Sukses

Taman Nasional Komodo Kenakan Biaya Kontribusi Rp3,75 Juta pada Pengunjung Mulai 1 Agustus 2022

Selain membayar biaya kontribusi yang berlaku selama satu tahun, pengunjung Taman Nasional Komodo juga dibatasi.

Liputan6.com, Jakarta - Belakangan beredar kabar bahwa harga tiket masuk Taman Nasional Komodo berubah jadi Rp3,75 juta per orang mulai 1 Agustus 2022. Itu dipastikan tidak benar oleh Carolina Noge, Koordinator Pelaksana Program Penguatan Fungsi di TN Komodo, dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Jumat, 1 Juli 2022.

Bukan harga tiket masuk, Rp3,75 juta per orang per tahun ditetapkan sebagai biaya kontribusi. Pihaknya sekaligus membatasi jumlah wisatawan yang berkunjung ke TN Komodo, yakni 200 ribu orang per tahun yang diberlakukan mulai 1 Agustus 2022.

"Penetapan biaya sebesar Rp3,75 juta per orang yang berlaku selama satu tahun merupakan biaya kontribusi untuk program konservasi Pulau Komodo, Pulau Padar, dan kawasan perairan sekitarnya, bukan sekadar harga tiket masuk ke Taman Nasional Komodo," tuturnya. Artinya, harga tiket masuk yang lama tidak lagi berlaku.

"(Setelah membayar Rp3,75 juta per orang) wisatawan tidak perlu lagi membayar di kunjungan berikutnya (dalam periode satu tahun sejak membayar)," ia menambahkan.

Carolina menambahkan, "Pengunjung yang akan melakukan kunjungan wajib registrasi dan reservasi secara online satu pintu melalui aplikasi. Kemudian, pembatasan pengunjung melalui registrasi online, serta penerapan biaya kontribusi ini akan digunakan untuk upaya konservasi."

Masuk dalam daftarnya adalah manajemen kunjungan, pengelolaan sampah, pemulihan terumbu karang yang rusak, pemberdayaan masyarakat lokal, optimalisasi pengawasan, dan pengamanan kawasan terkait perburuan liar, pemancingan ilegal, penggunaan pukat harimau dan overfishing, serta berbagai isu dan permasalahan lain yang "mengancam habitat komodo dan ekosistem di dalamnya."

Dr. Irman Firmansyah, yang melakukan Kajian Daya Dukung Daya Tampung (DDDT) Berbasis Jasa Ekosistem di Pulau Komodo, Pulau Padar, dan kawasan perairan sekitar di Taman Nasional Komodo, mengatakan, "Jika seorang wisatawan datang mengunjungi suatu tempat, pastinya ada nilai ekosistem yang berkurang."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mengancam Ekosistem

Lebih lanjut Dr. Irman mengatakan, "Mulai dari air yang digunakan, oksigen yang dihirup, tempat tinggal yang digunakan, limbah sabun, suhu panas yang dikeluarkan tubuh, sampah yang dihasilkan, dan lain sebagainya. Belum lagi jika tanpa manajemen kunjungan dan tata kelola yang terintegrasi, pengawasan dan keamanan jadi kurang maksimal."

"Keterkaitan permasalahan ini mengancam ekosistem," ia menyebutkan. "Biaya kontribusi ini akan digunakan sebagai program konservasi untuk memperbaiki kembali ekosistem yang rusak atau berkurang nilainya."

"Gambaran ini baru satu orang wisatawan, bagaimana jika ratusan wisatawan datang sekaligus. Berapa banyak kerusakan ekosistem yang dihasilkan. Untuk itu, pembatasan pengunjung penting untuk segera diterapkan," tegasnya.

Selain nilai jasa ekosistem yang rusak dan berkurang, aktivitas manusia juga dapat memengaruhi perilaku komodo. "Komodo di area aktivitas manusia tinggi menunjukkan kewaspadaan yang kurang. Kemudian massa tubuh yang lebih besar karena kemudahan perolehan pakan dari sisa-sisa makanan di area wisata," Carolina menyebutkan.

Ia menyambung, "Hal ini tentu mengurangi insting berburu komodo, yang mana lama-kelamaan area wisata ini bisa jadi area budidaya komodo. Inilah hal yang harus kami jaga dengan upaya-upaya konservasi."

TN Komodo merupakan habitat dari beragam biodiversitas. Selain komodo, kawasan ini juga rumah bagi sederet spesies dalam kategori terancam punah, termasuk kakatua kecil jambul kuning.

