Sukses

HEADLINE: Kasus Aktif COVID-19 di Indonesia Menurun, Gelombang I Terlewati?

Satuan Tugas Penanganan COVID-19 per 29 Oktober 2020 mencatat, jumlah kasus aktif COVID-19 di Indonesia sebanyak 60.569 atau 14,9 persen. Angka ini lebih baik dari rata-rata dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus aktif COVID-19 di Indonesia per 1 November 2020 lebih rendah dari rata-rata dunia. Meski begitu Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan untuk terus menekan kasus aktif.

"Dari data yang saya terima per 1 November 2020, kita punya kasus aktif sebesar 13,78 persen. Rata-rata dunia kasus aktifnya 25,22 persen," kata Jokowi memberikan arahan saat Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin, 2 Oktober 2020

"Kita harus terus menekan angka kasus aktif COVID-19, sehingga angka 13,78 persen ini bisa diperkecil (diturunkan) lagi." 

Data terbaru per 3 November 2020 kasus aktif COVID-19 di Indonesia juga masih di kisaran 13 persen atau 54.732 orang masih dirawat di rumah sakit atau menjalani isolasi mandiri karena terkonfirmasi. Angka ini menurun signifikan dari awal Oktober yang mencapai 21,1 persen.

Dalam konferensi pers daring Selasa (3/10/20), Juru Bicara Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyampaikan data terkini mengenai kesembuhan yang menjadi 83,5 persen. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata dunia di angka 71 persen. 

Selain kabar persentase kasus aktif dan kasus sembuh yang lebih baik dari rata-rata dunia, data juga memperlihatkan terjadi penurunan dalam penambahan kasus COVID-19 dalam lima hari terakhir. Bila sepekan sebelumnya dimulai dari digit 4 ribu, beberapa hari ini di angka 2 ribu-an. 

Namun ternyata, tren tersebut dibarengi juga dengan jumlah pemeriksaan spesimen yang kurang dari 30 ribu per hari. Tengok saja data yang dihimpun Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 pada 30 Oktober hingga 3 November 2020. Seperti ini rinciannya:

- 30 Oktober 2020, spesimen yang diperiksa sebanyak 24.854 dan 2.897 kasus baru COVID-19.

- 31 Oktober 2020, dari 29.001 spesimen yang diperiksa, diketahui ada 3.143 yang dinyatakan positif terpapar virus SARS-CoV-2.

- 1 November 2020, spesimen yang diperiksa pun hanya 23.208, dengan 2.696 kasus baru.

- 2 November 2020 ada 26.661 spesimen diperiksa dengan 2.618 kasus terkonfirmasi COVID-19

- 3 November 2020 tercatat 29.928 spesimen diperiksa 2.973 positif COVID-19

Lalu, apakah dengan kasus aktif menurun, angka kesembuhan yang meningkat, serta jumlah kasus terkonfirmasi di kisaran 2 ribuan menandakan gelombang I pandemi COVID-19 sudah terlewati?

Health-Liputan6.com menanyakan hal ini kepada para pakar terkait. Salah satunya Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr Adib Khumaidi SpOT.

 

Berdasarkan laporan yang IDI peroleh dari para dokter yang menangani pasien COVID-19, baik di rumah sakit rujukan COVID-19 atau Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran Jakarta Pusat, Adib mengungkapkan memang ada penurunan. Namun, bukan berarti gelombang pertama selesai.

"Kalau kami melihatnya dari pandangan klinis. Beberapa dokter melaporkan angka perawatan yang dirawat, terutama di isolasi ICU juga menurun," kata Adib saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Selasa, 3 November 2020.

Seperti laporan angka rawatan di Wisma Atlet, yang saat ini jumlahnya sudah 41,8 persen. Biasanya, kata Adib, di angka 90 persen.

"Artinya sudah mulai turun," kata Adib.

"Tapi, kami tidak mengatakan bahwa gelombang pertama selesai, nanti akan ada gelombang kedua, tidak," Adib menekankan.

