Sukses

Hassan Wirajuda: Perjanjian Ekstradisi Akan Menyulitkan Koruptor

Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura dinilai akan efektif menjerat koruptor yang berada di Indonesia. Apalagi, kewarganegaraan pelaku dilihat ketika terjadinya tindak pidana.

Liputan6.com, Gianyar: Setelah diperjuangkan sejak tahun 1995, Indonesia dan Singapura akhirnya menandatangani perjanjian ekstradisi di Istana Tampak Siring, Gianyar, Bali, Jumat (27/4) petang. Disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, ditandatangani pula perjanjian kerja sama di bidang pertahanan dan pengaturan daerah latihan militer.

Khusus untuk perjanjian ekstradisi, ada 31 tindak pidana yang akan dimasukkan dalam perjanjian, antara lain korupsi, terorisme, pencucian uang, dan narkoba. Selain itu, perjanjian ini berlaku surut hingga 15 tahun, dengan harapan dapat menjadi pintu awal untuk para koruptor yang selama ini diduga bersembunyi di Singapura [baca: Presiden Yudhoyono Menyaksikan Penekenan Perjanjian Ekstradisi].

Namun, masih ada kalangan yang pesimistis bahwa perjanjian ini akan efektif menjerat pelaku korupsi yang berada di Singapura. Hal ini langsung dibantah Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda. Menurutnya, ada dua manfaat yang didapat Indonesia di masa depan, jika perjanjian ini dapat diberlakukan.

Pertama, ke depan perjanjian ini akan memiliki efek yang menyulitkan dan mencegah pelaku tindak pidana yang mencari perlindungan serta membawa harta kekayaan ke Singapura. Kedua, perjanjian memiliki daya berlaku 15 tahun ke belakang sejak mulai diratifikasi. "Dengan begitu, perkara-perkara besar yang terjadi sejak tahun 90-an, khususnya di bidang perbankan dan ekonomi, dapat dijangkau," jelas Hassan dalam dialog melalui sambungan telepon pada tayangan Liputan 6 Petang SCTV.

Tentang adanya ketentuan bahwa yang bisa dijerat hanya warga negara Indonesia, Hassan menyatakan informasi itu tidak utuh. Menurut Menlu, awalnya memang disebutkan bahwa yang bisa diekstradisi adalah WNI. Tetapi, melalui serangkaian pertemuan yang alot sejak awal, Indonesia berhasil memasukkan dalam perjanjian ini, bahwa kewarganegaraan seseorang dilihat ketika terjadinya tindak pidana.

Kini, perjanjian penting tersebut tinggal menunggu ratifikasi dari DPR serta Parlemen Singapura, sebagaimana galibnya sebuah perjanjian internasional. Kendati mengakui informasi tentang materi perjanjian yang disosialisasikan ke publik dan DPR terbilang minim, Hassan optimistis hal tersebut tidak akan membuat masalah ini mentah di DPR.

Menlu beralasan, rencana membuat perjanjian ekstradisi dengan Singapura sudah kerap dibicarakan dalam berbagai pertemuan dengan DPR. Selain itu, sejak awal sudah muncul desakan dari publik agar perjanjian ekstradisi antara kedua negara segera direalisasikan. "Saya percaya dukungan parlemen bisa kita raih, sehingga perjanjian dapat segera diberlakukan," harap Hassan.

Sementara itu, Kejaksaan Agung saat ini telah menyiapkan daftar lebih dari 10 koruptor yang diduga masih berada di Singapura. Selain jumlah koruptor yang akan terus bertambah sesuai hasil penyelidikan dan penyidikan, Kejagung telah menetapkan prioritas nama koruptor yang akan menjalani proses pengadilan di Tanah Air.(ADO/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini