Sukses

Kaus Unik Berbahan Alga dan Bubur Kayu yang Ramah Lingkungan

Meski semua bahannya berasal dari bahan alami, masa hidup kaus berbahan alga dan bubur kayu ini sama dengan kaus katun.

Liputan6.com, Jakarta - Tren menjaga lingkungan kian berkembang. Mulai dari produksi botol plastik dari biji plastik, sedotan stainless, hingga terus merambah dunia fesyen. Sadar bahwa sampah tekstil juga jadi penyumbang limbah terbesar, beberapa perancang busana memutar otak dan menghasilkan karya ramah lingkungan.

Salah satunya adalah kaus yang dihasilkan oleh saudara kembar, Nick dan Steve Tidball, di bawah brand Vollebak. Kaus ramah lingkungan ini dihasilkan dari bubur kayu pohon eukaliptus dan pohon beech, serta tumbuhan alga. Penggunaan kedua bahan ini akan membuat baju dapat terurai dengan lebih cepat dan kembali ke alam.

Dilansir dari laman resminya, Sabtu, 14 September 2019, pihak Vollebak menjelaskan, tumbuhan alga yang digunakan adalah hasil penanaman dari bioreaktor dan pohon di hutan yang telah dikelola secara berkelanjutan. Misi mereka adalah membuat pakaian yang bisa berfungsi, tahan lama, dan meninggalkan hanya sedikit jejak di bumi.

"Kami merasa hal ini sangat penting untuk mendemonstrasikan kemungkinan dari sistem lingkaran kehidupan yang berkelanjutan, melalui pakaian yang membuat orang akan lebih mudah mengerti," ungkap Steve Tidball pada Forbes.

Brand asal Inggris ini menyatakan bahwa durasi penguraian kaus hanya selama 12 minggu dan tumbuhan lain akan tumbuh di kaus yang telah dikubur tersebut. Mereka menyatakan bahwa asal hidup kaus ini adalah dari alam, dan dengan sengaja didesain untuk berakhir ke alam juga.

Alga sendiri berfungsi memberi warna pada baju, di mana hasilnya akan berwarna hijau. Tumbuhan alga diubah jadi tinta dengan cara mencampurkannya dengan air, hingga jadi pasta alga yang pekat. Pasta ini kemudian dikeringkan dengan sinar matahari untuk mendapatkan bubuknya. Bubuk tersebut lalu dicampurkan dengan larutan sehingga menghasilkan tinta.

Sedangkan, bahan yang digunakan untuk kain adalah bubur kayu dari pohon. Berdasarkan penilaian dari Higg MSI, kain dari bahan ini hanya menghasilkan sisa penguraian sebesar 10 persen, jauh lebih rendah dari katun yang 60 persen.

Uniknya, warna baju ini akan berubah seiring waktu. Hal ini mengingat pewarna yang digunakan adalah bahan alami, sehingga nantinya warna baju yang semula hijau, bisa berubah jadi hijau muda hingga kuning.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Digunakan Selayaknya Kaus Biasa

Meski semua bahannya berasal dari bahan alami, masa hidup kaus sama dengan kaus yang menggunakan katun. Kaus tersebut tidak akan terurai secara tiba-tiba. Hanya saja, perawatan baju ini harus lebih diperhatikan, yakni hanya boleh dicuci menggunakan tangan di air dingin dengan deterjen sesedikit mungkin.

Kaus ini hanya akan terurai jika sudah dikubur di tanah karena dalam proses penguraian dibutuhkan jamur, bakteri, dan panas dari bumi. Kecepatan penguraian pakaian tersebut juga tergantung pada kondisi lingkungan.

Jika tingkat kepanasan dari dalam bumi tinggi, serta jumlah bakteri dan jamur banyak, penguraian bisa saja terjadi hanya dalam delapan minggu. Kandungan alga yang sebelumnya diekstrak juga akan tumbuh kembali menjadi tanaman setelah bersentuhan dengan tanah.

Vollebak mengatakan bahwa bahan kaus ini akan terasa lembut dan ringan, sama seperti kaus katun pada biasanya. Bahkan, kaus ini cocok dikenakan saat sedang berlari, ke pantai, juga ketika mendaki gunung.

Pembelian kaus dapat dilakukan melalui lama resmi Vollebak dengan harga 110 dolar atau setara Rp1,5 juta. Ukuran pakaian ini juga beragam, mulai dari XS hingga XXL.

(Novi Thedora)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.