kebutuhan keseharian, retail, seperti warung, toko kelotong yang memberikan kebutuhan warga itu dikecualikan. Kedelapan adalah sektor industri strategis di kawasan ibu kota.

"Jadi, semua kegiatan yang lain akan dianjurkan untuk bekerja dari rumah, kecuali 8 sektor ini," ujar Anies.

"Mereka harus melaksanakan kegiatan dengan mengikuti protap penangan Covid-19. Artinya ada physical distancing, mengharuskan penggunaan masker, mengharuskan ada fasilitas cuci tangan yang mudah," katanya.

Ditindak Tegas

Anies menegaskan, pihaknya tidak main-main dengan aturan yang akan diberlakukan ini. Tindakan tegas akan diberlakukan terhadap mereka yang tidak mengindahkan aturan tersebut.

"TNI dan polisi akan melakukan semua langkah dengan tegas, kita tidak akan melakukan pembiaran dan kita tidak akan membiarkan kegiatan berjalan yang bila itu berpotensi terjadi penularan karena kepentingan kita semua adalah mengendalikan penyebaran, masyarakat diharapkan memahami dengan baik dan menaati dengan sebaik-baiknya," ujar Anies Baswedan.

Dia juga mengatakan, selama penerapan PSBB, kegiatan patroli oleh aparat akan ditingkatkan untuk memantau kedisiplinan warga menaati aturan.

"Kegiatan patroli akan ditingkatkan untuk kepentingan utama mengendalikan penyebaran Covid-19.

Anies menyatakan peraturan resmi terkait penerapan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) di Jakarta akan segera diterbitkan.

"Peraturan ini akan dikeluarkan resmi besok (hari ini)," kata Anies.

Sementara untuk masyarakat miskin dan rentan miskin di Jakarta akan dibagikan sembako mulai Kamis (9/4/3/2020). Dia menyebut bantuan tersebut merupakan koordinasi dengan pemerintah pusat.

Anies menyatakan pendistribusian itu akibat kondisi perekonomian masyarakat yang dianggap menurun akibat virus Corona atau Covid-19.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu mengharapkan bantuan yang ada dapat membantu memenuhi kebutuhan masyarakat. Pembagian sembako akan dilakukan bersama Forkopimda.

"Pendistribusian dilakukan bersama-sama dari jajaran Pemprov, Polisi, dan TNI dan akan dilakukan dengan memegang prinsip physical distancing sampai ke level RW," ucap Anies Baswedan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

PSBB Tak Efektif Atasi Wabah Corona?

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai PSBB yang diterapkan oleh pemerintah tidak akan efektif mengatasi penyebaran Corona Covid-19. Menurut dia, PSBB tak ada bedanya dengan social distancing yang selama ini sudah diterapkan.

"Kalau PSBB susah, apa bedanya PSBB dengan social distancing," kata Agus kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (7/4/2020).

Terlebih, kata Agus, PSBB ini hanya berisi imbauan yang sebelumnya sudah diterapkan. Tanpa ada sanksi yang jelas bagi masyarakat yang melanggar aturan PSBB.

"Sanksi tidak ada. Di jalan masih ramai. Masih ada yang di kafe, lalu bagaimana cara kontrolnya PSBB?" ujar dia.

Agus juga menyoroti aturan penerapan PSBB yang bertele-tele. "Ini kok tambah birokrasi, dari mulai PP 21, Menkes sudah ngurusin orang sakit ditambah ngurusin izin," ujar dia.

Agus pun tetap menyarankan karantina wilayah atau lockdown seperti yang dilakukan Malaysia sebagai opsi yang paling tepat dalam menghadapi wabah ini.

"Saya hanya percaya pada karantina wilayah. Semua orang dikasih makan, diam di rumah," kata Agus.

"Kalau sekarang kapan selesainya enggak tahu. Saya takut bisnis enggak jalan, orang enggak bisa makan," ujarnya menambahkan.

Sementara, Pengamat Kebijakan Publik, Eko Sakapurnama, menilai dalam menerapkan PSBB sebaiknya Pemprov DKI berkoordinasi dengan pihak terkait, misalnya KADIN dan asosiasi pengusaha lainnya agar perusahaan yang belum meliburkan karyawannya bisa segera menyesuaikan.

"Seharusnya mematuhi status PSBB untuk mempekerjakan secara WFH (work from home)," ujar Eko kepada Liputan6.com, Selasa (7/4/2020).

Hal ini seperti tertulis dalam Permenkes PSBB pasal 13, bahwa seluruh kegiatan sekolah, kantor, kegiatan agama, sosial budaya harus dibatasi.

Sementara dalam lampiran Permenkes PSBB disebut bahwa hanya TNI/Polri, bidang usaha dalam kebutuhan pangan, BBM, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, ekspor impor, distribusi, logistik dan kebutuhan dasar lainnya yang diperbolehkan tetap bekerja.

Selain itu, menurut Eko, Pemprov DKI juga harus mengkaji pembatasan moda transportasi. Agar penumpukan penumpang tidak terjadi.

