Sukses

Jessica Terusik Ahli Digital Forensik

Jessica Wongso mengatakan keberatan dengan keterangan dua saksi ahli digital forensik. Dia pun siap mengungkapkan poin-poin keberatannya.

Liputan6.com, Jakarta - Sikap tenang dan diam yang biasa diperlihatkan Jessica Kumala Wongso seketika hilang dalam sidang kesebelas kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 10 Agustus lalu.

Jessica yang duduk sebagai pesakitan, terlihat banyak berbicara dengan pengacaranya, Otto Hasibuan. Tangannya pun sibuk membuka halaman berkas yang ada di depannya.

Sikap Jessica ini seolah memperlihatkan dia terusik dengan keterangan yang disampaikan ahli Digital Forensik Puslabfor Mabes Polri, AKBP Muhammad Nuh Al Azhar

Dalam kesaksiannya, Nuh sebagai ahli teknologi informasi (TI) mengupas tiap detik rekaman CCTV Jessica saat berada di Kafe Olivier, Grand Indonesia Mall, Jakarta Pusat, 6 Januari 2016 lalu, saat bertemu Mirna. Gambar CCTV bahkan diperbesar sedemikian rupa, sehingga memperlihatkan gerak-gerik Jessica yang dianggap janggal.

Benar saja, Jessica mengatakan keberatan dengan keterangan Nuh. "Banyak yang saya keberatan yang mulia," ujar Jessica saat ditanya Hakim Ketua Kisworo di persidangan.

Namun, Jessica enggan merinci poin mana saja yang t‎idak dapat ia terima. Keberatan ini akan disampaikan dalam persidangan berikutnya.

"Akan saya jelaskan pada saat saya diperiksa," ucap dia singkat.

Majelis hakim kemudian bertanya kepada Nuh, apakah ingin mengubah keterangannya atau tidak. Dengan tegas ahli digital forensik itu menjawab, dia tetap pada pendiriannya.

Dalam keterangannya, Nuh menyampaikan sejumlah kejanggalan pada gerak-gerik Jessica di hari kematian Mirna itu. Di antaranya, close bill sebelum pesanan diterima, beberapa kali menoleh seperti mengamati situasi, bergeser posisi duduk, menata paper bag di atas meja, meletakkan sesuatu dari dalam tas ke atas meja, menggeser kopi, ‎dan menggaruk-garuk paha.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Menguasai Kopi Sianida

Ahli digital forensik lainnya yang menjadi saksi di persidangan itu, Christopher Hariman Rianto bahkan mengungkapkan, Jessica memiliki waktu paling lama berada dalam jangkauan objek es kopi Vietnam, dibandingkan empat orang lainnya yang berada di sekitar meja 54 Kafe Olivier.

Hasil analisisnya menyebutkan, Jessica memiliki penguasaan kopi yang menewaskan Mirna itu selama 51 menit 21 detik.
"Jessica memiliki akses terhadap kopi tersebut. Dia mempunyai waktu penguasaan kopi paling lama," tutur Christopher di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Rabu 10 Agustus 2016.

Selama waktu tersebut, Christopher menyebut hanya ada Mirna Salihin dan temannya yang lain, yakni Hanie Juwita Boon, yang berada di sekitar meja 54.

Sementara, sebelum dalam jangkauan Jessica, es kopi tersebut berada dalam penguasaan pelayan Kafe Olivier, yakni Agus Triono, yang mengantarkan es kopi itu ke meja 54.

"Agus Triono hanya dua menit 30 detik, itu termasuk menyajikan kopi," dia menjelaskan.

Selain Jessica dan Agus, tidak ada orang lain yang berinteraksi dengan es kopi Vietnam itu di sekitar meja 54. "Yang menyentuh kopinya hanya Agus dan Jessica. Yang lain tidak ada penguasaan kopi," tutur Christopher.

Meski begitu, Christopher juga mencatat durasi beberapa pegawai Kafe Olivier yang sempat beraktivitas di sekitar meja 54. Mereka adalah Marlon selama 22 detik, Sari selama satu menit 5 detik, dan Ahmar selama sembilan detik.

Bukan hanya menguasai kopi lebih lama, gerakan Jessica yang menggaruk paha kanannya sambil membungkuk juga dinilai sangat janggal.

Gerakan itu terjadi saat Jessica memperhatikan Mirna pingsan usai menyeruput es kopi Vietnam di Kafe Olivier.
Christopher mempertanyakan perilaku tersebut. Sebab, saat para pegawai Olivier sibuk menyelamatkan Mirna, Jessica justru terlihat menggaruk tangan dan paha kanannya.

"Dalam CCTV menunjukkan Jessica mengusap. Apakah penyebabnya secara reaksi kimia, bukan saya yang berhak menilai. Namun, analisa saya, itu pergerakan repetitif (gerakan berulang)," ucap Christopher.

Menurut dia, gerakan mengusap tangan itu dilakukan Jessica tidak hanya saat berada di sekitar Mirna, namun gerakan tersebut juga dilakukan saat dia melewati kasir setelah Mirna dibawa oleh petugas medis.

"Setelah terdakwa (Jessica) mundur (dari meja 54), dia mengusap tangan, berjalan terus sampai kasir terlihat pergerakan yang sama," kata dia.

Sikap Jessica yang menggaruk tangan ini juga dipertanyakan oleh Nuh. "Terlihat ada gerakan menggaruk di paha kanan," ujar Nuh.

