Sukses

Cerita Akhir Pekan: Setumpuk Masalah Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Indonesia

Hari Peduli Sampah Nasional ternyata berawal dari tragedi di tempat pembuangan akhir sampah di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Menyambut Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) pada 21 Februari, sampah memang masih jadi persoalan sulit dan kompleks yang belum bisa sepenuhnya diatasi di Indonesia. Jumlah sampah diperkirakan terus meningkat dari tahun ke tahun.

Pelan tapi pasti, sampah menjadi masalah besar bagi negara kita. Sayangnya, belum ada kesadaran mengelola sampah, karena pedoman umum yang ada adalah sampah harus dibuang. Padahal, seharusnya tiap rumah tangga memilah sampahnya sebelum membuang.

Di Indonesia, tiap rumah biasanya memiliki satu tempat sampah di bagian dapur, di mana semua sisa makanan, plastik bekas, kemasan produk rumah tangga, dibuang menjadi satu. Di halaman depan, juga hanya ada satu tempat sampah besar. Di dalam tempat sampah besar itu, sampah dapur akan dijadikan satu dengan sampah dari bagian rumah yang lain.

Seperti dilansir VOA Indonesia, memilah sampah memang belum menjadi budaya. Ini tidak terlepas dari kebiasaan di masa lalu, di mana setiap rumah khususnya di pedesaan, memiliki satu lubang besar di sudut halaman mereka.

Di lubang itulah sampah dibuang, kadang kemudian dibakar atau ditimbun. Namun sebagian besar sampah di Indonesia, berakhir di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Saat ini model penanganan sampah semacam itu tak bisa lagi dilakukan.

Pemerintah sampai ke tingkat paling rendah, sudah mulai memiliki kesadaran baru bahwa sampah harus dipilah dan kemudian diolah. Tapi jumlahnya masih sedikit.

Menurut data dari laman resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia memproduksi 65 juta ton sampah pada 2016, naik 1 juta ton dari tahun sebelumnya.

Dari jumlah 65 juta ton, sekitar 15 juta ton mengotori ekosistem dan lingkungan karena tidak ditangani. Lalu, 7 persen sampah didaur ulang dan 69 persen sampah berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Di Indonesia ada lebih dari 400 TPA tapi baru 10 persen yang beroperasi secara maksimal. Itu karena ada sejumlah masalah dalam hal pengelolaan.

Mungkin belum banyak yang tahu kenapa tiap 21 Februari dijadikan peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Alasannya karena untuk mengenang tragedi longsornya gunungan sampah di TPA sampah Leuwigajah, Kabupaten Banding dan Cimahi, Jawa Barat, pada 21 Februari 2005.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Hari Peduli Sampah Nasional

Dilansir dari Solopos dan berbagai sumber, kawasan TPA yang berbukit-bukit itu diguyur hujan selama dua hari berturut-turut. Gunungan sampah setinggi 50 meter-70 meter itu longsor dan menimpun lebih dari 100 rumah di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi.

Ada 157 warga tewas akibat longsornya tempat pembuangan akhir (TPA) Leuwigajah. Bahkan kabarnya, dua kampung terhapus dari peta akibat tergulung gunung sampah yang longsor. Hingga kini, belum jelas terdakwanya siapa.

Longsor TPA Leuwigajah mengingatkan kita, betapa sebetulnya TPA-TPA yang ada di Indonesia juga merupakan bom waktu, bisa ‘meledak’ sewaktu-waktu.

Peristiwa tragis itu diyakini bisa terjadi karena TPA di Indonesia belum standar dengan sanitary landfill atau sistem pengelolaan sampah dengan cara membuang sampah di lokasi cekung, memadatkan dan kemudian menimbunnya dengan tanah.

Yang terjadi di Indonesia, kebanyakan masih berupa siste open dumping atau dibuang begitu saja di TPA sehingga sampahnya menggunung dan rawan longsor. Lalu bagaimana jalan keluarnya?  Pemerintah sudah berusaha menyelesaikan masalah sampah tersebut dengan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Target sampah yang terkurangi adalah sebesar 20 persen pada 2019 dan target sampah yang tertangani sebesar 75 persen pada 2019. Sementara dalam Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah, target sampah yang terkurangi adalah sebesar 30 persen dan tertangani sebesar 70 persen pada 2025.

3 dari 3 halaman

Buang Sampah pada Tempatnya

Lalu ada UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah yaitu mengubah paradigma pengelolaan sampah dari kumpul-angkut-buang menjadi pengurangan di sumber (reduce at source) dan daur ulang sumber daya (resources recycle).

Selain itu, semua TPA diharapkan bakal lebih berwawasan lingkungan agar tragedi 2005 tak terulang lagi. Belakangan ini, tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah cenderung meningkat.

Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 KLHK, dalam empat tahun terakhir jumlah Bank Sampah meningkat signifikan dari 1.172 unit menjadi 7.488 unit.

Pada rangkaian HPSN 2019 ini, KLHK juga mengadakan berbagai rangkaian kegiatan seperti Clean Up yang akan serentak diselenggarakan pada 24 Februari 2019 di pantai dan sungai di delapan kota yaitu Kendal, Tegal, Brebes, Pemalang, Batang, Rembang, Jepara dan Kebumen.

Rangkaian kegiatan lainnya adalah Temu Karya Bank Sampah, FGD dengan Para Champion di Pemerintah Daerah, Komunitas dan Private Sector, Lomba Video/VLOG Citizen Journalism serta Edukasi melalui Animasi Web Series dan Comic Strips. Dan jangan lupa satu cara paling mudah untuk ikut berperan dalam menangani masalah sampah di negara kita, dengan membuang sampah pada tempatnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.