Meski saat ini jumlah kasus aktif COVID-19 di Indonesia menurun, bukan berarti tidak ada potensi untuk mengalami lonjakan pada 12 sampai 14 hari ke depan.

Terlebih masyarakat baru saja melewati libur panjang yang terjadi sejak Kamis, 29 Oktober 2020 hingga Minggu, 1 November 2020.

"Lonjakan-lonjakan kasus ini tergantung dari aktivitas masyarakat. Apalagi masyarakat di Indonesia ada yang memanfaatkan kondisi libur panjang," ujar Adib. 

Ia mengingatkan bahwa Indonesia sempat mengalami lonjakan kasus COVID-19 usai momentum libur panjang pada Mei 2020.

"Data yang kita dapatkan di periode Mei, 22 sampai 24 kalau enggak salah, ada libur panjang, lalu terjadi lonjakan kasus sampai 41 persen," katanya.

"Bulan Agustus ada long weekend juga, terjadi lonjakan kasus sampai 21 persen dengan jumlah orang yang diperiksa naik juga sampai 20 persen. Artinya, masih ada potensi (untuk sekarang)," Adib melanjutkan.

Meski demikian bukan berarti IDI menekankan tak perlu adanya akhir pekan yang panjang. Perlu diingat, mobilitas masyarakat yang tinggi turut meningkatkan risiko terjadinya transimisi Virus Corona yang tinggi juga.

Asalkan masyarakat patuh terhadap protokol kesehatan dengan tetap menerapkan 3M, kata Adib, penularan COVID-19 dapat dicegah.

Yang ditakutkan dari momentum libur panjang kayak kemarin, ketika seseorang tak menyadari dia adalah orang tanpa gejala (OTG) lalu menularkannya kepada orang-orang yang ditemuinya.

Oleh sebab itu, IDI, ujar Adib, mengimbau masyarakat untuk ikut berpartisipasi melakukan testing COVID-19 agar dapat melindungi dirinya sekaligus orang di sekitarnya.

 

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Puncak Gelombang I Pandemi Covid-19 Hanya Kabar Burung

Angka kasus aktif COVID-19 Indonesia yang lebih rendah dari dunia bukan jadi hal yang perlu disorot. Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan, yang perlu perlu dilihat adalah angka pemeriksaan spesimen.

"Coba lihat pengumuman resmi harian seminggu terakhir tentang kapasitas pemeriksaan spesimen terkait COVID-19. Terjadi penurunan kapasitas spesimen setengah dari biasanya," tekan Hermawan.

Di tengah banyaknya aktivitas publik akhir-akhir ini seperti demonstrasi RUU Ciptakerja di ratusan titik beberapa waktu lalu, ditambah aktivitas pilkada di lebih dari 200 kabupaten/kota, belum lagi libur panjang banyak yang piknik akhir pekan lalu seharusnya pemeriksaan spesimen lebih tinggi. Paling tidak sekitar 75 ribu spesimen diperiksa setiap hari.

"Kenapa? Karena ada aktivitas tidak biasa. Bila ada mobilitas itu terkait dengan COVID-19 pasti lebih besar. Sementara kapasitas tes spesimen kita masih di angka itu (belum mencapai 75 ribu per hari)," tuturnya lewat sambungan telepon.

Sehingga, Hermawan menegaskan bila ada yang mengatakan Indonesia sudah melewati gelombang I COVID-19 itu hanya kabar burung.

"Jika ada yang mengatakan itu, itu adalah analisis yang gegabah, tidak argumentatif, dan hoaks kalau ada yang mengatakan kita sudah melewati puncak pandemi. Kita masih menanjak kasusnya," tutur Hermawan.

Hal senada juga diungkapkan co-founder KawalCOVID19, Elina Ciptadi. Menurutnya, terlalu dini untuk menilai apakah penurunan kasus harian yang terjadi beberapa hari terkahir merupakan tanda kita sudah melewati gelombang I COVID-19.

"Terlalu dini untuk menilai itu, melihat jumlah tes dan trace harian yang masih belum memenuhi syarat WHO. Apalagi dengan adanya mobilitas warga ketika long weekend kemarin," kata Elina lewat pesan teks kepada Liputan6.com.

Kasus COVID-19 di Indonesia, kata Elina, masih jauh dari terkendali. Hal ini bisa dilihat dari rasio tes belum 1 per seribu orang per minggu dan belum bisa test-trace-isolate 20 orang per kasus positif.

Epidemiolog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko juga berpendapat senada dengan Hermawan maupun Elina. Menurutnya positivity rate di Indonesia masih terus menunjukkan kenaikan. 

"Positivity rate-nya masih tinggi, di atas 8 persen. Belum turun, belum mencapai puncaknya," ucap Tri Yunis ketika dihubungi Liputan6.com, Selasa, 3 November 2020.

Tri Yunis menjelaskan, kurva wabah COVID-19 bisa dinilai turun ketika ada penurunan minimal sekitar 1/5 dari puncak kasus tertinggi dan bertahan dua minggu.

"Kurva wabah COVID-19 itu propagated (epidemic) namanya. Propagated itu puncaknya banyak, dilihat mingguan, kalau dia turun minimal, sejauh kira-kira--dari puncak yang paling tinggi kemudian turun--1/5-nya dan bertahan dua minggu, ya itulah puncak gelombang pertama," jelas Tri Yunis.

Tri Yunis mengatakan, gelombang pertama di Indonesia kemungkinan akan turun ketika vaksin hadir pada Juni dan Desember 2021.

Tindakan 3T, terutama tes 30 ribu per hari seperti imbauan WHO harus tetap diupayakan lalu diikuti dengan langkah isolasi dan karantina yang baik.

"Di setiap daerah tes dan contact tracing-nya harus banyak, kemudian isolasi dan karantinanya harus benar. Jika diperlukan PSBB yang dilakukan PSBB yang benar, jangan hanya sebulan berhenti."

 

3 dari 4 halaman

Tren Penurunan Uji Spesimen di Akhir Minggu dan Saat Libur Panjang

Kementerian Kesehatan mengungkapkan penurunan jumlah kasus serta spesimen yang diperiksa dalam beberapa hari terakhir bukan karena pemerintah tidak aktif bergerak. 

Alexander Kaliaga Ginting, Kepala Bidang Penanganan Kesehatan, Satgas Penanganan COVID-19 yang juga Staf Khusus Menkes Bidang Pembangunan dan Pembiayaan Kesehatan mengatakan, pemeriksaan spesimen tetap dilakukan secara masif. 

"Yang mungkin terjadi adalah pending-nya (tertundanya) sejumlah sampel, apakah itu dari rumah sakit, apakah itu dari wilayah ke laboratorium," kata Alexander pada konferensi pers terkait peluncuran Program Penguatan Tracing di 51 Kabupaten/Kota secara virtual Selasa (3/11/2020)

"Oleh karena itu, pemeriksaan di minggu terakhir Oktober belum bisa menjustifikasi apakah libur panjang itu banyak berpengaruh," ujarnya.

Ia menambahkan, adanya penurunan atau lonjakan signifikan kasus COVID-19 kemungkinan baru bisa dilihat setelah tanggal 1 hingga 7 November.

Terkait pelaporan, Alexander mengatakan ada beberapa spesimen yang mungkin tertunda pelaporannya karena masalah waktu.

"Kita memang masih menduga bahwa ada beberapa spesimen yang mungkin tertunda diperiksanya oleh karena cut-off laporan kita itu jam 12."

"Sehingga akibat liburan panjang ini, tampaknya seperti ada tertunda di dalam pelaporannya, jadi bukan di dalam arti sampel tidak diambil atau sampel tidak dikirim, tetapi pelaporannya yang tertunda." 

Alexander menegaskan, selama masa libur panjang tidak ada pelonggaran bagi penanganan COVID-19.

"Petugas kesehatan dan petugas tracing, demikian juga klinik dan laboratorium, meskipun menghadapi libur panjang, tentu sudah melakukan banyak persiapan, persiapan teknis, tidak ada pelonggaran di dalam menghadapi liburan panjang, tetap kegiatan bisa dilakukan."

