Sukses

KPK Tak Dilibatkan di Seleksi Menteri Kabinet Jokowi Jilid II

Pihak Istana buka suara terkait tak dilibatkannya KPK dalam pemilihan menteri Jokowi di periode kedua.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak dilibatkan dalam pemilihan menteri kabinet Koalisi Indonesia Kerja jilid II. Tak hanya KPK, pemerintahan Joko Widodo dan Maruf Amin juga disebut tak melibatkan pusat analisis transaksi keuangan (PPATK).

Pihak Istana buka suara terkait tak dilibatkannya KPK dalam pemilihan menteri Jokowi di periode kedua. Tenaga Ahli Kedeputian IV Kedeputian IV Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, kewenangan dalam memilih menteri sepenuhnya hak prerogatif presiden.

Menurutnya, Jokowi memiliki hak apakah meminta pertimbangan KPK atau tidak dalam memilih para menteri di Kabinet Kerja jilid II.

"Kalau Presiden merasa perlu, Presiden ajak bicara KPK. Kalau Presiden merasa apa yang ada dari pengetahuannya, ya sudah untuk apa tarik-tarik Presiden dalam urusan itu," ujar Ngabalin, Senin, 14 Oktober 2019.

Kini, sejak Senin, 21 Oktober 2019 kemarin, hingga hari ini Jokowi memanggil calon yang akan dijadikan menteri. Namun rupanya ada beberapa calon menteri yang namanya diseret-seret dalam kasus korupsi.

Seperti misalnya, Bupati Minahasa Selatan Christiany Eugenia Paruntu atau Tetty Paruntu yang sempat mendatangi Istana Kepresidenan namun gagal menjadi calon menteri. Rupanya Tetty yang merupakan politisi Golkar ditelisik soal kasus yang menjerat mantan anggota DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso.

Wakorbid Kepartaian Partai Golkar Darul Siska menjelaskan, Tetty adalah nama yang diusulkan partainya untuk duduk di kabinet Jokowi-Ma'ruf. Kata dia, Tetty juga mendapat undangan resmi dari eks Mensesneg Pratikno untuk bertemu Jokowi.

"Dia diundang memang oleh Pak Pratik untuk ke Istana," kata Darul pada Merdeka.com, Selasa (22/10/2019).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Beberapa Nama Pernah Diperiksa KPK

Namun, lanjut Darul, Tetty sempat dimintai konfirmasi beberapa hal terkait informasi yang beredar tentang keterlibatannya di kasus suap Bowo Sidik. Karena ada informasi tersebut, akhirnya Tetty tidak jadi bertemu Jokowi.

"Cuma setelah sampai di Istana dikonfirmasi itu beberapa hal yang diisukan tentang dia, nah karena ada informasi-informasi begitu akhirnya dia tidak jadi bertemu dengan presiden," kata Darul.

Tak hanya kemarin, hari ini pun Jokowi memanggil beberapa nama yang diduga terseret pusaran korupsi. Seperti politisi Golkar Zainudin Amali, dan Ketua DPRD Jawa Timur Abdul Halim Iskandar yang juga kakak dari Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.

Zainudin Amali pernah disebut-sebut dalam kasus suap sengketa pilkada yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Zainudin dan Akil disebut pernah melakukan komunikasi pada 1-2 Oktober 2013 melalui BlackBerry Messeger (BBM) untuk membicarakan sengketa Pilkada Jawa Timur.

Zainudin Amali juga pernah diperiksa dalam penanganan perkara suap Kementerian ESDM yang melibatkan Menteri ESDM Jero Wacik. Anggota legislator dari Jawa Timur tersebut diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sekjen ESDM Waryono Karno.

Bahkan, KPK juga sempat melakukan penggeledahan di kediaman dan kantor Zainudin yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII (energi, riset dan teknologi, dan lingkungan hidup). Kendati demikian, Zainudin menegaskan bahwa ia tidak pernah menerima aliran dana dari Sekjen ESDM.

Sedangkan Abdul Halim Iskandar sempat diperiksa KPK pada 31 Juli 2018. Saat itu Abdul Halim ditelisik soal hubungannya dengan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman. Taufiqurrahman merupakan tersangka suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Akankah Zainudin Amali dan Abdul Halim Iskandar bernasib serupa dengan Tetty Paruntu?