Menurut Nuh, berdasarkan bukti rekaman CCTV, Jessica menggaruk tangannya lebih dari dua kali dengan kedua tangannya. Hal tersebut terlihat jelas salah satunya pada menit ke 17.23 rekaman CCTV Kafe Olivier yang diputar di pengadilan.

"Terdakwa terlihat memegang tangan berkali-kali," ucap Nuh.

"Tercatat dua kali menggaruk tangan?" tanya jaksa.

"Banyak sekali (gerakan menggaruk tangan)," kata Nuh.

3 dari 4 halaman

Pakar Digital Forensik Asing

Baik keterangan Nuh maupun Christopher, dua-duanya ditolak oleh pihak Jessica. Mereka malah meragukan profesionalitas analisis dua ahli digital forensik yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang tersebut.

Pengacara Jessica, Otto Hasibuan, bahkan menyatakan niatnya membawa rekaman kamera CCTV asli Kafe Olivier ke pakar digital forensik Singapura atau London. Sayangnya, alat bukti petunjuk tak bisa dibawa pihak terdakwa ke mana-mana.

"Kalau barang itu (rekaman CCTV) diberikan ke saya, kan saya bisa bawa ke London, Singapura supaya fair. Nah kalau saya enggak diberikan, kan bisa saja dimainkan sama dia. Kalau dikasihkan, saya juga bisa kasih ahli biar fairness," ucap Otto.

Otto menduga adegan rekaman CCTV yang menggambarkan gelagat mencurigakan Jessica selama di Kafe Olivier pada Rabu 6 Januari 2016, telah diutak-atik sedemikian rupa supaya memberatkan kliennya di persidangan.

"Siapa tahu di sana ada orang yang berbuat. Jangan-jangan ada yang nakal. Menaruh atau mengedit karena dia ambil yang di flashdisk kan. Nah jadi kenapa enggak dari DVR saja langsung," ujar Otto.

Ia mengatakan tidak akan percaya begitu saja dengan bukti rekaman CCTV yang diterima ahli digital forensik. Keraguan mendalam tertanam dalam benak Otto saat mengetahui, rekaman CCTV tersebut adalah hasil penggandaan dari rekaman CCTV asli.

Dewan Penasihat Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) ini menganalogilan hasil penggandaan rekaman CCTV seperti dokumen hasil fotokopi.

"Barang bukti itu kan harus original, kalau bisa apa bedanya sama fotokopi, ya kan? Apalagi kalau diambil dari sumber yang tidak jelas," Otto menandaskan.

Terkait penolakan ini, di penghujung sidang Jessica mengatakan, "terima kasih majelis hakim. Saya menolak bukti karena bukti yang ditampilkan bukan bukti yang asli."

Alumnus Fakultas Desain Grafis Billyblues College ini sekali lagi mengatakan, akan memaparkan poin-poin keberatannya pada saat pemeriksaan dirinya nanti oleh majelis hakim.

"Saya akan menjawab (menanggapi) keterangan ahli saat saya (Jessica) diperiksa," tutur Jessica Wongso.

4 dari 4 halaman

Hakim Binsar dan Krishna Murti

Selain menolak keterangan saksi, kubu Jessica juga berencana melaporkan hakim Binsar Gultom ke Komisi Yudisial (KY). Mereka menuding hakim yang aktif mencecar saksi dan ahli dalam persidangan kopi sianida ini melanggar etik kehakiman.

"Kuasa hukum Jess bersama rekan yang lain, datang ke KY untuk pengaduan agar (KY) melakukan pemeriksaan terhadap Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Doktor Binsar Gultom," kata salah satu pengacara Jessica Wongso, Hidayat Boestam, di Komisi Yudisial, Jalan Kramat Raya, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis 11 Agustus 2016.

Boestam menuturkan, hakim Binsar seharusnya netral, objektif, serta tidak memihak Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mereka juga menilai Binsar kerap memberikan pertanyaan yang menyudutkan Jessica.

"Antara lain berbicara kasar dan menghina penasihat hukum, mengarahkan saksi-saksi, melanggar hukum acara, menyatakan pendapat secara terbuka tentang fakta persidangan yang sedang berjalan sehingga dapat merugikan klien kami, Jessica Kumala Wongso," ujar Boestam.

Dia mencontohkan ucapan Binsar yang membuat kliennya terpuruk, pada sidang 27 Juli 2016. Saat itu Binsar menuturkan walau tidak ada saksi yang melihat suatu tindak pidana, seseorang terdakwa tetap dapat dipidanakan.

Sidang kesebelas Jessica Wongso ini cukup menarik perhatian. Terlihat hadir mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo dan mantan Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya yang saat ini menjabat sebagai Wakapolda Lampung Kombes Krishna Murti.

Kasus pembunuhan Mirna Salihin ini memang berhasil dibawa ke meja hijau berkat kerja keras tim penyidik Subdit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Ditreskrimum Polda Metro Jaya di bawah pimpinan Krishna.

"Mau nonton saja, mau tahu saja. Biar JPU (Jaksa Penuntut Umum) yang jalan. Wawancaranya nanti saja di luar, kalau sudah selesai sidang," kata Krishna singkat saat ditanya alasan kehadirannya di ruang sidang Kartika I Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sidang kasus kopi sianida dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso akan kembali digelar pada Senin 15 Agustus 2016. Ketua Majelis Hakim Kisworo menjelaskan, sidang yang seharusnya dilaksanakan Rabu, 17 Agustus 2016, harus diundur lantaran hari itu adalah hari libur nasional.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini