Sukses

Kisruh Penghuni dengan P3SRS Apartemen Gading Resort Residences

Sebagian penghuni Apartemen Gading Resort Residences memprotes kebijakan yang dikeluarkan Pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS).

Liputan6.com, Jakarta - Sebagian penghuni Apartemen Gading Resort Residences memprotes kebijakan yang dikeluarkan Pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS), karena dinilai tidak transparan dalam pengelolaan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL).

Masalah ini pun berujung kepada penundaan pembayaran Iuran Pemeliharaan Lingkungan (IPL) sekitar 50 penghuni apartemen. Sebelumnya, sempat terjadi pemadaman aliran listrik dan penghentian pasokan air ke unit yang ditempati penghuni.

Rony Dosonugroho, salah satu penghuni menuturkan, permasalahan antara penghuni dengan pengurus P3SRS berawal pada Januari 2016. Dengan munculnya tagihan Listrik Bersama yang seharusnya sudah termasuk di dalam IPL. Listrik Bersama ini tidak terdapat dalam AD/ART.

Menurut dia, tagihan ini ditetapkan tanpa melalui Rapat Umum Tahunan (RUTA) dan sampai berakhirnya kepengurusan P3SRS periode 2015-2018, tidak ada penjelasan kepada penghuni secara lengkap dan transparan atas munculnya tambahan biaya Listrik Bersama tersebut.

Padahal, nilai tagihan sangat signifikan bervariasi antara Rp 176.736 sampai dengan Rp 356.605 per bulan per unit apartemen. "Ketika warga menjadi pengurus (P3SRS) seharusnya ada transparansi keuangan. Karena ini sederhana sekali. Uang warga berapa yang masuk, dibayarkan untuk apa, tidak boleh ada keuntungan," ungkap dia di Jakarta, seperti dikutip Minggu (9/2/2020).

Kemudian pada April 2017 terjadi kenaikan IPL dan Sinking Fund yang menurut penghuni tidak masuk akal. Nilainya dari Rp 17.200 menjadi Rp 24.000 atau naik 40 persen, tanpa dasar perhitungan yang disampaikan ke seluruh warga.

"Kalau tidak mau mengikuti (kenaikan) itu, tidak mau bayar IPL ancamannya listrik dan air dimatikan. Saya termasuk yang listrik dan airnya dimatikan selama 9 bulan," jelas dia.

Dia menuturkan, total unit di apartemen Gading Resort Residences sebanyak 711 unit. Sedangkan penghuni yang terus berjuang hingga saat ini sekitar 150 penghuni. "Yang konsisten tidak membayar iuran (IPL) itu sekitar 40-50 orang," kata dia.

FH, salah satu penghuni yang sudah menetap sejak 2012 menyatakan, salah satu alasan tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar IPL lantaran kepengurusan P3SRS periode 2018-2023 tidak memiliki kedudukan di mata hukum.

"Pengurusnya tidak tercatat di Dinas Perumahan DKI Jakarta. Jadi penghuni merasa bahwa mereka ini bukan pengurus yang sah. Sehingga kami menunda membayar IPL. Masalahnya sekarang mereka (pihak P3SRS) mengaku sebagai pengurus yang sah sehingga mengutip iuran segala macam," kata dia saat ditemui.

Menurut dia, kepengurusan P3SRS yang sekarang pun bukan respresentasi dari warga. Ia ingat betul kala pemilihan kepengurusan 2018 lalu sangat bertabrakan dengan Peraturan Gubernur. Misalnya, tidak semua penghuni dilibatkan.

Penghuni lain IW, mengaku memiliki empat unit apartemen. Namun IW  mengaku tetap membayar IPL untuk dua unit Apartemen. "Itu membuktikan saya masih mempunyai itikad baik. Nah, sekarang mana itikad baik dari P3SRS," kata IW.

IW mengaku bukan orang ‘latah’ yang ikut-ikutan tak membayar IPL. Menurut dia, penolakan pembayaran sebagai bentuk protes karena pengurus P3SRS tidak transparan terutama dalam membeberkan laporan keuangan mengenai IPL tersebut.

Dia mengaku tarif IPL yang sempat naik secara sepihak pada tahun 2017 diturunkan oleh P3SRS menjadi Rp 19.500. Hal ini sempat ditanyakan, tapi tak pernah ada jawaban yang memuaskan.

