Sukses

Tak Ada PHK di Sektor Pariwisata Saat Pandemi Corona COVID-19, tapi...

Pemerintah menjanjikan pekerja sektor pariwisata yang terdampak pandemi corona COVID-19 akan diberikan Kartu Prakerja. Usulan tersebut masih jadi bahan tarik ulur.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Hariyadi Sukamdani memastikan tidak ada karyawan sektor perhotelan yang di-PHK akibat pandemi corona COVID-19. Meski begitu, bukan berarti kondisi usaha perhotelan baik-baik saja.

"Wartawan bertanya PHK-nya berapa sektor pariwisata? Tidak ada PHK karena kalau PHK, perusahaan harus bayar pesangon. Itu enggak mungkin banget," kata Hariyadi dalam diskusi virtual bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan ASITA di Jakarta, Selasa sore, 7 April 2020.

Perusahaan di sektor pariwisata, kata dia, juga mengaku tak bisa menggunakan terminologi 'dirumahkan' bagi karyawan yang tidak lagi bekerja sementara. Ia beralasan hal itu berkaitan dengan konsekuensi undang-undang, yakni perusahaan tetap harus membayar 75 persen gaji karyawan selama dirumahkan.

"Yang terjadi sekarang ini adalah memang cuti di luar tanggungan atau di-unpaid leave," terang Hariyadi.

Menurut dia, kondisi keuangan perusahaan di sektor pariwisata, khususnya hotel dan restoran, terbagi menjadi tiga kategori. Terdiri dari mampu membayar penuh, membayar setengah gaji, dan tidak mampu membayar gaji sama sekali karena perusahaan sama sekali tidak memiliki uang tunai. 

"Yang paling dominan itu yang tidak mampu membayar gaji sama sekali. Ini buat kita sangat prihatin," sahut dia.

Untuk itu, Hariyadi mengusulkan agar dana pelatihan di Kartu Prakerja yang nilainya Rp1 juta dialihkan menjadi dana tunai. Dengan begitu, para karyawan sektor pariwisata yang terdampak corona COVID-19 bisa memperoleh dana tunai Rp1,6 juta selama mereka cuti di luar tanggungan.

"Tapi Bu Ida (Menaker) bilang desainnya memang untuk pelatihan. Ini mesti didiskusikan lagi karena kalau Rp1 juta untuk pelatihan, mohon maaf, uangnya tuh larinya ke BLK, kepada trainer-nya. Sementara, pekerja sangat-sangat butuh uang itu karena perusahaan tidak bisa membayar," tuturnya.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Gonjang-ganjing THR

Tunjangan Hari Raya juga menjadi perhatian kalangan pengusaha sektor pariwisata. Pasalnya, mereka dihadapkan dilema antara melaksanakan instruksi Presiden Joko Widodo untuk memberikan THR dan tidak adanya dana tunai yang dimiliki.

"Bayar gaji aja sulit, apalagi bayar THR. Usulan kita untuk tunda (pemberian THR)," ujar Hariyadi.

Ia juga meminta agar pemerintah memperlunak kewajiban perusahaan untuk memberikan THR kepada karyawan. Dengan begitu, wibawa pemerintah juga bisa dijaga.

"Ini harus hati-hati. Bukan karena mereka membangkang, tapi karena kondisinya tidak ada untuk melakukan pembayaran THR," belanya.

Di sisi lain, ia mengakui bahwa hingga saat ini masih banyak perusahaan yang belum melaporkan data karyawan terdampak sesuai format. Hal itu memperlama proses pendataan sebagai syarat cairnya Kartu Prakerja untuk karyawan.

Sejauh ini, dari 1.266 hotel yang melaporkan terdampak pandemi corona COVID-19, hanya 844 hotel yang lulus penyaringan dengan jumlah karyawan terdata hanya 74.101 orang. Padahal, ia memperkirakan 150 ribu orang karyawan terdampak pandemi ini. 

"Kita lakukan pengumpulan data, tapi datanya tidak sesuai dengan yang kita minta. Memperbaiki data cukup menyita waktu," ujarnya.

Pemerintah, khususnya Kemenparekraf, juga mengaku sedang mengumpulkan data yang diperlukan. Menparekraf Wishnutama Kusubandio mengaku terus berkoordinasi dengan industri dan asosiasi dalam pendataan. Kemenparekraf membentuk Pusat Krisis untuk bertugas mengumpulkan data.

"Fungsi satgas ini meng-cleansing lagi jangan sampai tumpang tindih. Kita ingin dapat informasi dari pelaku parekraf sehingga informasi lebih komprehensif, selain dapat informasi dari asosiasi. Dengan data ini, kita bisa berikan ke kementerian terkait sehingga bisa mengusulkan atau mengkaji dengan lembaga lain untuk mengatasi atau meminimalisir dampak Covid-19," tuturnya.

Fajar Hutomo, Deputi Industri dan Investasi Kemenparekraf menambahkan, hingga Selasa, 7 April 2020, sekitar 135 ribu data sudah masuk dan diharapkan setelah dibersihkan, akan bertambah 120 ribu data.

"Itu mix data informal, PHK, dan dirumahkan," kata Cak Tom sembari menambahkan bahwa data yang terkumpul bukan hanya dari pelaku sektor pariwisata, tetapi juga ekonomi kreatif, seperti asosiasi musisi.

Diharapkan, Kartu Prakerja diluncurkan pada 9 April 2020 oleh Menko Perekonomian.

3 dari 3 halaman

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini