Sukses

Brasil Tolak Dubes RI Usai Warganya Dihukum Mati 3 Tahun Lalu

Hubungan RI dengan Brasil sempat panas setelah dubes Toto ditolak. Penolakan Brasil sebagai wujud protes atas warganya yang dihukum mati.

Liputan6.com, Jakarta - Undangan nota diplomatik dilayangkan Departemen Luar Negeri Brasil kepada Toto Riyanto, 19 Februari 2015 lalu. Dalam surat itu, Toto diminta mengikuti acara penyerahan surat kepercayaan (credential letter) yang dibawa dari Jakarta bersama 15 dubes dari negara lain.

Dalam Sejarah Hari Ini (Sahrini) Liputan6.com, mencatat, acara penyerahan surat kepercayaan berlangsung pada Jumat 20 Februari 2015 di istana Presiden Brasil, pukul 09.00 waktu setempat. Ajang ini menjadi momen istimewa bagi Toto lantaran secara resmi diangkat sebagai dubes RI untuk Brasil.

Tepat hari H-nya, semua perencanaan sudah dilakukan. Toto didatangi protokal Istana untuk menjelaskan apa yang harus dilakukan saat acara.

"Pukul 08.15 pagi (waktu setempat), protokol Kepresidenan Brasil datang menjemput dengan membawa kendaraan dari pemerintah Brasil. Yaitu mobil yang dilengkapi bendera Indonesia dan bendera Brasil untuk mengantar ke istana Presiden Brasil," ucap Toto seperti dikutip setkab.go.id.

Sesuai petunjuk dari protokol, Toto masuk ke Istana melewati jajar kehormatan. Kemudian, di sana ia dibriefing tentang pelaksanaan (penyerahan surat kepercayaan) nanti.

Menurut rencana semula, yang akan diberikan credential letter adalah Toto Riyanto selaku Dubes RI untuk Brasil. Tetapi saat momen itu berlangsung, Toto tiba-tiba dipanggil Menlu Brasil dan dibawa ke dalam suatu ruangan.

"Menlu Brasil mengatakan bahwa penyerahan surat kepercayaan itu ditunda,” ungkap Toto.

Dubes RI untuk Brasil itu langsung menanyakan alasan di balik penolakan sementara surat kepercayaan yang akan diberikannya itu. Namun tidak ada keterangan yang jelas dari Pemerintah Brasil melalui menlunya.

“Dia hanya menyampaikan bahwa penyerahan credential saya ditunda, dan saya tidak tahu sampai kapan penundaan itu berlangsung,” papar Toto.

Namun, Toto menyakini penolakan itu berkaitan dengan dengan rencana hukuman mati warga Brasil yang kedua. Walaupun demikian, Toto mengingatkan, yang menjadi persoalan adalah pada saat itu, ia datang bukan atas nama pribadi, melainkan membawa surat kepercayaan atas nama Presiden RI dan seluruh rakyat Indonesia.

“Itulah sebabnya saya merasa bahwa (tindakan pemerintah Brasil) itu sebagai sesuatu yang tidak wajar dilakukan suatu negara,” terang Toto.

Atas perlakuan tidak wajar yag diterimanya itu, Toto Riyanto langsung melaporkannya ke Kementerian Luar Negeri (Kemlu), lalu diputuskan dengan cepat oleh Kemlu bahwa ia harus kembali ke Jakarta untuk melakukan konsultasi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tak Ada Tata Krama

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia sangat menyesalkan tindakan Pemerintah Brasil yang menunda secara mendadak penyerahan surat kepercayaan kepada Toto. Cara itu dinilai suatu tindakan yang tidak dapat diterima Indonesia.

Bahkan Presiden Jokowi menilai, tindakan Presiden Brasil Dilma Rousseff sebagai sikap tak lazim dilakukan kepala negara. Tindakan itu dianggap sebagai sifat yang jauh dari tata krama.

“Ya kalau hal-hal seperti itu menurut saya sebuah tata krama yang tidak lazim,” kata Presiden Jokowi di Banten, Senin 23 Februari 2015.