"Selisih jauh. Saya pertanyakan penagihan sudah dilakukan selama 15 bulan kenapa kok dikembalikan hanya 3 bulan yang 12 bulan kemana?. Di situ alasannya nombokin kas yang defisit, kalau terjadi ada tekor pakai duit siapa untuk nombokin. Saya justru melihat ada indikasi penyelewengan," ujar dia.

Beberapa keluhan, seperti kerusakan pada bangunan tidak direspon baik oleh pihak P3SRS. Padahal, biaya perbaikan seharusnya ditanggung dari IPL.

IW mengaku sebenarnya justru tak mempermasalahkan siapapun orang yang duduk di kursi kepengurusan P3SRS. Hal penting, pemilihannya dilaksanakan dengan mengacu kepada aturan yang berlaku. Sementara yang terjadi sekarang ini, suara 20 penghuni dianggap mewakili keseluruhan.

"AD/ART diperbaiki, supaya tidak bisa main-main. Kedua, jujur dan transparan. Mana bisa 720 unit cuma 20 orang yang datang udah oke," ujar dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Minta Transparan

Sementara itu, Constantine penghuni yang tadinya acuh berubah sikap tatkala adik perempuan mendapatkan perlakuan intimidatif dari pihak sekuriti yang mengamankan Rapat Umum Tahunan (Ruta).

"Warga dilarang masuk ketika Rapat Tahunan. Saat itu di depan ruangan segerombolan orang berbadan besar berdiri. Mereka hanya bisa memfilter orang-orang yang boleh masuk. Adik saya mau ikutan itu,eh gak boleh malah diitimidasi," ucap dia.

Sejak kejadian itu, ia mulai melihat ketidakadilan yang ditunjukkan pihak P3SRS melalui kebijakannya. Diantaranya memunculkan Tagihan Listrik Bersama diluar IPL. Dengan besaran tiap bulan satu unit dimintai Rp 200 ribu sampai 300 ribu.

Constantine juga merasa mendapatkan perlakuan berbeda dari pihak P3SRS. Seperti tarif parkir. Ada perbedaan mencolok antara penghuni lama dengan penghuni baru untuk tarif parkir mobil kedua. Dimana ia dimintai biaya sebesar Rp 600 ribu, sedangkan penghuni lama yang memiliki 3 hingga 4 unit mobil hanya dikenakan biaya sebesar Rp 150 ribu.

"Saya merasa ada ketidakadilan. Jadilah kita ngumpul, tidak ada transparansi, keadilan, pembayaran berbeda sampai akhirnya terjun lain," ucap dia.

Selama ini laporan keuangan, juga tidak dijelaskan secara rinci. Sejak tinggal pada 2015, ia tak pernah tahu uang yang dikeluarkan P3SRS. Sehingga, ia memutuskan untuk menunda pembayaran IPL sampai permasalahan selesai. "Kita tidak bayar karena punya keresahan. Keresahan tidak transparan," ujar dia.

Kemudian, warga pun sempat berinisiatif mengadakan rapat tahunan untuk membahas persoalan ini tanpa mengundang P3SR.

Rony menambahkan, setelah kepengurusan P3SRS periode 2015-2018 berakhir, muncul kepengurusan baru untuk 2018-2021 yang dinilai juga bukan representasi dari penghuni karena tidak sepenuhnya mewakili para penghuni.

Hingga saat ini, kata dia, penghuni Apartemen Gading Resort Residences masih terus berjuang untuk meminta kejelasan soal kepengurusan P3SRS.

Meskipun, masalah pemutusan aliran listrik dan pasokan air ke unit milik penghuni telah selesai setelah pihak P3SRS bertemu dengan perwakilan Dinas Perumahan DKI Jakarta dan Kementerian PUPR.

"Sebenarnya sekarang tidak ada kepengurusan (P3SRS) tidak ada yang sah, status quo. Tapi kepengurusan yang baru ini, karena mereka berkantor di situ, akhirnya mereka yang berkuasa hingga saat ini," jelas dia.

Terakhir, para penghuni yang tetap berjuang menuntut transparansi pengurus P3SRS malah digugat, tidak hanya karena masalah pembayaran IPL tetapi juga dengan ancaman unit akan disita.

