Sukses

Tak Sama, Ini Beda Gejala Serangan Jantung dan Henti Jantung Mendadak

Berikut ini beberapa perbedaan umum antara gejala, penanganan, dan pencegahan serangan jantung dan henti jantung mendadak

Liputan6.com, Jakarta Masih banyak orang yang salah dalam penggunaan istilah serangan jantung dan henti jantung. Padahal, dari gejala dan penanganan, keduanya berbeda.

Dokter spesialis penyakit dalam sub-spesialis kardiovaskular Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Simon Salim mengatakan, henti jantung bisa saja disebabkan oleh serangan jantung. Namun juga bisa dikarenakan faktor lain misalnya kelainan genetik yang menyebabkan gangguan irama.

"Kadangkala, kelainan semacam ini tidak menimbulkan gejala. Gejala pertama kali yang dialami pasien berupa henti jantung mendadak tersebut," kata Simon ketika berbincang melalui pesan singkat dengan Health Liputan6.com pada Selasa (18/2/2020).

Untuk gejala dan tingkat mortalitas yang mungkin terjadi, serangan jantung dan henti jantung memiliki perbedaan.

"Kalau henti jantung mendadak pasien langsung tidak sadarkan diri," kata Simon.

Sementara itu, pada kasus serangan jantung secara umum, pasien biasanya akan mengalami rasa tidak nyaman di dada. Perasaan tersebut tidak selalu nyeri namun juga bisa perasaan tertekan, sesak napas, hingga panas di dada.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pemeriksaan dan Pencegahan Penyakit yang Berbeda

Dari situ, penanganannya pun berbeda. Pada henti jantung, mungkin saja apabila dalam lima menit tidak mendapatkan pertolongan, pasien bisa meninggal dunia.

"Kalau serangan jantung tergantung jenisnya, tapi paling baik mendapatkan pertolongan, seperti obat-obatan dan pemasangan stent di koroner, dalam enam sampai 12 jam pertama." Walaupun begitu, semakin cepat pasien pada dua kasus tersebut ditolong, maka akan semakin baik.

Terkait pemeriksaan dan pencegahan penyakit, Simon mengatakan gaya hidup sehat seperti tidak merokok dan rajin berolahraga bisa dilakukan untuk mengurangi risiko penyakit jantung koroner.

"Untuk penyakit jantung koroner paling yaitu identifikasi dan manajemen faktor risiko, kurang gerak, obesitas, merokok, alkohol, hipertensi, diabetes, kolesterol."

"Tapi kalau seseorang sudah punya dasar kelainan otot jantung, kelainan katup jantung, atau kelainan irama jantung, bisa saja kena henti jantung mendadak tanpa memiliki penyakit jantung koroner," tambahnya.

Untuk itu, untuk mengetahui apakah seseorang memiliki risiko henti jantung mendadak, dia perlu tahu riwayat dalam keluarga yang pernah mengalaminya, serta apakah dia sempat mengalami kondisi itu dan mendapatkan pertolongan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.