"Setiap pengunjung yang datang perlu menyadari bahwa Taman Nasional Komodo bukan semata-mata destinasi pariwisata, melainkan satu-satunya wilayah konservasi untuk komodo yang ada di dunia. Jika hanya ingin melihat komodo, wisatawan bisa mengunjungi kebun binatang," ia menyebutkan.

3 dari 4 halaman

Harga Tiket Masuk TN Komodo

Sebelumnya, merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan, harga tiket masuk Taman Nasional Komodo untuk warga negara asing (WNA) pada Senin--Sabtu mulai dari Rp150 ribu per orang. Lalu, pada Minggu atau libur nasional harganya jadi mulai dari Rp225 rubu per orang.

Sementara itu, harga tiket masuk untuk wisatawan nusantara (wisnus) pada Senin--Sabtu mulai dari Rp5 ribu. Kemudian, pada hari Minggu atau hari libur nasional tarifnya mulai dari Rp7,5 ribu.

Aktivitas trekking dan pengamatan satwa harus dibeli satu paket, dengan tarif masing-masing mulai dari Rp5 ribu per orang dan Rp10 rubu per orang. Nantinya wisatawan dapat melihat kehidupan satwa di sejumlah lokasi, termasuk Loh Liang di Pulau Komodo, Loh Buaya di Pulau Rinca, dan Padar Selatan di Pulau Padar.

Wisatawan yang ingin snorkeling di Pink Beach, Siaba Besar, dan Tatawa, akan dikenakan tarif mulai dari Rp15 ribu per orang. Sementara, untuk menyelam dengan lokasi di Batu Bolong, Crystal Rock, Karang Makassar, dan Cannibal Rock, tarifnya mulai dari Rp25 ribu per orang.

Aktivitas memancing juga harus dilakukan dengan pendampingan petugas Balai Taman Nasional Komodo, atas izin khusus, dan pengurusan Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) yang tarifnya mulai dari Rp25 ribu per orang.

Ada juga pilihan pemotretan satwa malam hari dengan pendampingan khusus petugas Balai Taman Nasional Komodo yang dikenakan tarif mulai dari Rp250 ribu per orang.

 

4 dari 4 halaman

Observasi Langsung

Awal Maret 2022, UNESCO kembali menerjunkan tim International Union for Conservation and Nature (IUCN) ke TN Komodo. Mereka juga sempat mengunjungi Resort Loh Buaya yang disebut sebagai lokasi proyek "Jurassic Park" untuk mendukung Labuan Bajo sebagai destinasi wisata super premium.

Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Wiratno, mengonfirmasi kehadirn tim IUCN UNESCO tersebut. Dalam keterangan persnya ia menjelaskan bahwa kunjungan itu dalam rangka reactive monitoring mission (RMM) ke Resort Loh Buaya di TN Komodo.  

Wiratno berkata, "Tim UNESCO dan IUCN berkesempatan mengobservasi langsung penataan infrastruktur wisata alam yang dikerjakan Kementerian PUPR di Resort Loh Buaya. Tim UNESCO dan IUCN menyatakan bahwa sebelumnya tidak memahami terminologi 'resort' yang digunakan untuk menggambarkan pos jaga para ranger."

Ia menyebut, tim UNESCO dan IUCN berprasangka resor yang dimaksud adalah resort mewah dari sebuah usaha pariwisata di alam. "Merujuk pada tuduhan yang disampaikan oleh pihak ketiga," sambungnya tanpa menyebut pihak dimaksud.

Wiratno menegaskan, Resort Loh Buaya yang mengundang polemik saat dibangun ulang itu adalah pos jaga ranger yang didesain kuat agar bisa difungsikan secara berkelanjutan.

"Tidak hanya untuk aktivitas ekowisata, namun juga untuk mendukung implementasi resort-based management dalam rangka pengumpulan data ilmiah melalui berbagai kegiatan monitoring yang dilakukan para ranger Balai Taman Nasional Komodo," sambungnya.

Tim ahli EIA yang diwakili Prof. Lilik Budi Prasetyo menjelaskan detail penilaian dampak lingkungan pada tim UNESCO dan IUCN di Resort Loh Buaya. Wiratno menyebut, tim itu menilai positif penataan sarana dan prasarana wisata alam di tempat itu dan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pengerjaannya.

 

Catatan: artikel ini sudah disunting untuk menambahkan informasi tentang biaya terbaru masuk Taman Nasional Komodo di hari yang sama artikel terbit.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.