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku Presiden Joko Widodo langsung meneleponnya selama satu jam setelah Presiden Rousseff menolak surat kepercayaan dari Duta Besar Republik Indonesia untuk Brasil Toto Riyanto. Saat itu juga, menurut Kalla, Presiden Jokowi langsung minta Dubes Toto ditarik kembali.

"Saya langsung berkomunikasi dengan Menteri Luar Negeri (Retno Lestari P. Marsudi) untuk langsung menarik Dubes. Kejadian itu Jumat, 20 Februari 2015, jam 09.00 waktu Brasil atau jam 21.00 WIB. Pada jam 22.00 WIB, kami sudah putuskan tarik," kata JK di kantornya, Senin, 23 Februari 2015.

Menurut JK, hubungan RI dengan Brasil menjadi dingin. Indonesia juga mempertimbangkan penundaan pembelian alat utama sistem pertahanan dari Brasil.

Kejadian ini muncul di tengah rencana Indonesia mengeksekusi terpidana mati kasus narkoba. Marco Archer Cardoso Moreira, warga Brasil, dihukum mati pada 17 Januari 2015 setelah permohonan grasinya ditolak Presiden Jokowi.

 

3 dari 3 halaman

Protes Hukuman Mati

Presiden Brasil Dilma Rousseff mengaitkan sikapnya itu dengan keputusan Pemerintah RI yang mengeksekusi terpidana mati narkoba, termasuk seorang warga Brasil di Indonesia, Marco Archer.

Dia mengaku kaget dan menilai hukuman itu kejam. Rousseff bahkan menarik dubesnya pulang untuk konsultasi.

"Hubungan antara kedua negara akan terpengaruh," kata presiden Rousseff seperti diberitakan BBC.

Rousseff mengatakan dia telah mengajukan permohonan pengampunan (grasi) pada Jumat, tetapi ditolak Presiden Joko Widodo.

Kepada Jokowi, dia mengungkapkan, pihaknya menghormati kedaulatan dan sistem hukum di Indonesia. Namun sebagai seorang ibu dan kepala negara dia mengajukan permohonan itu dengan alasan kemanusiaan.

Brasil mengatakan Jokowi memahami kepedulian presiden Brasil tetapi dia tidak dapat mengubah hukuman karena seluruh proses hukum telah dijalani.

Sesuai hukum di Indonesia, proses pelaksanaan hukuman mati adalah sah. Sikap tegas Jokowi dan langkah cepat Kejaksaan melakukan eksekusi dianggap sudah tepat.

Namun begitu, Rousseff berharap pemerintah Indonesia dapat mengubah peraturan tersebut. Ini agar hubungannya dengan Indonesia tetap baik.

Rousseff menjelaskan, yang dilakukannya adalah sedikit memperlambat penerimaan surat kepercayaan. “Tidak lebih dari itu,” tegasnya.

Pada Minggu 18 Januari 2015, Indonesia telah menghukuman mati terhadap 6 terpidana kasus narkoba. Mereka adalah Namaona Denis (48) WN Malawi, Marco Archer Cardoso Moreira (52), WN Brasil.

Selain itu, Daniel Enemuo (38) WN Nigeria, Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (62), WNI, Tran Thi Bich Hanh (WN Vietnam), dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI), WNI.

Selanjutnya eksekusi hukuman mati selanjutnya dilangsungkan pada Selasa 28 April 2015 atau Rabu 29 April 2015 dini hari. Ada sembilan terpidana mati kasus narkoba, termasuk warga negara Brasil, Rodrigo Gularte, yang berhadapan dengan juru tembak.

Setelah sempat panas dingin, hubungan Indonesia dan Brasil akhirnya hangat kembali. Dalam seremoni pada 5 November 2015 Rabu siang waktu setempat di Ibu Kota Brasilia, Dubes Toto lancar menyerahkan surat tugas itu bersama 21 dubes negara lain.

Kementerian Luar Negeri lega karena Brasil akhirnya bersedia menormalisasi hubungan dengan RI.

"Ini merupakan langkah positif untuk membangun hubungan bilateral yang baik," kata Juru Bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.