Sukses

Kematian MJ dan Kafan yang Tak Boleh Dibuka

Terduga teroris Muhammad Jefri alias MJ alias Abu Umar (31), meninggal tak lama usai ditangkap Densus 88 pada 7 Februari lalu.

Liputan6.com, Jakarta - Meninggalnya terduga teroris Muhammad Jefri alias MJ alias Abu Umar (31), masih menyisakan misteri. Meski Polri telah menegaskan MJ meninggal karena sakit, sejumlah pihak belum puas dan minta Polri transparan member penjelasan.

Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mendesak Polri terbuka ke publik. Terlepas apakah MJ terlibat dalam jaringan terorisme atau tidak, dia menganggap Densus 88 atau polisi harus terbuka terkait kematian Muhammad Jefri

"Jangan sampai Polri mengabaikan penegakan hukum yang beradab dan mengulang preseden buruk Densus 88 soal kematian terduga teroris Siyono di Klaten, Jawa Tengah beberapa waktu lalu," ujar Dahnil melalui keterangan tertulisnya, Selasa malam, 13 Februari 2018.

Dia menyatakan, peristiwa seperti ini bukan mengubur terorisme, namun justru mereproduksi terorisme baru. Dahnil mengaku menemukan sinyal kejanggalan dalam kasus kematian MJ. Agar kejanggalan itu tak menjadi fitnah dan tuduhan, dia menilai Polri perlu menjelaskan secara terbuka hasil autopsi terhadap jenazah MJ.

"Dan penting dilakukan autopsi yang lebih independen terkait sebab kematian MJ, apakah bener yang bersangkutan meninggal karena komplikasi penyakit seperti keterangan polisi, atau karena faktor lain," tutur dia.

Densus 88 juga harus memberi alasan melarang pihak keluarga membuka kafan jenazah MJ. Jika ditemukan kesalahan prosedur pada proses penangkapan yang dilakukan Densus 88, maka harus ada penegakan hukum yang jelas.

"Tidak seperti kasus Siyono yang sampai detik ini tidak jelas penuntasan hukumnya. Meskipun autopsi terang sudah membuktikan Siyono meninggal karena penganiayaan, bukan karena yang lain," ucap Dahnil.

Lebih lanjut, Dahnil juga menyarankan pihak keluarga MJ mencari keadilan secara aktif dan tidak perlu takut menghadapi persoalan ini. Dia juga menyarankan agar pihak keluarga membawa kasus kematian terduga teroris MJ ke Komnas HAM.

"Ini penting, dan polisi tidak boleh tertutup terkait dengan hal ini," Dahnil memungkasi.

 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Serangan Jantung

Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto angkat bicara terkait kasus ini. Dia mengatakan, MJ ditangkap Rabu 7 Februari 2018 pukul 15.17 WIB pada hari itu. Namun, saat dibawa petugas untuk menunjukkan lokasi temannya berada di hari yang sama jelang pukul 18.00 WIB, MJ mendadak mengeluh sesak napas.

"Kemudian dibawa ke klinik terdekat di wilayah Indramayu. Namun kita juga ikut prihatin, pada jam 18.00 WIB berdasarkan keterangan dokter di klinik tersebut, tersangka dinyatakan meninggal dunia," ujar Setyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis 15 Februari 2018.

Selanjutnya, petugas membawa jenazah terduga teroris MJ ke RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur untuk dilakukan visum luar dan dalam atau autopsi oleh tim dokter forensik.

Hasil autopsi yang keluar pada 13 Februari 2018, disimpulkan MJ tewas akibat serangan jantung.

"Penyebab kematian almarhum adalah serangan jantung dengan riwayat penyakit jantung menahun," beber Setyo.

Setyo melanjutkan, tim Densus 88 tidak pernah mengetahui MJ dalam kondisi sakit sebelum ia mengeluh sesak napas.

Menurut dia, polisi hanya diwajibkan menanyakan kondisi kesehatan kepada terduga teroris itu pada saat pemeriksaan, bukan ketika ditangkap.

"Tapi kita beritikad baik, yaitu ketika yang bersangkutan mengeluh sesak napas langsung dibawa ke klinik yang terdekat," ucap Setyo.

 

3 dari 4 halaman

Persilakan Autopsi Ulang

Hasil autopsi yang dilakukan tim kedokteran forensik RS Polri Kramat Jati menjelaskan bahwa tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan atau luka di tubuh MJ. Hasil uji laboratorium menyatakan ditemukan permasalahan pada jantung MJ.

Namun demikian, polisi tidak mempermasalahkan seandainya pihak keluarga ingin mengautopsi ulang jenazah MJ secara independen. Hal itu pernah dilakukan pada kasus kematian terduga teroris Siyono beberapa tahun lalu.

"Polri akan memberikan kesempatan (autopsi independen), tapi hanya atas permintaan keluarga kandung," ujar Setyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis 15 Februari 2018 malam.

Polri akan menyeleksi secara ketat pihak yang mengajukan permohonan autopsi ulang untuk mencari kebenaran penyebab kematian terduga teroris asal Indramayu itu.

"Kalau misalnya ada pihak yang mengaku sebagai keluarga kemudian minta, kita kan cek dulu dia seperti apa di situ. Tidak semuanya bisa kita layani," ucap dia.

Setyo menegaskan, polisi tidak melarang pihak keluarga melihat jenazah MJ. Menurut dia, Polri dan tim dokter forensik membolehkan keluarga melihat jenazah MJ setelah diautopsi.

Hal itu juga diamini tim dokter forensik RS Polri, Arif Wahyono yang menangani jasad MJ. Menurut dia, pihak keluarga dari Lampung dan istri MJ dari Indramayu telah dipersilakan melihat kondisi jenazah sebelum dipulangkan dari RS Polri untuk dikebumikan.

"Kami kasih lihat dan mereka sudah lihat semua. Yang tidak mau lihat justru keluarga dari istrinya. Katanya, sudahlah cukup gini aja," ucap Arif.

4 dari 4 halaman

Terkait JAT

Mohammad Jeffri alias MJ ditangkap Densus 88 Antiteror Polri bersama istrinya yang berinisial ASN (17) di Jalan Jenderal Sudirman, Desa Cipancuh, Haurgeulis, Indramayu pada Rabu, 7 Februari 2018 sekira pukul 15.00 WIB.

Keduanya diduga sebagai anggota Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) binaan seorang narapidana kasus terorisme di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur, Ali Hamka.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul beberapa waktu lalu mengatakan, terduga teroris MJ dan ASN ditengarai terkait dengan sejumlah aksi teror yang terjadi di Indonesia. Polisi masih mendalami peran keduanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.