Tak dilibatkannya KPK dan PPATK dalam pemilihan calon menteri Jokowi-Maruf Amin mendapat kritikan dari Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Agung Nugroho.

Agung kecewa dan menilai hal ini menandakan kemunduran dalam diri Jokowi lantaran tidak melibatkan partisipasi masyarakat dalam penyusunan kabinetnya seperti tahun 2014.

"Ini merupakan sebuah kemunduran bagi dirinya (Presiden Jokowi) karena tidak melibatkan partisipasi masyarakat," kata Agung saat dikonfirmasi.

Menurutnya tidak dilibatkannya masyarakat dan lembaga terkait dalam menyusun jajaran pembantunya akan berujung bumerang bagi Jokowi. Hal itu karena saat para menterinya bermasalah akan merepotkan Jokowi ke depannya.

Namun, Agung mengakui, bahwa keputusan untuk tidak melibatkaan masyarakat dalam penentuan menteri adalah hak preogratif Jokowi.

"Karena beliau dipilih karena bantuan parpol itu menjadi hak politiknya. Tapi ini sebuah kemunduran dengan tidak melibatkan masyarakat dalam memiliih pembantunya," kata Agung.

Berbeda dengan Agung, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif justru tak terlalu mempermasalahkan lembaganya tak dilibatkan dalam pemilihan menteri. Namun, Laode Syarif menegaskan Jokowi harus memilih menteri yang memiliki kredibilitas dan tak cacat hukum.

"Kita tidak diikutkan (dalam pemilihan menteri), tetapi kita berharap bahwa yang ditunjuk oleh Presiden adalah orang-orang yang mempunyai track record yang bagus, dari segi integritas tidak tercela," kata Laode Syarif di Gedung KPK.

Laode Syarif mengatakan, tanpa melibatkan KPK dan PPATK, Jokowi diharapkan sudah mengetahui latar belakang para calon menteri yang akan ditunjuk membantunya membangun bangsa selama lima tahun ke depan.

"Kita berharap bahwa beliau cukup paham untuk mengetahui mana calon menteri yang mempunyai rekam jejak yang baik atau tidak," kata Laode Syarif.

Sikap Jokowi yang tak melibatkan KPK dan PPATK dalam memilih menteri kabinet kerja jilid II ini berbanding terbalik pada saat Jokowi memilih menteri kabinet kerja jilid pertama.

 

3 dari 3 halaman

Sebelum Mengumumkan

Sebelum mengumumkan nama-nama menteri jilid pertama Jokowi turut melibatkan KPK dan PPATK. Saat itu Jokowi menyetorkan nama 43 calon menteri ke KPK dan 42 nama di PPATK untuk ditelusuri rekam jejaknya.

43 nama itu disetorkan ke KPK melalui Ketua Tim Transisi Rini Soemarno bersama Deputi Hasto Kristiyanto pada 17 Oktober 2014. Saat itu, Rini terlihat membawa berkas dalam amplop coklat ke KPK yang masih berkantor di gedung lama, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Saat itu, Jokowi juga mematok tiga kriteria utama untuk calon menterinya. Ketiga kriteria itu ialah harus bebas dari beban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu, bersih dan bebas dari kasus korupsi serta memiliki sensitivitas masalah gender.

Jokowi juga sempat mengatakan dirinya mencoret delapan nama dari daftar yang sebelumnya diserahkan ke KPK. Meski demikian, Jokowi tak menyebut siapa nama-nama yang dicoret itu.

Saat itu sikap Jokowi menuai banyak pujian lantaran melibatkan KPK dan PPATK dalam memilih menteri. Dengan begitu, diharapkan para menteri yang bergabung benar-benar orang bersih dan berintegritas.

"Nama-nama menteri sudah diserahkan ke KPK dan PPATK. Ini early warning dari KPK dan PPATK. Kalau ada hal yang tidak kami dapatkan dari ruang publik. Yang ditanya ke KPK itu masalah integritas yang nanti akan mengerucut jadi kecil," kata Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto di Rumah Transisi, Kamis, 18 September 2014, lalu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini