Sukses

Sosialisasikan Protokol Kesehatan Sektor Pariwisata, Kemenparekraf Singgung Salah Kaprah Pengukuran Suhu Tubuh

Pengukuran suhu tubuh, baik tamu maupun karyawan, tak bisa asal. Salah-salah, kepercayaan pelanggan bisa runtuh.

Liputan6.com, Jakarta - Sektor pariwisata termasuk ke dalam sektor usaha yang terdampak parah akibat pandemi Covid-19. Meski jumlah kasus positif di Indonesia terus meningkat, bahkan kembali mencetak rekor baru pada Rabu (8/7/2020), pemerintah memutuskan untuk menggencarkan sosialisasi protokol kesehatan dalam kegiatan pariwisata.

Deputi Kebijakan Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Kurleni Ukar menyatakan seluruh protokol kesehatan yang disusun pemerintah wajib dipatuhi dan diikuti oleh pemilik, karyawan, dan para tamu atau pengunjung. "Agar kita dapat kembali beraktivitas dengan aman dari Covid dan tidak menimbulkan penularan baru," ujarnya dalam virtual talkshow Sosialisasi Kebijakan dan Simulasi Protokol Kesehatan bagi Industri Parekraf di Masa Covid-19.

Ada 13 bidang sektor pariwisata dengan 62 turunannya, sedangkan ekonomi kreatif terbagi menjadi 17 sektor. Meski diakui semua memerlukan pedoman, Kemenparekraf mengaku tak bisa membuat seluruh protokolnya. Pemerintah hanya mengelompokkan protokol kesehatan menjadi 12 bidang saja, termasuk sektor penginapan, makam/minum, moda transportasi, daya tarik wisata, hingga jasa perawatan kecantikan.

Di samping itu, Kurleni juga mengingatkan protokol kesehatan di pusat perbelanjaan, stasiun, dan rumah ibadah, wajib dikuasai oleh para pelaku usaha, khususnya yang bergelut di biro perjalanan, karena sangat erat dengan aktivitas pariwisata. Protokol tersebut menjadi acuan untuk mencegah terjadinya episentrum atau kluster baru bila aktivitas pariwisata kembali dibuka.

Protokol kesehatan terbagi menjadi yang bersifat umum dan yang lebih spesifik. Protokol umum itu meliputi memastikan seluruh pekerja memahami protokol kesehatan, memasang media informasi, menyediakan hand sanitiser di area-area publik, serta menjaga kualitas udara dan sinar matahari.

"Ini semua sudah umum. 3 M, menjaga jarak, mengukur suhu, memakai faceshield dan masker. Kemudian, pembersihan rutin dengan disinfektan, dan jika memungkinkan pembayaran secara cashless," sambung dia.

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sering Salah Kaprah

Meski sudah umum, bukan berarti pengoperasian di lapangan sudah tepat dan aman. Kurleni menyoroti khusus soal pengukuran suhu. Ia sering menemukan kesalahan penggunaan alat pengukur suhu, khususnya yang portabel, sehingga tak akurat mendeteksi suhu orang.

"Saya sering mendapati di beberapa tempat, mengukur suhu di dalam mobil, AC kan berpengaruh. Jadi, ini perlu dipastikan," sahutnya.

Kesalahan lain yang sering ditemui adalah mengukur suhu orang yang baru turun setelah mengendarai motor. Selama perjalanan, apalagi siang hari, kondisi cuaca jelas mempengaruhi suhu tubuh orang tersebut.

Semestinya, pengukuran suhu dilakukan setelah orang tersebut kondisi tubuhnya normal dan bebas keringat. Alatnya pun diarahkan ke dahi yang sudah bersih dari keringat dengan jarak 1--2 sentimeter.

"(karena) pengukur suhu digunakan berganti-ganti, petugas yang mengukur suhu harus selalu membersihkan alat pengukur suhunya setelah digunakan. Jangan dipegang-pegang, digunakan untuk menggaruk...kalau tidak berhati-hati, malah akan jadi sumber penularan," tutur Kirana Pritasari, Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.