Sukses

Vonis Politikus 'Ngeri Ngeri Sedap' Sutan Bhatoegana 4 Tahun Lalu

Jagat perpolitikan di Tanah Air pernah diramaikan kehadiran Sutan Bhatoegana.

Liputan6.com, Jakarta - Jagat perpolitikan di Tanah Air pernah diramaikan kehadiran Sutan Bhatoegana. Politikus Partai Demokrat yang terkenal ceplas ceplos dengan perkataannya yang khas: Ngeri Ngeri Sedap.

Sutan yang lahir di Pematang Siantar, 13 September 1957 ini sering melontarkan kalimat itu untuk menanggapi berbagai persoalan, salah satunya korupsi.

Namun, sang politikus Ngeri Ngeri Sedap ini pun ikut terseret pusaran kasus korupsi. Dia menjadi tersangka kasus dugaan korupsi terkait pembahasan anggaran APBNP di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 14 Mei 2014. 

Dalam catatan sejarah hari ini yang dihimpun Liputan6.com, pada Rabu 19 Agustus 2015, Majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis hukuman pidana 10 tahun penjara terhadap Sutan yang menjadi terdakwa kasus dugaan penerimaan gratifikasi‎ pembahasan APBN-P tahun 2013 Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR.

Majelis hakim juga menjatuhkan denda Rp 500 juta subsider 1 tahun kurungan kepada Sutan.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan hukuman pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 1 tahun kurungan‎," ujar Ketua Majelis Hakim Artha Teresia saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Mantan Ketua Komisi VII DPR itu dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menerima hadiah atau gratifikasi dalam pembahasan APBN-P Kementerian ESDM 2013. Dia disebut terbukti menerima US$ 140 ribu dari eks Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno dan US$ 200 ribu dari mantan Ketua SKK Migas Rudi Rubiandini.

Selain itu Sutan Bhatoegana juga dinilai terbukti menerima hadiah lain berupa tanah dan rumah di Jalan Kenanga Raya Tanjungsari, Medan, Sumut dari Komisaris PT SAM Mitra Mandiri, Saleh Abdul Malik.‎ Semua itu disebut diterima Sutan selama menjabat Ketua Komisi VII DPR periode 2009-2014.

Majelis hakim juga menyatakan, Sutan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ‎Pasal 12 huruf a juncto Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Politisi Partai Demokrat itu juga dianggap tidak mengakui kesalahan, berbelit-belit dalam memberi keterangan, serta sikapnya tidak mencerminkan sebagai anggota DPR. 

Sutan Bhatoegana tetap pada pendiriannya. ‎Dia membantah telah melakukan perbuatan seperti yang dituduhkan.

Menurut Sutan, sejak awal dia sudah meminta agar persidangan tidak perlu dilanjutkan lantaran kasus yang menyeret dirinya tak ubahnya sebuah sandiwara atau sinetron.

"Sejak awal ini kan sandiwara atau sinetron, ya lebih bagus tidak usah dilanjutkan," ujar dia usai persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu 19 Agustus 2015.

Mantan Ketua Komisi VII DPR RI Sutan Bhatoegana saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (27/7/2015). Jaksa KPK meminta majelis hakim menjatuhkan penjara selama 11 tahun kepada Sutan. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Banding hingga Kasasi

Sutan pun mengajukan banding atas vonis‎ ini. Dia tidak terima dihukum 10 tahun penjara. "Ya terus terang saja harus kita lawan. Kita harus banding," kata Sutan.

Bandingnya kemudian ditolak. Mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana tetap dihukum 10 tahun penjara. 

"Putusan Sutan Bhatoegana di tingkat banding menguatkan putusan tingkat pertama," ucap humas PT DKI M Hatta, Selasa 8 Desember 2015.

Dia kemudian mengajukan kasasi. Namun Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak kasasi terdakwa Sutan Bhatoegana dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dalam pembahasan APBN-P Kementerian ESDM 2013 oleh Komisi VII DPR.

Dengan menolak kasasi ini, MA juga memperberat hukuman eks Ketua Komisi VII DPR itu dari pidana 10 tahun penjara menjadi 12 tahun penjara.

Putusan kasasi ini diketuk palu oleh Hakim Agung Artidjo Alkostar, MS Lumme, dan Abdul Latif.

Dalam putusan ini, majelis hakim menolak kasasi Sutan Bhatoegana dan mengabulkan kasasi yang dimohonkan oleh‎ jaksa penuntut umum (JPU). Selain hukuman fisik, majelis hakim juga memutus mencabut hak-hak politik pada diri Sutan.

 

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Meninggal Karena Kanker Hati

Sutan Bhatoegana kemudian dieksekusi dari Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan. Eks Ketua Komisi VII DPR itu dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat pada 26 Mei 2016.

Beberapa bulan menjalani hukuman di LP Sukamiskin, Sutan dilarikan ke rumah sakit. Politikus Partai Demokrat ini menderita kanker hati.

Hal itu dinyatakan Kalapas Sukamiskin Dedi Handoko. Menurut dia, Sutan semula dirawat di RS Hermina Arcamanik.

"Karena kondisinya makin buruk, yang bersangkutan dirujuk ke Rumah Sakit Medistra, Jakarta," kata Dedi saat dihubungi Liputan6.com, Selasa 25 Oktober 2016.

Dia kemudian dipindahkan ke rumah sakit terdekat di Bogor. "Biar dekat dengan keluarganya," kata Dedi.

Sutan Bhatoegana kemudian meninggal 19 November 2016 pukul 08.00 WIB. Dia wafat di Rumah Sakit BMC Bogor, Jawa Barat setelah menderita kanker hati.

Sutan meninggal dunia pada usia 64 tahun. Dia wafat setelah dirawat di Rumah Sakit Bogor Medical Center, Kota Bogor, selama 17 hari karena sakit kanker hati.

Usai dikafankan dan disalatkan, jenazah Sutan dimakamkan di TPU Giri Tama, Parung, Kabupaten Bogor.

Ucapan duka cita pun mengalir kepada keluarga Sutan. Salah satunya Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.

"Kita semua kehilangan, berbelasungkawa, barangkali tidak percaya Sutan telah tiada," kata SBY dalam sambutannya, Sabtu 19 November 2016.

SBY mengaku sudah mengenal Sutan selama 15 tahun. Selama itu, banyak kenangan pahit maupun manis yang tidak akan bisa dilupakan. Dan Sutan sangat berjasa membangun organisasi partai hingga besar.

"Banyak suka duka yang telah kami jalani bersama. Ibaratnya tidak punya apa-apa membangun organisasi hingga tumbuh besar," ucap dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.