"Supaya tidak mengulangi kesalahan sebelumnya yang menyebabkan kerumunan," ujar dia.

Kemudian, Pemprov DKI juga harus mendata jaring pengaman sosial khususnya bagi yang mengandalkan upah harian dan karyawan yang di-PHK karena dampak Corona.

Pemprov DKI juga harus melakukan kampanye secara masif soal PSBB ini, misalnya meminta warga DKI belanja secara online. Tempat makan, kata dia, juga diminta hanya melayani delivery melalui ojek online.

Eko juga meminta Anies Baswedan memberi sanksi yang jelas bagi warga yang melanggar ketentuan PSBB.

"Sanksi wajib diberikan bagi perusahaan atau kelompok masyarakat yang masih belum mematuhi ketentuan PSBB," ujar dia.

Eko juga menyoroti soal ketidakefektifan proses birokasi saat menetapkan PSBB. Di mana dalam Bab 2 pasal 4 diatur soal tahapan permohonan PSBB oleh kepala daerah. Di mana kepala daerah harus terlebih dahulu mengajukan sejumlah data soal peningkatan dan penyebaran virus Corona.

Pasal 4 tersebut berbunyi: 

(1) Gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri harus disertai dengan data:

a. peningkatan jumlah kasus menurut waktu;

b. penyebaran kasus menurut waktu; dan

c. kejadian transmisi lokal.

(2) Data peningkatan jumlah kasus menurut waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disertai dengan kurva epidemiologi.

(3) Data penyebaran kasus menurut waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disertai dengan peta penyebaran menurut waktu.

(4) Data kejadian transmisi lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disertai dengan hasil penyelidikan epidemiologi yang menyebutkan telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga.

(5) Selain data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri juga menyampaikan informasi mengenai kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan.

Setelah data tersebut diserahkan oleh pemerintah daerah, baru kemudian Menkes melakukan sejumlah pertimbangan. Hal itu diatur dalam pasal 8 yang berbunyi:

(1) Menteri menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk wilayah provinsi/kabupaten/kota tertentu dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari sejak diterimanya permohonan penetapan.

(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan rekomendasi tim dan memperhatikan pertimbangan dari Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

"Tidak perlu ada kebijakan yang terlalu birokratis, justru harus dikurangi rentang kendali keputusan yang berjenjang. Saatnya mindset seluruh aparatur berubah untuk menjadi lebih responsif," kata Eko.

Dalam keadaan yang mendesak seperti saat ini, Eko menegaskan sebaiknya keputusan lebih responsif. "Gunakan fasilitas teknologi informasi untuk mempercepat pengambilan keputusan," kata dia.

3 dari 3 halaman

Diikuti Jawa Barat

Agar pelaksanaan PSBB efektif di Jakarta, Pemprov Jawa Barat juga akan mengajukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kepada pemerintah pusat.

"Jabar akan ambil keputusan berdasarkan data, termasuk PSBB itu akan kita exercise berdasarkan data yang kita terima (dari daerah)," katanya usai rapat koordinasi Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jawa Barat di Bandung.

Ia mengatakan data yang tidak lengkap membuat sulit pengajuan PSBB.

"Kalau datanya tidak lengkap, kita susah melengkapi argumentasi PSBB kepada pemerintah pusat," lanjut dia.

Nantinya, pria yang akrab disapa Kang Emil ini mengatakan penetapan PSBB akan difokuskan ke wilayah Bodebek atau Bogor, Depok dan Bekasi. Selain itu, Pemprov Jabar juga akan menyamakan pola PSBB yang diterapkan Jakarta.

"PSBB fokus ke Bodebek (Bogor, Depok dan Bekasi) dulu. Jakarta sudah disetujui, maka Jabar akan samakan polanya dulu untuk kabupaten/kota yang berdekatan dengan Jakarta, yaitu Depok, Bekasi dan Bogor," kata Emil, Selasa (7/4/2020).

Dia mengatakan, dengan disetujuinya PSBB Jakarta, maka pihaknya segera melakukan sinkronisasi dengan Provinsi DKI Jakarta karena penyebaran virus ini 70 persen ada di Jabodetabek.

"Tidak bisa kalau hanya DKI Jakarta yang melakukan PSBB, sementara yang lain tidak melakukan, jadi itu disinkronkan hari ini kebetulan ada rapat sama Pak Wapres. Nanti disampaikan," ujar dia seperti dikutip Antara.

Orang nomor satu di Pemprov Jabar ini juga menyinggung tentang pembatasan jam malam, dirinya sudah menginstruksikan hal tersebut kemarin ke kabupaten/kota.

"Diizinkan untuk memperketat jam malam, itu teknis beda karena level kota dan kabupaten beda. Kabupaten lebih luas dan jarang kegiatan, kota lebih padat. Jadi keputusannya ada di level wali kota atau bupati yang melaksanakannya," ujar Emil.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.