Sukses

Bersama Mendorong Sarung Jadi Warisan Mode yang Tak Kalah Modis

Peringatan Hari Sarung Nasional pada 3 Marel lalu tentu bisa dimanfaatkan sebagai pijakan baru eksistensi sarung di dalam negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Sarung merupakan kain lebar yang pada umumnya dipakai dengan cara dibebatkan pada pinggang. Kendati lekat dengan citra sebagai busana yang dipakai saat beribadah, sarung sebenarnya punya kegunaan lebih dari itu.

Sarung pertama kali muncul di Indonesia pada abad ke-14, dibawa pedagang Arab dan India. Potongan busana ini terbuat dari berbagai macam bahan, seperti katun, poliester, bahkan sutera. Sarung juga dikenal punya berbagai jenis motif, yang beberapa di antaranya jadi ciri khas daerah tertentu. 

"Dulu sarung digunakan sebagai busana sehari-hari oleh banyak orang," kata desainer kenamaan Ali Charisma pada Liputan6.com, Rabu, 10 Maret 2021. Ali menjelaskan, sarung sudah jadi ciri khas budaya Indonesia yang lekat dengan histori dan tradisi.

Sarung juga kerap jadi pembeda gaya berpakaian di Indonesia dengan negara-negara lain, karena motif dan warnanya. Sekitar 12 tahun lalu, Ali bersama sejumlah desainer lain telah mendorong sarung jadi busana nasional Indonesia.

Mereka juga ingin menyetarakan sarung dengan batik yang lebih dulu jadi wajah kultur Indonesia, bahkan telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009.

Upaya itu kemudian melahirkan kampanye bertajuk "Sarung is My Denim." Tagline itu bemaksud membuat sarung jadi bagian tren busana yang nantinya dapat diterima masyarakat internasional.

Di negara lain, sarung tidak jadi bagian gaya hidup. Karenanya, para desainer lokal mengangkat kampanye ini agar sarung dapat jadi busana yang tak kalah modis.

"Di Asia, seperti Thailand, Vietnam, Bangladesh, dan Laos, mereka juga kerap menggunakan sarung sebagai busana, tapi sayangnya tidak dikembangkan. Kampanye ini membuat Indonesia bisa jadi leading dalam (perkembangan) sarung itu sendiri," ujar Ali Charisma.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mengubah Citra Sarung

Ali Charisma mengaku bahwa sarung di kalangan masyarakat masih jadi "pakaian minoritas." Artinya, sarung hanya dipakai kalangan santri maupun orang-orang tua di desa. Anggapannya masih berputar pada sarung merupakan busana kuno, tidak modis, dan tidak resmi jika dipakai ke berbagai acara.

"Sarung harus jadi tren fesyen Indonesia, bahkan dunia. Memang banyak challenge-nya agar bisa jadi busana yang modern dan diterima, khususnya di kalangan anak muda. Tapi, kita harus tetap mengembangkan sarung sebagai busana yang modis dan trendi," imbuh Ali.

Melalui kampanye sarung ini, Ali menjelaskan bahwa akhirnya pemerintah dan beberapa kementerian memercayai sarung dengan dibuatnya acara Sarung Fest di Gelora Bung Karno pada 2019 lalu. Presiden Joko Widodo juga menetapkan tanggal 3 Maret sebagai Hari Sarung Nasional.

Perlahan, penggunaan sarung bergeser, tak lagi sekadar pelengkap ibadah atau busana di acara adat dan keagamaan resmi, namun juga dikenakan lintas usia dan generasi.

Sarung sebenarnya tak hanya bisa dibuat dari katun bermotif kotak-kotak atau garis, tapi juga memanfaatkan jenis kain lain, seperti tenun gedukan dan TDM yang diproduksi di daerah-daerah.

"Tapi, kini penggunaan sarung di Indonesia sudah menurun lagi. Perlu adanya sebuah kolaborasi banyak pihak agar tetap bisa mengembangkan keberadaan sarung di Indonesia," tutur Ali.

"Apalagi di masa pandemi ini, sarung bahkan termasuk produk yang minatnya menurun. Mungkin dengan mendobrak penggunaan sarung atau pemakaian sarung agar lebih modis lagi bisa membantu mengembangkan sarung ini," imbuhnya. (Melia Setiawati)

3 dari 3 halaman

Pakai Masker Boleh Gaya, Biar COVID-19 Mati Gaya

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.