Sukses

Abu Bakar Baasyir hingga Buni Yani Dapat Remisi, Begini Perjalanan Kasusnya

Para napi yang mendapat remisi sudah menjalani masa hukuman dan berkelakuan baik selama menjalani pidana.

Liputan6.com, Jakarta - 845 narapidana di Lapas Gunungsindur mendapat remisi atau pengurangan masa tahanan saat HUT Kemerdekaan RI ke 75. Lima napi di antaranya langsung bebas.

Dari para napi yang mendapat remisi itu, ada tiga nama yang cukup terkenal, mereka adalah Abu Bakar Ba'asyir napi kasus terorisme, Gayus Tambunan napi kasus penggelapan pajak, dan Buni Yani napi kasus pelanggaran UU ITE.

Kepala Lapas Gunungsindur, Sopiana mengatakan, Abu Bakar Ba'asyir mendapat remisi 5 bulan dan Gayus Tambunan mendapat remisi 6 bulan.

"Terpidana UU ITE Buni Yani juga mendapat remisi 1 bulan," ujar Sopiana.

Ia menjelaskan pemberian remisi ini karena mereka sudah menjalani masa hukuman dan berkelakuan baik selama menjalani pidana.

"Karena keberadaan mereka di lapas juga sudah cukup lama," ucap Sopiana.

Sopiana menambahkan, seluruh napi di Lapas Gunungsindur kondisinya sehat. Begitu pula Abu Bakar Ba'asyir yang beberapa waktu lalu sempat di rujuk ke RSCM Jakarta karena sakit.

"Semua kondisinya sehat. Pak Ba'asyir juga sehat," ucapnya.

Pemberian remisi ini dilakukan pemerintah setiap tahunnya. Pemberian remisi ini berdasarkan rujukan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Berikut perjalanan kasus dari tiga napi yang mendapat remisi tersebut:

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Abu Bakar Baasyir

Abu Bakar Baasyir ditangkap pada 2010 silam di Banjar, Jawa Barat, saat dalam perjalanan dari Tasikmalaya ke Solo. Saat itu, dia dituding terlibat dalam perencanaan pelatihan paramiliter di Aceh. Juga pendanaannya.

Sebanyak 32 pengacara yang tergabung dalam Tim Pengacara Muslim (TPM) berbondong-bondong mengajukan diri membelanya.

Pada Kamis 10 Februari 2011, Abu Bakar Baasyir menghadapi sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pimpinan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) itu didakwa dengan tujuh pasal berlapis yang tertuang dalam berkas setebal 93 halaman. Senin 9 Mei 2011, jaksa menuntut Abu Bakar Baasyir dengan hukuman seumur hidup.

Dalam uraian putusan, Baasyir dinilai terbukti merencanakan atau menggerakkan pelatihan militer bersama Dulmatin alias Yahyah Ibrahim alias Joko Pitono.

Perencanaan itu dibicarakan keduanya di salah satu ruko di dekat Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Solo, Jawa Tengah pada Februari 2009.

Perencanaan lanjutan melibatkan dua anggota Majelis Syuro JAT, yakni Lutfi Haidaroh alias Ubaid dan Abu Tholut, serta Ketua Hisbah JAT Muzayyin alias Mustaqim. Pembicaraan dilakukan di beberapa lokasi, seperti di Solo, Ciputat, dan Tanggerang.

Selain itu, hakim menilai Baasyir terbukti menghasut untuk melakukan perbuatan teror.

Hasutan itu, kata hakim, diwujudkan para peserta pelatihan dengan melakukan penyerangan dengan senjata api kepada polisi dan fasilitas umum. Penyerangan itu, menurut hakim, telah menimbulkan suasana teror di masyarakat.

Dalam pertimbangan putusan, hakim menegaskan, hal yang memberatkan adalah perbuatan Baasyir tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan terorisme.

Selain itu, Baasyir juga pernah dihukum sebelumnya. Adapun hal yang meringankan adalah Baasyir berlaku sopan selama persidangan dan telah lanjut usia.

3 dari 4 halaman

Gayus Tambunan

Nama Gayus Tambunan menjadi sosok yang sangat populer di 2010-2011. Pegawai Ditjen Pajak ini menghebohkan Tanah Air dengan sejumlah kasus mafia pajak yang melibatkan banyak pejabat.

Pada 19 Januari 2011, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta atau subsider 3 bulan kurungan terkait kasus mafia pajak terhadap Gayus.

Tak lama usai putusan 7 tahun penjara, jaksa mengajukan banding. Pengadilan Tinggi Jakarta akhirnya mengabulkan banding tersebut dan menjadikan hukuman Gayus jadi 8 tahun penjara.

Tak puas dengan putusan ini, Gayus mengajukan kasasi ke MA. Namun, MA menolak dan justru memperberat hukuman Gayung menjadi 12 tahun penjara.

Gayus kemudian mengajukan Peninjauan Kembali atau PK. MA kembali menolak. Gayus tetap divonis 12 tahun penjara terkait kasus menyuap penyidik, hakim dan merekayasa pajak.

"Menolak permohonan kuasa pemohon Untung Sunaryo terhadap pemohon Gayus Halomoan Partahanan Tambunan," tulis website MA pada Jumat 22 November 2013.

Dengan ditolaknya PK tersebut, Gayus harus meringkuk di penjara selama 30 tahun. Pasalnya, selain kasus yang membuat dia dipenjara 12 tahun, Gayus juga dihukum untuk tiga kasus lainnya.

Tiga kasus itu adalah kasus penggelapan pajak PT Megah Citra Raya dengan vonis 8 tahun penjara, kasus pemalsuan paspor dengan vonis 2 tahun penjara dan hukuman 8 tahun penjara dalam kasus pencucian uang dan penyuapan penjaga tahanan.

 

4 dari 4 halaman

Buni Yani

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung memvonis 1 tahun 6 bulan penjara terhadap terdakwa Buni Yani. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yakni 2 tahun penjara.

"Menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan pidana," kata Ketua majelis hakim M Sapto dalam pembacaan putusannya, di Gedung Perpustakaan dan Kearsipan ‎Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (14/11/2017). 

Jaksa Penuntut Umum menuntut Buni Yani dihukum dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan penjara. Dia dijerat pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Dia diduga mengunggah serta menyunting keterangan video mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.

"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dan membayar denda Rp 100 juta atau diganti dengan 3 bulan kurungan," ucap ketua tim jaksa penuntut umum Andi M Taufik saat membacakan tuntutannya dalam sidang di Gedung Arsip, Jalan Seram, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa, 3 Oktober 2017.

Buni Yani menanggapi tuntutan dari jaksa tersebut sebagai bentuk kezaliman serta tidak berdasarkan azas keadilan. Dia juga tidak menyangka sebuah unggahan di laman Facebook mengubah hidupnya. Ia membantah melakukan ujaran kebencian dalam unggahannya.

"Saya berasal dari keluarga yang sangat plural. Kakek haji, saya punya saudara nikah dengan Hindu di Lombok, sepupu ibu saya nikah dengan Manado, pindah ke Kristen, kalau ada acara keluarga besar semua kumpul," ucap Buni Yani dalam pembelaannya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.