Liputan6.com, Jakarta - Teknologi Ban Tanpa Angin mulai dikembangkan sebagai solusi atas permasalahan ban konvensional yang rentan terhadap kebocoran dan kempes. Pabrikan ban asal Prancis, Michelin, tengah mempersiapkan produksi ban tanpa udara atau angin (airless tyre) melalui prototipe Unique Puncture-proof Tire System (UPTIS).
Sistem ini diklaim mampu menghilangkan risiko kehilangan kendali kendaraan atau keharusan berhenti di pinggir jalan akibat ban bocor.
Peluncuran Ban Tanpa Angin di Indonesia masih belum dapat dipastikan waktunya. Melansir dari Auto Express, Michelin memperkirakan akan merilis ban tanpa udara ini secara global pada tahun 2024, dengan pasar Asia Timur sebagai target awal pemasaran. Kesiapan pasar dan infrastruktur menjadi faktor penting dalam penentuan waktu masuknya teknologi ini ke Indonesia.
Advertisement
Penggemar otomotif dan pengguna kendaraan bermotor wajib antusias menyambut kehadiran Ban Tanpa Angin. Teknologi ini menjanjikan berbagai keunggulan, seperti ketahanan terhadap tusukan, pengurangan kebutuhan ban serep, dan potensi penghematan biaya jangka panjang.
Selain itu, Ban Tanpa Angin juga diklaim lebih ramah lingkungan karena dapat dengan mudah didaur ulang. Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya, Minggu (15/9/2024).
Teknologi Ban Tanpa Angin
Ban Tanpa Angin, atau dikenal juga sebagai airless tyre, merupakan inovasi terbaru dalam dunia otomotif yang bertujuan mengatasi berbagai permasalahan ban konvensional. Teknologi ini dikembangkan oleh beberapa pabrikan ban terkemuka, salah satunya Michelin dengan prototipe Unique Puncture-proof Tire System (UPTIS).
Melansir dari situs resmi Michelin, UPTIS merupakan kombinasi ban tanpa udara dan rakitan roda untuk mobil penumpang yang dirancang untuk menghilangkan risiko kehilangan kendali kendaraan akibat ban bocor atau kempes.
Struktur Ban Tanpa Angin sangat berbeda dari ban konvensional. Alih-alih menggunakan udara bertekanan tinggi, ban ini menggunakan desain revolusioner yang memungkinkannya menopang beban kendaraan tanpa perlu diisi angin. Beberapa pabrikan, seperti Bridgestone, mengembangkan struktur palang ban yang terbuat dari resin termoplastik. Sementara itu, Michelin menggunakan teknologi cetak 3D untuk menciptakan struktur ban yang terinspirasi dari bentuk sarang lebah, terumbu karang, hingga kantung udara manusia.
Pengembangan Ban Tanpa Angin tidak hanya berfokus pada aspek fungsional, tetapi juga mempertimbangkan faktor lingkungan. Melansir dari Reuters, Michelin mengklaim bahwa ban ini lebih ramah lingkungan karena mengurangi penggunaan karet dalam pembuatannya.
Sebagai gantinya, ban ini menggunakan campuran bahan-bahan lain seperti bambu, kertas, kaleng, dan plastik yang dapat didaur ulang. Hal ini sejalan dengan upaya global untuk mengurangi limbah ban dan emisi karbon.
Teknologi Ban Tanpa Angin juga dilengkapi dengan fitur-fitur canggih untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan berkendara. Michelin, misalnya, memasang sensor dalam ban yang terhubung dengan aplikasi khusus. Aplikasi ini dapat memberikan informasi real-time kepada pengemudi mengenai kondisi ban, sehingga memungkinkan pengguna untuk mengambil tindakan preventif sebelum terjadi masalah serius. Fitur ini juga memudahkan pengguna untuk memesan ban 3D printing baru ketika diperlukan.
Meskipun teknologi Ban Tanpa Angin masih dalam tahap pengembangan untuk kendaraan penumpang, beberapa aplikasi sudah mulai diimplementasikan. Goodyear, misalnya, telah menguji coba ban non-pneumatik (NPT) pada shuttle otonom Olli dari Local Motors sejak tahun 2021.
Ban ini juga telah diuji pada robot kurir otonom dari Starship Technologies. Pengujian ini menunjukkan potensi besar Ban Tanpa Angin tidak hanya untuk kendaraan konvensional, tetapi juga untuk berbagai aplikasi dalam transportasi dan logistik masa depan.
Advertisement
Kelebihan Ban Tanpa Angin
Ban Tanpa Angin menawarkan sejumlah keunggulan yang signifikan dibandingkan ban konvensional. Berikut adalah beberapa kelebihan utama Ban Tanpa Angin:
- Anti Kempes: Keunggulan paling mendasar dari Ban Tanpa Angin adalah kemampuannya untuk menghilangkan risiko tusukan yang menyebabkan ban kempes. Melansir dari Auto Express, teknologi ini memungkinkan pengendara untuk tetap melanjutkan perjalanan tanpa khawatir kehilangan kendali kendaraan akibat ban bocor. Hal ini tidak hanya meningkatkan keamanan berkendara, tetapi juga memberikan ketenangan pikiran bagi pengguna, terutama saat melintasi jalan-jalan dengan kondisi buruk.
- Tidak Memerlukan Ban Serep: Dengan minimnya kemungkinan ban bocor, kebutuhan akan ban serep dan peralatan pengganti ban menjadi berkurang. Kelebihan ini memberikan beberapa manfaat tambahan, seperti ruang penyimpanan yang lebih luas di bagasi kendaraan. Selain itu, pengurangan berat kendaraan akibat tidak adanya ban serep dan peralatan terkait dapat meningkatkan efisiensi bahan bakar secara keseluruhan.
- Lebih Hemat: Ban Tanpa Angin berpotensi menghemat biaya jangka panjang bagi pengguna. Ketahanan terhadap kebocoran dan kempes mengurangi frekuensi penggantian ban, yang pada gilirannya dapat menekan biaya perawatan kendaraan. Selain itu, pengendara dapat lebih produktif dan efisien karena tidak perlu menghabiskan waktu dan tenaga untuk mengganti ban di tengah perjalanan.
- Tahan Lama dan Minim Perawatan: Menurut beberapa pabrikan, Ban Tanpa Angin diklaim memiliki daya tahan yang lebih lama dibandingkan ban konvensional. Struktur uniknya memungkinkan ban untuk mendistribusikan beban secara lebih merata, yang dapat mengurangi keausan. Selain itu, ban ini membutuhkan lebih sedikit perawatan karena tidak perlu mengecek dan mengisi tekanan udara secara berkala.
- Ramah Lingkungan: Ban Tanpa Angin memiliki potensi untuk mengurangi dampak lingkungan dari industri ban. Melansir dari situs resmi Michelin, setiap tahun sekitar 200 juta ban (setara dengan 2 juta ton) dibuang sebagai skrap akibat kempes atau keausan tidak teratur. Ban Tanpa Angin dapat mengurangi angka ini secara signifikan. Selain itu, beberapa desain Ban Tanpa Angin menggunakan bahan yang sepenuhnya dapat didaur ulang, mendukung prinsip ekonomi sirkular.
Kekurangan Ban Tanpa Angin
Meskipun menawarkan berbagai keunggulan, Ban Tanpa Angin juga memiliki beberapa kekurangan yang perlu dipertimbangkan:
- Lebih Berisik: Melansir dari Auto Express, Ban Tanpa Angin cenderung menghasilkan suara yang lebih berisik dibandingkan ban konvensional. Struktur unik ban ini dapat menyebabkan resonansi yang lebih tinggi saat bersentuhan dengan permukaan jalan. Meskipun teknologi terus berkembang untuk mengatasi masalah ini, tingkat kebisingan yang lebih tinggi dapat mempengaruhi kenyamanan berkendara, terutama pada kecepatan tinggi atau saat melintasi permukaan jalan yang kasar.
