Sukses

Eks Bupati Mojokerto Paksa Perusahaan Bayar Izin Rp 4,4 M

Mantan Bupati Mojokerto, Mustafa Kemal Pasha, menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (14/9/2018).

Liputan6.com, Sidoarjo - Mantan Bupati Mojokerto, Mustafa Kemal Pasha, menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya di Juanda, Sidoarjo. Pada sidang perdana tersebut, jaksa mendakwanya dengan dugaan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan atas jabatannya untuk meraup keuntungan.

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Eva Yustina menduga, Mustafa menyalahgunakan jabatannya sebagai Bupati Mojokerto untuk mengambil keuntungan pribadi dari kepengurusan perizinan.

Pada kasus ini, terdakwa ditengarai menerima suap atas kepengurusan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terkait pembangunan Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto pada 2015.

"Patut diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, dalam hal ini terkait IPPR dan IMB di wilayah Mojokerto," ungkap Eva Yustiana di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (14/9/2018).

Atas perbuatannya itu, Mustofa didakwa dengan Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tetang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 199 Tentang Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Jaksa menuturkan, pada awal 2015, eks Bupati Mojokerto itu memerintahkan Kepala Satpol PP Kabupaten Mojokerto, Suharso untuk melakukan penyegelan terhadap 22 tower yang ditengarai belum memiliki izin IPPR dan IMB. Dari 22 tower itu, 11 buah di antaranya milik PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) dan sisanya milik PT Tower Bersama Infrastructure (TBG).

Pascapenyegelan, terdakwa memerintahkan Kepala Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Bambang Wahyudi, menarik fee sebesar Rp 200 juta per tower. Fee tersebut harus diserahkan kepada orang kepercayaan mantan Bupati Mojokerto, Nano Santoso Hudiarto atau Nono.

"Jika dikalkulasi, dari jumlah tower yang ada yakni 22 tower dikalikan Rp 200 juta, fee yang diterima terdakwa Mustofa sebesar Rp 4,4 miliar," kata Eva.

Atas perintah tersebut, Bambang menyampaikan kepada dua pemilik tower, jika perizinannya belum lengkap. Pemkab tidak akan memprosesnya sebelum ada disposisi dari Bupati Mojokerto.

Demi mendapatkan izin dan keberlangsungan usahanya di wilayah Mojokerto, kedua perusahaan telekomunikasi itupun mengikuti birokrasi yang dibuat oleh Mustofa.

Namun, dalam realisasinya, PT Protelindo harus mengeluarkan uang sebesar Rp 3,03 miliar, dan PT TBG sebesar Rp 2,75 miliar. Hal itu dikarenakan kedua perusahaan tersebut harus menggunakan jasa perantara dalam pengurusan izin, di mana masing-masing perantara juga meminta imbalan.

Contohnya PT TBG yang menggunakan jasa Nabiel Titawano, Agus Suharyanto dan Moch Ali Kuncoro. Sementara, PT Protelindo menggunakan perantara Achmad Suhami dan Subhan (Wakil Bupati Malang periode 2010-2015).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Minta Fee Cepat Dibayar

Pada Juni 2015, Bambang menemui Mustofa di ruang kerjanya untuk mendapatkan rekomendasi pendirian tower. Sebelum memberikan disposisi, terdakwa lagi-lagi menanyakan fee sebagaimana yang pernah disampaikan sebelumnya.

Bambang mengatakan bahwa kedua perusahaan menyanggupi, namun terdakwa justru berpesan agar fee secepatnya diminta. 

"Pembayaran dilakukan secara bertahap kepada perantara dan diteruskan ke Nono yakni orang kepercayaan Mustafa. Adapun jumlah total suap yang diterima terdakwa hingga saat ditangkap sekitar Rp 2,75 miliar dari dua perusahaan telekomunikasi," tutur Eva. 

Selain kasus perizinan tower, Mustofa Kamal Pasa masih menjadi tersangka dugaan penerimaan gratifikasi selama menjadi orang nomor satu di Kabupaten Mojokerto. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah sebelumnya mengatakan, kasus dugaan penerimaan gratifikasi Mustofa Kamal Pasa masih dalam penyidikan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.