Sukses

Komisi VIII DPR Ajak Masyarakat Awasi Pelayanan Haji

Ada 6 pelayanan ibadah haji yang patut diawasi masyarakat dan jemaah haji, setelah Jokowi mengeluarkan Keppres tentang BPIH.

Liputan6.com, Jakarta Komisi VIII DPR RI mengapresiasi langkah cepat presiden mengeluarkan Keppres 21/2016 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Dengan keluarnya Keppres itu, Kementerian Agama akan lebih cepat dalam mempersiapkan penyelenggaraan ibadah haji 2016. Selain itu, para jamaah haji pun diharapkan dapat segera melunasi sisa pembayaran BPIH-nya.

"Kalau Keppresnya cepat, segala persiapan pun pasti cepat. Jamaah pun mendapatkan kepastian untuk pelunasan. Yang perlu dilunasi tinggal sedikit lagi. Kalau rata-rata ongkos haji 34 juta, berarti sisa pembayarannya hanya 9 juta karena setoran awalnya sudah dibayarkan jauh hari sebanyak 25 juta," kata Ketua Komisi VIII Saleh Partaonan Daulay di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis 19 Mei 2016 kemarin.

Politisi Partai Amanat Nasional ini mengutarakan, setelah melunasi, para jemaah haji dan masyarakat diminta untuk ikut mengawasi pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Sebab, sesuai dengan janji pemerintah kepada DPR, kualitas pelayanan haji tahun ini akan ditingkatkan dari tahun lalu.

"Itu yang harus dikawal sehingga semua janji pemerintah itu bisa direalisasikan dengan baik," kata Saleh.

Di antara kualitas pelayanan yang akan diawasi, lanjut Saleh, adalah biaya pembuatan paspor bagi jemaah yang belum memiliki akan dibayar kembali (reimburse) kepada jemaah, manasik haji 10 kali bagi jemaah yang berada di luar DKI, Jateng, dan Jatim dan 8 kali bagi yang berasal dari 3 provinsi itu.

Selain itu pemberian makanan di Mekkah yang semula 15 kali menjadi 25 kali, peningkatan kualitas bus antarkota di Saudi sehingaa tidak ada yang mogok, peningkatan jangkauan bus salawat sampai 91 persen selama di Mekkah, dan peningkatan fasilitas di Armina termasuk tenda, karpet, dan pendingin udara.

"Yang sudah baik tahun lalu tetap dipertahankan. Misalnya, pemondokan di Madinah semuanya harus di Markaziyah dan pemberian living cost sebesar 1.500 riyal. Ini penting, sehingga ada tolok ukur yang dapat memastikan bahwa penurunan ongkos haji sekaligus ada peningkatan kualitas pelayanan. Semua yang disebutkan tadi, dapat diukur secara jelas. Peningkatan pelayanan itu tidak hanya retorika. Kalau ada yang tidak sesuai, masyarakat dipersilakan menyampaikannya ke DPR untuk disampaikan langsung kepada pemerintah" kata dia.

Menurut Saleh, penetapan Keppres BPIH dalam mata uang rupiah diyakini akan lebih memudahkan jemaah. Dengan penetapan dengan mata uang rupiah, jemaah tidak tergantung lagi dengan fluktuasi kurs dolar. Kewajiban jemaah haji tetap seperti yang ada di dalam Keppres yang baru saja ditandatangani Presiden Jokowi.

"Tahun lalu itu, kita menetapkan BPIH sebesar US$ 2.717 dengan kurs Rp 12.500. Pada saat jemaah melunasi, mungkin 2 bulan setelah ditetapkan, kurs dolar naik menjadi Rp 13.400. Yang dibayarkan jemaah tentu lebih besar daripada ketika ditetapkan. Karenanya, jemaah membayar lebih mahal. Tahun ini, kita menetapkannya dalam mata uang rupiah. Artinya, kalau sekarang ditetapkan rata-rata 34 juta, maka kapan pun jemaah melakukan pelunasan, angkanya tetap seperti itu. Kebijakan ini tentu sangat membantu jemaah," terang dia.

Penetapan BPIH dalam mata uang rupiah sebetulnya mengacu pada UU 7/2011 tentang Mata Uang. Di dalam pasal 21 disebutkan, setiap transaksi yang bertujuan untuk pembayaran di wilayah Republik Indonesia harus menggunakan mata uang rupiah. Artinya, Garuda dan Saudi Airline yang selama ini dibayar dalam mata uang dolar, sekarang harus menerima pembayaran dalam bentuk rupiah. Sebab transaksi untuk pembayaran biaya transportasi udara jemaah dilakukan di Indonesia.

"Kalau pihak penerbangan tentu lebih senang dibayar dalam dolar. Apalagi, komponen biaya penerbangan biasanya selalu pakai standar dolar. Tapi dengan ketentuan UU tadi, mereka harus tunduk. Risiko fluktuasi dolar menjadi tanggung jawab mereka. Ini sekaligus juga bertujuan untuk melindungi mata uang rupiah kita," ucap Saleh.

Selain memudahkan jemaah, penetapan BPIH dalam mata uang rupiah diyakini juga akan mempermudah pemerintah untuk membuat laporan keuangan penyenggaraan haji. Sebab, selisih kurs yang sering menjadi kendala dalam laporan tidak begitu krusial lagi. Kalaupun ada, hanya selisih kurs riyal yang dibayarkan untuk kebutuhan jemaah selama di Saudi.

"Kalau kurs riyal kan lebih stabil. Paling ada selisih sekitar 100 sampai 200 rupiah. Beda dengan dolar Amerika, selisihnya bisa mencapai 9.000 sampai 10.000 ribu rupiah," pungkas Saleh Partaonan.

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.