Namun, ia mengakui bahwa sistem pelaporan diduga terkait dengan menurunnya jumlah pemeriksaan.

"Karena tidak semua yang melaporkan ada di kotamadya, tidak semuanya di ibu kota provinsi, ada yang di kabupaten/kota yang jauh dari pusat keramaian atau jauh dari jaringan internet yang lebih baik atau tidak memadai."

Dugaan lain adalah, jumlah pemeriksaan di laboratorium secara administrasi belum direkapitulasi atau sudah direkapitulasi namun tertunda.

"Di sini memang menjadi masalah karena di laboratorium itu kan ada juru pemeriksa analis, ada lagi yang melakukan recording, ada yang melakukan reporting, jadi memang ini harusnya terintegrasi. SDM ini memang harus terus kita lakukan pembinaan agar data ini tidak terputus, ini sudah jadi catatan kita."

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 pun mengakui bahwa memang ada tren penurunan jumlah pemeriksaan spesimen COVID-19 setiap akhir pekan dan di masa libur panjang.

Hal ini dinyatakan oleh Koordinator Tim Pakar Satgas sekaligus Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito, dalam menanggapi terkait menurunnya jumlah spesimen yang diperiksa per hari dan turunnya jumlah kasus terkonfirmasi dalam beberapa hari terakhir. 

Wiku mengatakan, diperlukan adanya evaluasi terhadap operasional laboratorium untuk mengatasi tren penurunan pemeriksaan spesimen selama libur.

"Menurut analisis data, terjadi tren penurunan testing setiap akhir minggu atau pun saat libur panjang," kata Wiku dalam konferensi persnya dari Istana Kepresidenan Jakarta pada Selasa (3/11/2020).

"Ini merupakan salah satu tantangan yang kita coba selesaikan, ingat bahwa virus ini tidak pernah libur," ujarnya. 

 

4 dari 4 halaman

Langkah Antisipasi

Wiku menambahkan, adanya hari libur ke depannya bisa diantisipasi dengan operasional laboratorium lewat pada penambahan shift kerja laboran tentunya dengan disertai pertimbangan insentif yang memadai. 

Wiku mengatakan bahwa Satgas juga terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitas laboratorium dan fasilitas pendukung lain seperti reagen.

Saat ini, Pemerintah telah menyiagakan sebanyak 422 laboratorium pemeriksaan PCR dan tes cepat molekuler (TCM) se-Indonesia. Selain itu, stok reagen PCR 795 ribu spesimen dan reagen RNA sebanyak 686 ribu spesimen pun telah disiapkan.

"Namun demikian terdapat beberapa kendala yang dihadapi seperti wilayah testing yang tersebar luas dan jumlah masyarakat yang harus di-testing," kata Wiku.

"Oleh karena itu, kami meminta peran aktif dari masyarakat dalam mendukung upaya testing yang dilakukan oleh pemerintah."

Maka dari itu, ia meminta agar masyarakat yang mengalami gejala COVID-19 untuk segera mengunjungi fasilitas kesehatan terdekat untuk bisa dilakukan pemeriksaan. 

Sebagai langkah antisipasi adanya peningkatan kasus positif COVID-19, Pemerintah telah menyiapkan sarana dan prasarana di rumah sakit. Lalu, terkait penyediaan obat untuk penanganan COVID-19, Wiku mengatakan sebagian besar obat tersebut telah diproduksi oleh industri farmasi nasional dan bahan bakunya telah masuk ke Indonesia sejak awal April 2020. Obat-obatan tersebut sudah didistribusikan ke 34 dinas kesehatan provinsi dan 779 rumah sakit per 31 Oktober lalu.

Sedangkan untuk mengantisipasi pemenuhan kebutuhan obat hingga Desember 2020, Pemerintah pun sedang melakukan pengadaan obat penanganan COVID-19.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Penyebaran Covid-19 ke seluruh penjuru dunia diawali dengan dilaporkannya virus itu pada 31 Desember 2019 di Wuhan, China

    COVID-19

  • Headline