- Harga Lebih Mahal: Saat ini, Ban Tanpa Angin masih berada di sisi yang mahal dalam hal harga. Sebagai contoh, Michelin Tweel, salah satu pionir dalam teknologi ini, berharga hingga $750 per roda tergantung ukuran dan jenisnya. Harga yang tinggi ini dapat menjadi hambatan signifikan bagi adopsi massal teknologi Ban Tanpa Angin, terutama di pasar yang sensitif terhadap harga. Meskipun demikian, harga diharapkan akan turun seiring dengan peningkatan skala produksi dan perkembangan teknologi.
- Getaran Lebih Tinggi: Ban Tanpa Angin cenderung meneruskan lebih banyak getaran ke kendaraan dibandingkan ban tradisional. Hal ini disebabkan oleh struktur kaku ban yang tidak memiliki udara untuk meredam guncangan. Getaran yang lebih tinggi dapat mempengaruhi kenyamanan berkendara dan potensial menyebabkan kelelahan pengemudi pada perjalanan jarak jauh. Pabrikan terus berupaya mengembangkan teknologi untuk mengurangi masalah ini, namun tetap menjadi tantangan dalam desain Ban Tanpa Angin.
- Performa Emisi Karbon Bervariasi: Meskipun beberapa pabrikan mengklaim Ban Tanpa Angin memiliki emisi karbon yang lebih rendah, tidak semua desain mencapai hal ini. Beberapa kritik menyebutkan bahwa sebagian besar Ban Tanpa Angin sebenarnya memiliki tambalan kontak yang lebih besar dengan permukaan jalan, yang dapat meningkatkan tahanan gelinding. Peningkatan tahanan gelinding ini dapat membuat mesin mobil menjadi kurang efisien karena harus menggunakan lebih banyak energi dan bahan bakar untuk menggerakkan roda, yang pada gilirannya dapat meningkatkan emisi CO2.
- Keterbatasan Aplikasi: Saat ini, penggunaan Ban Tanpa Angin masih terbatas pada jenis kendaraan tertentu. Teknologi ini telah berhasil diterapkan pada kendaraan kecil seperti mobil golf atau mesin pemotong rumput, namun masih membutuhkan pengujian lebih lanjut untuk digunakan pada mobil penumpang atau kendaraan yang lebih besar. Keterbatasan ini dapat memperlambat adopsi teknologi Ban Tanpa Angin secara luas dalam industri otomotif.
Advertisement
Kapan Dijual di Indonesia?
Pertanyaan mengenai kapan Ban Tanpa Angin akan tersedia di pasar Indonesia masih belum memiliki jawaban pasti. Melansir dari berbagai sumber, pabrikan ban global seperti Michelin dan Goodyear masih dalam tahap pengembangan dan uji coba teknologi ini. Michelin, misalnya, memperkirakan akan merilis ban tanpa udara secara komersial pada tahun 2024.
Namun, perilisan ini kemungkinan besar akan dimulai di pasar Asia Timur sebelum menyebar ke wilayah lain, termasuk Indonesia.
Kesiapan pasar dan infrastruktur menjadi faktor kunci dalam penentuan waktu masuknya Ban Tanpa Angin ke Indonesia. Kehadiran Ban Tanpa Angin di Indonesia sangat bergantung pada kesiapan Original Equipment Manufacturer (OEM) dan Asosiasi Produsen Teknologi Mobil (APTM).
Goodyear sendiri mengklaim telah memiliki teknologi ban tanpa udara, namun implementasi produksi massal masih menunggu kesiapan pasar.
Meskipun belum ada kepastian waktu, perkembangan teknologi Ban Tanpa Angin di Indonesia tetap patut diperhatikan. TNI melalui Politeknik Angkatan Darat (Poltekad) Kodiklat TNI AD dilaporkan telah mulai mengembangkan teknologi ban tanpa udara.
Perkembangan ini menunjukkan adanya potensi dan minat lokal terhadap teknologi ini. Namun, untuk adopsi massal di pasar komersial, masih diperlukan waktu dan pengembangan lebih lanjut, termasuk penyesuaian dengan kondisi jalan dan iklim di Indonesia.