Rony berharap, pengurus P3SRS periode 2018-2021 yang dinilainya tidak sah sacara hukum menaati aturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya terkait dengan pengelolaan apartemen. Dengan demikian, ada transparansi soal pengelolaan IPL.

 

 

3 dari 3 halaman

Tanggapan Pihak P3SRS

Saat dikonfirmasi, Pengacara dari P3SRS M. Hokli Lingga membantah tudingan kepengurusan saat ini tidak memiliki legal standing. Semua pengurus diangkat dan ditetapkan dalam rapat umum anggota. Ia mengesampingkan jika ada pihak-pihak yang keberatan.

"Kita nggak bisa mengakomodir seratus persen warga setuju sama kita. Tapi begitu ditetapkan di rapat umum anggota mereka yang terpilih. Harusnya tunduk di rapat umum anggota," ujar dia.

Menurut dia, kepengurusan yang ditetapkan pada rapat umum anggota otomatis mengantongi legal standing. Buktinya kepengurusan masih jalan sampai saat ini.

"Warga juga melakukan pembayaran ke kami. Justru mereka yang melakukan rapat umum tandingan tidak diakui oleh warga. Mereka membuat rapat tandingan bahwa mereka pengurus yang sah. Tapi buktinya nggak ada melakukan pengeloan, terus warga juga nggak ada yang bayar ke mereka. Karena legal standing kami lebih kuat daripada mereka," jelas dia.

Dia mengakui, kepengurusan P3SRS belum tercatat di Dinas Perumahan DKI. Hal itu karena masih ada sengketa. "Dia belum mau mengesahkan tapi silahkan saja. Kami melihat bahwa apartemen ini harus ada pengeloan yang berjalan, kalau kami lepas justru bahaya. Siapa yang tanggung jawab kalau listrik mati," terang dia.

Lingga juga menjawab keberatan penghuni atas kenaikan dari IPL. Ia menyatakan, kenaikan itu berdasarkan keputusan di rapat umum anggota. Seharusnya kalau memang mereka keberatan dibicarakan di Rapat Umum Anggota.

“Sementara di rapat sendiri mereka diam saja. Kedua, terbukti hampir 90 persen warga yang tinggal jelas-jelas membayar tidak ada yang ricuh. Itu hanya beberapa dari mereka saja yang atas nama warga. Tapi mereka tidak mau bayar,” ujar dia.

Dia pun mempertanyakan alasan keberatan dari segelintir penghuni. “Keberatan di mananya. Karena menurut kita punya hitung-hitungan. Jadi terserah rapat anggota yang memutuskan,” tambah dia.

Perihal keberatan adanya kebijakan Tagihan Listirik Bersama, menurut Lingga, beberapa fasilitas tidak ditanggung oleh IPL. Pemakaian di lift, lampu taman, genset contohnya.

"Otomatis bagi kita ada beberapa yang dimasukan di IPL, ada juga yang dipisahkan dari IPL. Supaya pertanggungjawabkan bisa lebih rinci. Itu sebenarnya tidak masalah mau dimasukan atau tidak. Tinggal dipindahkan saja. Alasan mereka terlalu mengada-ngada," ungkapnya.

Lingga, menerangkan pihak P3SRS membuka diri untuk berdialog namun harus melalui AD/ART. Lingga juga menambahkan, jika ingin ikut aturan main supaya ikut rapat umum anggota saja. Sehingga warga dapat berpartisipasi dalam penentuan kepengurusan.

"Biarlah rapat umum yang menentukan mau siapapun yang dipilih biarlah rapat umum yang memilih karena kewenangan tertinggi ada di rapat umum anggota bukan kepada kami bukan di mereka," jelasnya.

Lingga menghimbau agar kewajban seperti membayar IPL segera diselesaikan. Sebab hingga saat ini pihak pengurus P3SRS yang menalangi biaya air dan listrik yang mereka pakai.

"Ya gini namanya kewajiban tidak mau membayar. Sampi sekarang tidak mau membayar oleh pengurus sekarang tetap ditalangi. Mereka alasan air, listrik tidak membayar. Padahal listrik air mereka pakai. Jadi nggak logika lah alasannya," terang dia.

 

Pipit Ika Ramadhani

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini